MAPALA (Mahasiswa Penikmat Alam)

Assalammualaikum ya ahlil steem...

"Bau-bau" bulan Puasa sudah terasa, Insya Allah sampai ke Ramadhan. Suasana, seakan-akan terasa entah bagaimana menggambarkannya namun yang jelas memang dapat kita rasakan bagi umat muslim. Walau sebenarnya suasana menjelang puasa lebih peka di daerah kaum muslim, tidak di kota-kota besar yang notabenenya sangat sibuk dan terkadang malah tidak terasa.

Teringat beberapa tahun kebelakang, semangat untuk menjadi pegiat lingkungan di lingkungan kampus. Bagaimana dahulu hari-hari dihabiskan untuk diskusi dan berkampanye untuk pelestarian alam. Entah kenapa hal itu dahulu sangat menyenangkan, namun sekarang seperti hambar dan konyol.

Dengan semangat anak muda, mempelopori event Hari Bumi di Kuta Raja, tanpa dana memadai namun event dapat berjalan. Modal cuma semangat saja namun entah kenapa kami terus melangkah dan mencapai itu semua. Boleh jadi Masyarakat Kuta Raja tidak perduli apa itu Hari Bumi (Earth Day), atau malah tidak tau menau.

Namun sekarang peringat Hari Bumi telah menjelma menjadi sebuah Festival tahunan, bakar lilin, lepas balon gas, dan berbagai macam seremonial lainnya, tentu saja kesemuannya itu akan di upload di medsos. Makna dari melestarikan Bumi tak terlalu dihiraukan, ya namanya juga Festival, habis acara yasudah habislah semua.

Semangat Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala sebagai pelopor Hari Bumi di Kuta Raja tak pernah muncul kembali. Semangat berkampanye melestarikan Alam, berbagi bibit pohon gratis, sampai kampanye penggunaan sepeda di Kuta Raja hilang termakan DPe murah kendaraan dari Leasing.

Berbicara mengenai Bumi dan Pelestarian Alam tak akan lepas dari dua hal, Hutan dan Air, berbicara dua hal ini akan menjadi "tolol" jika Pemerintah tidak mengerti dan tak mau mendukung. Penghancuran Hutan tidak lepas dari kebijakan Pemerintah memberi legalitas untuk penebangan hutan. Hutan hancur maka air pun akan musnah, masih ingat jargon "Ta Jaga Uteun, Ta Pelindong Ie" boleh jadi tak ingat atau tidak tau sama sekali, karena memang sudah beberapa tahun kebelakang.

Sekarang kita sudah mulai merasakan bagaimana air melimpah sampai ke dapur rumah kita tatkala hujan deras turun, dan kesulitan air saat kemarau tiba. Hutan sebagai "penampung air" tak lagi mampu menjadi regulator air bersih, mungkin anda belum merasakan, tetapi mereka sudah.

Jangan berbicara mengenai tambang-tambang dan polusi, masih sangat jauh. Jika rupiah berbicara maka hilang idealisme, seragam, dan jabatan. Namanya juga manusia ada yang perusak, ada yang biasa saja, ada yang baik pula. Sekarang tinggal bebas memilih mau menjadi tipe manusia yang mana.

Para Mahasiswa yang mengaku sebagai pecinta alam kini telah bertransformasi menjadi Mahasiswa penikmat Alam. Merasa hebat jika telah menaklukkan gunung ini dan gunung itu, merasa paling mencintai namun buang sampah saja masih sembarangan. Gunung dan hutan hanya dijadikan "Bondon" sebagai pelampiasan kenikmatan birahi.

Celoteh-celoteh lestarikan Alam telah menjadi festival tahunan penuh hura-hura. Celoteh Mahasiswa Pencinta Alam hanya gombalan tawar menawar harga bak menyewa kelamin. Ocehan ini pun hanya menjadi nasi yang telah berubah menjadi Lontong.

Buruj ck

Duduk ditangga 06/04/2019

[email protected]
🌐eSteem.app | 👨‍💻GitHub | 📺YouTube
✍🏻 Telegram | 💬Discord