Kisah Inspiratif: Wanita Tangguh Bertarung Melawan Kanker Payudara [Part 1]

in #fiction6 years ago

pinterest.com

Aisyah, lahir di Binjai 33 tahun yang lalu, merupakan anak ketiga dari lima orang bersaudara. Ia dan saudara-saudaranya berasal dari keluarga menengah ke bawah. Dari kecil, ia dan saudara-saudaranya diajarkan untuk mandiri. Mereka terbiasa berbagi tugas untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Bahkan, ketika mereka menginginkan sesuatu dari orangtuanya, mereka akan dengan sabar menunggu, hingga orang tua mereka bisa mengabulkan permintaan mereka.

Ia menghabiskan masa kecilnya di kota Binjai hingga akhirnya ia pindah ke Medan untuk melanjutkan pendidikannya ke Akademi Keperawatan. Pada awalnya, ia tidak pernah berifikir untuk melanjutkan sekolah di akper, malah ia ingin melanjutkan sekolah ke Akademi Pariwisata. Tetapi, ketika menamatkan bangku sekolah menengah atas, ia diajak salah seorang temannya untuk melanjut diakademi keperawatan. Ia pun berfikir dan akhirnya menyetujui hal tersebut. Ia meminta ijin kepada orang tuanya untuk melanjutkan ke akademi keperawatan.

Pada masa awal pendidikannya di akademi keperawatan tersebut, ia mengalami stress dan tidak betah. Tetapi, ia tetap bertahan hingga berhasil menyelesaikan pendidikannya. Ia pun bertemu dengan suaminya di tempat itu. Ia pun sekarang menikmati profesinya sebagai perawat. SA sekarang telah memiliki anak sebanyak dua orang. Anak yang paling besar adalah seorang laki-laki yang masih berusia sembilan tahun dan sedang menduduki bangku kelas tiga di salah satu sekolah dasar di kota Medan, sedangkan anaknya yang kedua adalah seorang perempuan yang masih menduduki bangku taman kanak-kanak. Suaminya bekerja di luar kota dan pulang sebulan sekali untuk menemui keluarganya.

Sekitar bulan April atau Mei tahun 2013, ia sedang menelfon ketika ia merasakan ada benjolan kecil di bawah ketiak kanannya disamping payudara. Langsung ia menelfon suaminya untuk berkonsultasi, dan suaminya menyarankan agar ia segera memeriksakannya. Karena perasaan takut, ia pun menunda melakukan pemeriksaan terhadap benjolan tersebut.

Kemudian, di awal bulan Juni 2013, ia merasakan benjolan tersebut sudah mulai berdenyut sekali-sekali. Ia menceritakan hal ini kepada teman-teman seprofesinya yang mengatakan bahwa kalau benjolan tersebut berdenyut berarti tidak berbahaya. Ia pun sempat merasa tidak khawatir terhadap benjolan tersebut. Tetapi, yang membuat ia khawatir adalah benjolan tersebut semakin keras, berdenyut, tidak mobile dan garis batasnya tidak jelas. Hingga bulan Oktober 2013, karena sudah merasa tidak nyaman, ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Dokter langsung mendiagnosa kalau benjolan tersebut adalah tumor dan tidak jinak. Dokter pun menyarankan untuk melakukan USG. Dari hasil USG didapati bahwa benjolan tersebut memang tumor walaupun cenderung tidak ganas. Ia pun membawa hasil USG untuk kembali berkonsultasi dengan dokter yang mengatakan bahwa dari hasil foto, benjolan tersebut merupakan kanker payudara dan harus segera dilakukan operasi masektomi untuk membuang semuanya dan perlu dilakukan kemoterapi. Ia pun melakukan operasi pada pertengahan bulan November 2013.

pinterest.com

Akhir bulan Desember, ia menjalani kemoterapi yang pertama. Ia merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Bahkan, beberapa hari setelah kemoterapi pertama selesai, ia dilarikan ke unit gawat darurat karena kurangnya cairan yang masuk disertai dengan mual dan muntah yang berkelanjutan. Ia tetap melanjutkan kemoterapi yang kedua. Pada kemoterapi yang kedua, kesulitan muncul ketika venanya sulit terlihat dan rasa sakit itu kembali dialaminya. Hal ini sempat membuatnya enggan untuk melanjutkan ke kemoterapi yang selanjutnya. Dengan dukungan dari orang-orang terdekatnya, ia kembali memutuskan untuk terus melaksanakan proses kemoterapi hingga selesai. Bahkan kemoterapi ketiga, yang membuat ia kemblai dilarikan ke unit gawat darurat, tidak menyurutkan semangatnya untuk terus menjalani pengobatan walaupun fisiknya sudah semakin lemah.

Kematian merupakan hal yang pertama kali terbersit di benak Aisyah ketika ia didiagnosa kanker. Sempat menunda pemeriksaan karena ia takut benjolan yang ia miliki benar kanker dan akhirnya ia juga didiagnosa kanker, memunculkan amarah pada dirinya sendiri. Sebagai seorang perawat, ia seharusnya segera memeriksakan diri begitu ia merasakan benjolan tersebut. Tetapi sebaliknya, pengetahuannya di bidang medis yang diikuti oleh rasa takut malah menahannya untuk segera memeriksakan diri. Akhirnya, hanya penyesalan lah yang muncul karena ia ternyata harus menjalani kemoterapi juga walaupun kanker yang ia derita masih berada pada stadium awal. Padahal, opsi kemoterapi mungkin bisa dihindari jika ia segera memeriksakan dirinya begitu ia merasakan adanya benjolan tersebut.

“Awalnya sih sebenarnya gak sadar ya kan, sekitar bulan empat ntah bulan lima itu kan, lagi nelfon di kamar, terasa gatal, pas diginikan, langsung teraba benjolan itu, sebelah kanan, pas di bawah ketiak ini tapi agak mendekati mammae, teraba, takut juga ya kan, tapi dia masih kecil ada teraba... siap nelfon, langsung nelfon suami, ceritakanlah ada terasa benjolan, dibilang suami periksakanlah, karena rasa takut tadi tu ga berani periksakan, cuman diceritain juga sama kawan-kawan kerja, periksa lah periksa... kemudian, sekitar bulan enam, kok kayaknya agak besar gitu, keras dia kan, udah lah mungkin ini gak papa, karena kan mulai dari bulan enam, mulai timbul rasa nyeri, sekali-sekali...”
“Eee, kalau sangkaan ke kanker itu sih, ada, memang ada, itulah makanya, kita kan karena kita kerja di medis ini, pasti pikiran kita menuju kesana terus ya kan, nanti tumor, tapi iyaa, kok dia gak mobile, kok dia keras, kok diam aja di tempat, kok batasnya gak tegas.. udah berfikir kesitu, terus setelah divonis, yaudah lah makin”
“Takut, takut hasilnya itu, ternyata memang itu juga toh hasilnya, kadangkadang timbul juga penyeselan, coba pas baru tau langsung gitu diperiksakan, pastii.. walaupun dimastek, tapi kan hasilnya pasti lebih terdeteksi awal, walaupun kata dokter yang sekarang ini masih stadium dua, cuman kan stadium dua pun ternyata harus kemo...”
“Mati pikirannya (tanpa berpikir panjang, langsung mengucapkan “mati” dengan nada tinggi dan mata membesar menatap peneliti, badan juga menjadi condong ke arah peneliti), aduh, udahlah nggak selamat lagi ini, itu aja pikirannya, mana anak-anak masih kecil, pikirannya pas pertama kali di vonis itu ya itu, mati lah, aduh mati, aduh nggak panjang umur, begini begitu, banyaklah segalam macam, cuman yang kepikiran tadi yah itu, padahal bukan kita yang ngatur semua itu, tapi itu lah, karena divonis penyakitnya bukan penyakit yang biasa, pikirannya udah langsung kesana saja..”
“Pernah awalnya, ya Allah kok harus aku ya kan.. iss, kenapa aku..”

pinterest.com

Benjolan yang semakin membesar dan rasa tidak nyaman lah yang pada akhirnya memaksa Aisyah untuk memeriksakan dirinya dan mengesampingkan rasa takutnya. Rasa takut itu muncul kembali ketika ia harus menghadapi opsi pengobatan yang disarankan oleh dokter yang menanganinya. Keputusan untuk melakukan operasi mastektomi (operasi pengangkatan payudara) untuk menghilangkan kankernya dan meminimalisir kemungkinan kanker akan muncul kembali di kemudian hari merupakan suatu keputusan yang sulit baginya.

Aisyah harus ikhlas untuk menghilangkan salah satu anggota tubuhnya yang merupakan simbol kecantikan bagi banyak wanita, apalagi dengan memperimbangkan usianya masih belum cukup tua. Untungnya, suaminya tidak berkeberatan dengan keputusan tersebut karena yang terpenting baginya adalah kesembuhan Aisyah. Keberadaan anak-anaknya yang masih kecil, yang belum mengerti mengenai penyakit yang diderita oleh ibunya, semakin menguatkan keputusannya untuk menjalani pengobatan.

Kesibukannya sebagai seorang perawat dan dukungan-dukungan yang ia dapat dari rekan sekerjanya berkontribusi untuk menghilangkan rasa takutnya terhadap pengobatan yang akan ia hadapi. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa mencapai kesembuhan, agar bisa mendampingi anak-anaknya hingga besar, menikmati hidupnya dengan suaminya serta terus melakukan aktivitas sebagaimana yang ia biasa lakukan sehari-hari. Hingga pada akhirnya, ketika menjalani pengobatan, ia menjadi ikhlas dengan apa yang dia alami, ia menganggap hal ini sebagai cobaan yang pasti dapat ia atasi, walaupun sebelumnya rasa takut dan tidak percaya terus membayangi dirinya.

Bersambung...

Wondering How Steemit Works, Read Steemit FAQ?

Sort:  

Hello @alfarisi, thank you for sharing this creative work! We just stopped by to say that you've been upvoted by the @creativecrypto magazine. The Creative Crypto is all about art on the blockchain and learning from creatives like you. Looking forward to crossing paths again soon. Steem on!

Thank you so much, I really appreciate it @creativecrypto

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64014.44
ETH 3064.06
USDT 1.00
SBD 3.86