PENCIPTAAN PRIA DAN WANITA

Tuhan telah menciptakan dan menghadirkan wujud pria dan wanita untuk saling mengasihi, saling melengkapi dan saling tolong menolong diantara keduanya. Begitu pula Islam datang untuk pria dan wanita bersama-sama. Oleh sebab itu, tidak terbayangkan jika agama ini memeperlakukan wanita secara tidak adil, seperti yang dituduhkan para penuduh dan direka-reka para pendusta..

Keindahan dan keagungan yang dianugrahkan oleh Allah kepada wanita
sudah menjadi suatu kelaziman, namun tidak menutup kemungkinan bahwa
dengan keindahannya dituduhkan pula bahwa dari diri seorang wanitalah sumber
suatu kenistaan. Segala yang dilakukan bersifat menggoda, berbau kemaksiatan,
sumber fitnah dan masih banyak ha-hal yang cenderung menyalahkan keberadaan wanita.

Anggapan-anggapan negatif yang ditujukan kepada wanita bukanlah
karena bentuk fisiknya, namun bisa jadi karena keberadaan wanita dan
kedudukanyalah yang menimbulkan perbedaan persepsi bahwa kedudukan
seorang laki-laki dengan wanita berbeda. Hal ini didasari dari anggapan bahwa
kedudukan seorang laki-laki itu lebih utama dari seorang wanita (wanita dinomor duakan dari kedudukan laki-laki).

Kajian masalah wanita, menjadi topik yang masih hangat, seiring dengan
pembahasan hak-hak asasi manusia yang tidak hanya berimplikasi pada
permasalahan wanita itu sendiri tetapi masuk dalam dataran politik, ekonomi,
hukum bahkan berimbas pula pada pembahasan agama, termasuk Islam, hingga pada relung-relung keyakinan pribadi pada setiap orang.

Salah satu implikasi yang tidak terelakkan adalah isu ini berusaha membongkar dogma-dogma agama menentang sebagian ayat-ayat al-Qur’an, menghujat hadis-hadis dan melawan setiap ide penerapan hukum Islam dengan alasan ketidak layakan hukum itu dalam membentengi hak-hak wanita, bahkan jelas-jelas dianggap meminggirkan wanita.

Ibn Katsir menyebutkan tentang konsep penciptaan antara laki-laki dan
wanita, bahwasannya hanya konsep penciptaan wanita/ hawa yang tidak jelas dan terinci mekanisme penciptaannya. Asal penciptaan wanita yaitu Hawa pada
umumnya mengacu pada kata nafs dalam surat an-Nisa’[4]:1, al-A’raf[7]:189 dan
az-Zumar[39]:6. Dan yang paling popular adalah pada surat an-Nisa’[4]:1;

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
Telah menciptakan kamu dar yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.(QS. an-Nisa’ [4]:1).

Dari uraian ayat di atas, mayoritas ulama menggaris besari lafadz Nafs
Wâhidah sebagai induk penafsiran, yang mana lafadz tersebut menunjukkan
tentang penciptaan manusia dari jenis yang satu, yaitu Adam. Karena Adam
adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah, maka Allah menciptakan
makhluk yang berikutnya yaitu Hawa dari jenisnya Adam atau dari dirinya Adam,
yang dimaksud di sini adalah tulang rusuk. Penjelasan ini hampir mirip dengan
penjelasan yang ada dalam Kitab Perjanjian/dari ahli kitab Taurat.

Adanya kemiripan antara Kitab perjanjian dengan kitab Tafsir, bukan
hanya dugaan bahwa informasi yang diperoleh oleh mufassir ada pengaruh dari oang-orang ahli kitab (israiliat), akan tetapi hal tersebut dapat dipastikan oleh Ibn Ishaq bahwa informasi yang diterimanya adalah bersumber dari ahli kitab Taurat dan ahli-ahli ilmu (cendikiawan) yang berarti bernilai israiliat. Meskipun demikian, drama penciptaan Hawa yang dianggap israiliat tidak sekedar ijtihad dari para mufassir pribadi. Akan tetapi, cerita tesebut terekam dalam hadis yang akurasi dan faliditasnya dapat dipercaya. Sejauh mana keabsahan hadis tersebut jika dikaitkan dengan ajaran-ajaran lain dalam agama.

Salam
@evidayani