Ami Masih Misteri

in #fiction5 years ago

os0l7n1f3f.png
sumber

Seperti biasa setelah menasehati dan memberiku beberapa lembar uang, Ami langsung menghilang lewat lorong kecil kampung Keulayu. Perihal dia kerap menghilang kian membuatku penasaran. Kemana sebenarnya Ami pergi? Di sisi lain aku bahkan berharap dia jangan pulang, dengan itu aku bisa bebas ongkang dan pergi ke mana saja. Selama ini, Kakek sudah jarang mencariku, barangkali Lelaki Tua Pemberani itu sudah mulai lelah. Rasa penasaran yang sering terhinggap membuatku menggebu untuk mencari tahu akan lakon hidupnya. Tokh, sudah seharusnya seorang keponakan yang nakal ini mengetahui status pamannya yang muncul tak tentu waktu. Pikirku.

Setelah menghabiskan beberapa batang rokok. Aku meluncur ke depot Muslem, meninggalkan mereka yang sedang menikmati asap mukjizat itu. Lelaki Berbadan Kurus itu lagi duduk termenung hingga sesekali dia mengantuk. Depotnya begitu sepi. Di dalam fiber yang ada hanya sebongkah es, tak ada seekor ikan pun di dalamnya. Dia terkejut di saat kakinya menginjak kucing yang kerap mencuri ikan di depotnya. Dan langsung matanya tersorot ke arahku setelah menyumpahi kucing yang senang mengusik bisnisnya. Pernah sekali ikan yang baru saja ia beli dari langganan tetapnya, dibawa begitu saja oleh kucing keparat itu.

Tikar pandan yang berdebu seakan tak mau bersih. Di kala angin bertiup, debu itu centang perenang menari-nari di atasnya.

“Dari mana saja kau?” tanyanya keras. Matanya masih merah akibat rasa ngantuk yang belum minggat.
“Dari rangkang Syarif.”

Aku duduk di atas tikar yang berdebu itu. Kemudian dia bergeser ke dekatku. Memperhatikan raut wajah dan mataku yang bernoda.

“Ehem…” Dia berdeham. Seakan begitu paham apa yang baru saja kulakukan.

Kurasa dia begitu mengerti. Profesi yang dulu ia keluti cukup menjadi pengalaman dalam mengamati orang-orang yang baru saja larut dalam fantasi daun kering itu.

“Rahman ada disitu?” dia kembali bertanya.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum tak tenang. Berharap mulut lebarnya tertutup di saat Ammi bertanya perihal ku.

“Tahukah apa kerja Ammi sekarang?” Aku langsung memasuki ke arah pembicaraan yang sudah membuatku menunggu sekian lama untuk tahu. Juga sembari menghilangkan jelitan matanya ke penampilanku.

Tubuhnya yang kurus itu mengempes. Selanjutnya dia mengerak-gerakkan hidungnya yang sedikit mancung seperti menghindari bau amis. Lantas menggeleng. Gerak tubuhnya bisa dipahami, lelaki ini sedang berbohong atau pura-pura tidak tahu.
“Kemana Ammi pergi? Dia jarang sekali kulihat berada di rumah?” Aku kembali bertanya sedikit menekan.
Lagi-lagi menggeleng. Mungkin dia telah berjanji dengan Ammi untuk tidak mengatakan kepada siapapun perihal lakunya itu walau kepada keponakannya sendiri. Lelah bertanya, dia masih menutup mulut.

“Ah payah…”

Lelaki itu hanya tersenyum senang seakan sengaja membuatku makin penasaran. Haruskah aku bertanya kepada Kakek? Ah! Barangkali Lelaki Tua Pemberani itu juga akan diam. Kepalaku yang masih pening berusaha membuka sedikit nalar yang kian menit kian sempit saja. Itu terasa, di saat kata-kata yang keluar terdengar lembut padahal aku tahu itu bukan berasal dari hatiku, melainkan pengaruh daun ekor tupai itu yang makin serong.

Beberapa saat kemudian. Terik sinar matahari menyengat. Sinarnya memantulkan ke pasir mengeluarkan kilatan dari butir-butir halus itu. Sering membuat mata perih kala melihat ke bawah. Bila tidak ada alas kaki, maka kakiku terasa terbakar seperti terkena bara. Di balai teduh. Kedua manusia renta itu duduk sembari menikmati tiupan angin yang sedikit menyejukkan. Lantas aku menghampiri mereka. Nenek langsung merangkulku seperti orang yang sudah lama berpisah. Tangan ringkihnya mengayun kipas sembari membaca hikayat Prang Sabi. Kakek juga asyik berpantun ria, sesekali tersenyum di kala melihat minatku mendengar suara serak mereka muncul.

“Kenapa Ami tidak pulang?” aku bertanya polos.

Mata mereka saling menatap. Seumur hidup, pertanyaan itu belum pernah keluar dari mulutku. Kemudian mereka diam. Kakek melanjutkan pantunnya sementara Nenek sambil mengusap rambutku membaca hikayat Prang Sabi yang menggetarkan itu.
Aku kembali bertanya perihal Ammi. Mereka hanya tersenyum, masih belum mau menjawab. Kenapa ini begitu rahasia? Entahlah.
“Tariq tanya sendiri pada Ami.” Kakek berucap. Dan melanjutkan pantunnya.

U5dtbQKKmfKuqu7QB1uxntFotPFr9Dq_1680x8400.jpg

Sort:  

Ami ouh ami... kemana lagi engkau kucari 😂

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

@mukhtarilyas, ammi di mana engkau berada, pulanglah segera ada yang menunggu. Selanat nakam pak @abduhawab. Lanjutkan

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by abduhawab (koffieme) from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.32
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66785.29
ETH 3229.75
USDT 1.00
SBD 4.30