Menyelami Jiwa Realisme Magis Gabo |

in #book-review5 years ago (edited)

Gabriel Garcia Marquez_02.jpg


Oleh Ayi Jufridar

Data Buku:
Judul: Gabriel García Márquez, Wawancara Terakhir dan Percakapan-
Percakapan Lainnya
Penulis : David Streidfeld (Ed.)
Penerbit: Circa
Penerjemah: David Setiawan
Cetakan I: 2018
Tebal: xv + 114 halaman
ISBN: 978-602-74549-8-9

Membaca sebuah buku sebelum dan setelah mengenal penulisnya secara dekat, memberikan dua kemungkinan yang bertolakbelakang. Pertama, semakin mencintai karya-karya sang penulis karena sudah memahami karakteristiknya, pandangannya, menyelami jiwanya, proses kreatif lahirnya sebuah buku, sampai kepada karakteritik penokohan dalam karya-karya penulis. Dampak kedua adalah kebalikan dari itu; menjadi tidak tertarik bahkan antipati.

Pengalaman serupa pernah dialami seorang penikmat sastra setelah mengikuti seminar dengan penulis pujaannya. Kekagumannya seketika sirna setelah melihat sang penulis ternyata tidak sebijak tokoh-tokoh atau kutipan-kutipan dalam novelnya yang seolah akan menjadi pesan “abadi”. Puncaknya adalah ketika sang penulis menolak berfoto bersama dengan suara ketus tanpa alasan yang bisa diterima. Sejak itu, kekaguman si penikmat sastra luntur dan mengaku tidak pernah membaca lagi buku-buku sang penulis.


Gabriel Garcia Marquez_01.jpg


Dalam derajat yang berbeda, penikmat buku juga membangun dunia dan asosiasi sendiri sebagaimana ketika menonton film. Asosiasi ini bisa bersinergi dengan tokoh dalam buku dan dengan penulisnya, apalagi ketika ada kedekatan baik secara psikologis maupun geografis antara pembaca dengan penulis, maka asosiasi itu bisa semakin kuat. Ketika kesan yang dibangun tersebut berbeda dengan kenyataan, pembaca kecewa dan memilih sikap menjauh.

Tentu saja ini tidak berlaku bagi semua orang karena setiap pembaca memiliki cara berbeda dalam melihat karya dengan sosok pribadi penulisnya. Ada yang melihat penulis dengan kaca mata berbeda ketika menikmati karya-karyanya, tidak lantas menghakimi karya berdasarkan sikap kurang simpati penulisnya, baik yang dirasakan langsung maupun berdasarkan buku-buku yang ada atau pandangan kritis seorang kritikus.

Namun, mengingat pembaca buku adalah minoritas dibandingkan dengan penonton film, sudah selayaknya penulis membagi empati secara langsung ketika kesempatan itu ada—jadi tidak saja melalui karyanya—untuk membangun hubungan yang lebih interaktif dengan hati pembaca.




Buku wawancara terakhir dengan Gabo, panggilan akrab Gabriel García Márquez, bisa ditempatkan dengan pemikiran seperti di atas. Perjalanan hidup dan proses kreatif Márquez bisa didapatkan dalam buku ini, meski secara keseluruhan isinya tidak bisa dikatakan sebagai biografi yang mengupas seluruh rahasia hidup sang penulis, sebab buku biografinya sudah ditulis lebih lengkap oleh penulis Amerika Utara, Gerald Martin.

Memang terlalu singkat untuk bisa memahami Gabo dalam dalam 114 halaman. Namun, David Streidfeld sudah berusaha maksimal untuk menyunting bagian-bagian penting tentang Gabo yang belum beredar luas. Selain hasil wawancara sendiri yang dilakukan di Kota Meksiko (1993) dan Washington DC (1997), David juga merangkum hasil wawancara mutakhir beberapa wartawan lainnya.

Entah karena ingin memberi semacam penegasan (sulit menyebutkan sebagai lubang yang tak disadari), terdapat beberapa informasi yang disebutkan berulang dari hasil wawancara wartawan yang berbeda, antara lain tentang proses menulis Gabo yang hanya tiga tahun setelah menggunakan komputer dan tujuh tahun per buku ketika masih menggunakan mesin tik.

Pandangan Gabo tentang kemasyhuran dan kekuasaan yang membuat berjarak dengan realitas, juga muncul dua kali dari hasil wawancara wartawan yang berbeda. Gabo memaparkan tentang beberapa masalah yang dihadapinya sebagai dampak dari kemasyhurannya setelah memenangkan Kusala Nobel Sastra pada 1982 yang menurutnya sama dengan pengaruh kekuasaan. “Sayangnya, tak seorang pun percaya ini hingga mereka betul-betul merasakannya,” ungkap Gabo dalam wawancara dengan Plinio Apuleyo Mendoza (hal.69).

Pertanyaan yang lazim untuk seorang penulis juga hadir dalam buku ini, misalnya mana yang lebih mudah bagi Gabo, menulis novel atau cerpen. Gabo menjawab novel yang lebih mudah, dengan kalimat penegasan di belakangnya. Sayangnya, wartawan tidak mengejar lebih jauh mengapa novel yang lebih mudah.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sangat beragam mulai dari yang ringan seperti warna kesukaan Gabo, sampai yang bersifat filosofis. Para wartawan seolah ingin mengupas bagian terdalam dari sang penulis sekaligus menghindari pertanyaan yang sudah muncul dalam artikel sebelumnya. Ketika ada pertanyaan yang lebih segan-segan menyebutkan sudah ada dalam buku biografinya.

Keberanian David bertanya tentang kedekatan Gabo dengan Pemimpin Kuba, Fidel Castro, menjadi topik penting sebab banyak wartawan lain menghindarinya. Konon, ini menjadi isu yang tidak disukai Gabo, sama halnya ketika ia menolak berbicara tentang politik Kolombia ketika berada di luar negara tersebut. Sebaliknya, ketika David bertanya tentang Amerika Serikat, ia juga menolak berbicara tentang Amerika Serikat ketika sedang berada di negara adidaya itu.

Bagi penggemar Gabo, mengetahui bagian yang sangat pribadi tentunya memberikan nuansa berbeda dalam melahap buku-bukunya. Pembaca menjadi paham ternyata satu buku menjadi embrio bagi buku-buku yang lain. Makanya, Gabo membenarkan bahwa setiap penulis hanya memiliki satu atau dua buku saja, seperti dirinya yang memiliki Badai Daun dan Seratus Tahun Kesunyian, selebihnya merupakan pengembangan dari kedua buku tersebut.

Buku ini bisa diselesaikan dalam sekali duduk karena setiap informasi sudah dipadatkan. Penerjemahan yang menggunakan frasa keseharian seolah ingin mewakili karakteriktik Gabo yang tanpa basa-basi atau malah ingin membuat pembaca dekat dengan buku ini secara keseluruhan melalui bahasa yang cair.

Terlepas adanya belasan kesalahan pengetikan—bahkan nama editornya di kaver dan isi dalam berbeda (Streidfeld atau Streitfeld?)—banyak kejutan dalam buku ini yang membuat kekaguman kepada Gabo semakin bertambah. Ia menjadi semacam oksigen untuk menyelami samudra jiwa dan pemikiran realisme magis Gabo yang tak terbatas.[]






Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Menarik, kadang saya melihat hal ini sebagai bagian yang ingin disembunyikan oleh penulis. Mengenal penulis dan berinteraksi secara langsung kadang membuat stigma dan pikiran yang selama ini saya coba bangun melalui karya menjadi runtuh. Lebih baik mengenal karya dari pada mengenal pembuat karya jika pada akhirnya hanya akan membuat kecewa. Namun, tak jarang perjumpaan dengan penulis menjadikan seseorang semakin tergila-gila dengan karyanya.

Gabo adalah penulis besar. Banyak penggemarnya di seluruh dunia yang belum mengetahui beberapa infomasi dari buku ini. Setelah membaca buku ini, orang akan melihat Gabo dari sisi lain, bisa jadi tambah kagum atau malah biasa-biasa saja.

너의 언어를 읽을 줄 모른다. 그러나 보팅한다.

Congratulations, your post has been selected by the @tys-project curator to get UPVOTE. Continue to share your content using the #actnearn tag. We are here to support great content creators on the ActnEarn platform. Learn more about @tys-project at this link.

PicsArt_07-17-03.16.05.png
If you are interested in supporting us, please delegate Steem Power through this link 25, 50, 100, 250, 500, 1,000, 2,500, 5,000, 10,000.

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70601.40
ETH 3576.96
USDT 1.00
SBD 4.75