ACEHNOLOGI (VOLUME 2, BAB 20) : STUDI RELIGI ACEH

in #acehnologi6 years ago (edited)

AD937C0E-4EF0-49A4-B4AC-D20DED473649 (1).jpg

Pada bab ini, dosen saya pak KBA menyatakan bahwa ia mulai menghindari kata “agama”, baik dalam pengucapan atau penulisan. Meskipun, ini bisa dikatakan kebiasaan kita dalam hal menyebutkan keyakinan cenderung memakai kata “agama”, apalagi dalam bahasa Malaysia dan Indonseia, bedanya kalau Malaysia menggunakan kata “ugama”. Tetapi ternyata, pak KBA menyebutkan pula hal ini karena kata “agama” merupakan suatu keyakinan di dalam keyakinan Hindu. Dapat kita simpulkan ketika kita mengatakan “agama Islam” maka ada dua keyakinan yang muncul disini yakni Hindu dan Islam. Bisa jadi ini karena budaya Hindu masih kita rasakan di tempat kita.
Tapi dipakai dengan kata “din” untuk keyakinan daripada kata “agama”.
Walaupun di Aceh Hindu datang lebih awal daripada Islam. Tetapi harus kita ketahui teman-teman, bahwa Aceh dan Islam tidak dapat dipisahkan. Makanya kata “agama” ini sangat berpengaruh untuk Aceh sendiri. Kerajaan-kerajaan Aceh pun berlandaskan system keyakinan Islam. Dan Islam telah menjadi symbol perekat bagi orang Aceh sendiri.

Tidak hanya “agama Hindu”, di Indonesia juga ada yang namanya “agama Jawa”. Berbeda dengan Aceh, hal ini kalau di Aceh lebih dikenal dengan istilah keundur, yang lebih dihubungkan dengan rasa syukur, ingat, dan keseimbangan. Di Aceh juga keunduri ini sering diibaratkan dengan keunduri udep (kehidupan) dan keunduri mate (kematian). Tradisi ini kental dengan nuansa Islam. Tapi ini tidak menjadi “agama Aceh” dalam pandangan orang Aceh, seperti “agama Jawa” dalam pandangan orang Jawa.
Dapat kita bayangkan gimana kalau Islam tidak datang ke Aceh, tentu saja sama seperti daerah Bali yang kental dengan “agama Hindu”.

Ini juga yang menjadi alasan kenapa hubungan Aceh dan Indonesia bisa dikatakan tidak berjalan mulus. Karena, negara Indonesia bukan negara yang berdaulah Islam. Ini yang menjadi alasan juga kenapa terjadinya konflik GAM. Dan dari Aceh lah Islam menyebar ke Melayu dan Jawa.
Aceh juga dikenal dengan Tanah Aulia-Aulia Allah. Dari Aceh juga adanya ekspansi ulama Aceh ke Pulau Jawa. Seperti Sunan Gunung Jati, dia adalah orang Pasai yang menyiarkan Islam ke Jawa Barat, kemudian Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang berasal dari Jeumpa (juga termasuk wilayah kekuasaan pasai) ke Gresik membantu Maulana Malik menyiarkan Islam.

File_005.png

Dapat kita gambarkan, bagaimana tingkat berpengaruhnya orang Aceh untuk Indonseia dan juga Tanah Melayu.
Perlu kita ingat kembali, bahwa Islam datang ke Aceh ini tidak dalam bentuk peperangan atau bahkan penjajahan, melainkan perdagangan. Hal ini membuat Islam lebih mudah diterima dalam kalangan orang Aceh.
Di Aceh Islamologi yang berarti kajian Islam disebut dengan istilah meuruno atau jak meuruno. Istilah ini dapat dipastikan bahwa ketika seseorang pergi keluar rumah untuk menuntut ilmu, maka itu adalah belajar Islam. Jadi di Aceh itu kita dengan mudah untuk menemukan pesantren atau dayah-dayah kawan, baik daerah pesisir maupun pegunungan. Ada juga kitab-kitab karya dari ulama Aceh seperti al-Raniry dan al-Singkili, meskipun berjudul bahasa Arab tetapi isinya bahasa Melayu.

Jadi dalam bab ini kita dapat menyimpulkan bahwa orang Aceh mempusatkan studi religi bahkan kehidupan religinya di Aceh sendiri. Kemudian, pengikitan hal ini tentu saja adanya ilmu dan Islamologi. Selanjutnya Aceh tidak hanya memahami dinamika pemikiran di daerahnya sendiri, tetapi juga dari luar Aceh. Yang terkahir bahwa studi religi ini sendiri memaksakan kehidupan masyarakat untuk memposisikan religi itu sendiri dalam kehidupan sehari-harinya.

Coin Marketplace

STEEM 0.27
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 63900.26
ETH 3063.07
USDT 1.00
SBD 4.21