Pikiranku melayang menembus atap-atap kelas, melayang jauh mencari seseorang, yang namun tidak ku temui seorangpun disana, siapa yang di maksud ustadz Jamal. Apapun jawaban, dan keputusanmu nanti, tentu ustadz Iqbal akan terima dengan lapang dada, tapi saya berharap kamu menerimanya. Mendengar nama yang di ucapkan ustadz Jamal, seakan batinku berteriak keras, hingga tidak seorangpun mendengar teriakanku, saking bahagianya. Perlahan aku menundukkan kepalaku, tanpa sadar aku tersenyum sendiri.

"Apakah senyum ustazah pertanda iya" ? Pertanyaan ustadz Jamal menyadarkanku dari angan-angan yang selama ini aku impikan. Inikah jawaban dari do'aku ya Allah ? Sungguh aku bersyukur kepada_MU, gerutuku dalam hati"
Sekali lagi aku tersenyum kepada ustadz Jamal, sebagai pertanda persetujuanku. "Alhamdulillah, baiklah ! saya akan menyampaikan jawaban bahagia ini kepada ustadz Iqbal

Laki-laki yang seumuran ayahku itu telah beranjak pergi meninggalkan aku di kelas. Sungguh hari ini, hari yang terindah dalam hidupku, do'a yang selama ini aku panjatkan kini mulai terbuka jalan.

"Kamu kenapa nak ? Tanya ummi, yang memperhatikan wajahku"
Kenapa apanya ummi ? Tanyaku balik, karena aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun"

Ummi perhatikan wajahmu sangat merona, apa kamu sedang berbahagia ? Tanya ummi sambil menyentuh daguku. Aku langsung memeluk ummi yang, sedari tadi berdiri di hadapanku. Emmm kenapa ? Ummi mengulus-ngulus kepalaku sebagai tanda kasih sayangnya.

Ummi.... ada seseorang yang ingin mengkhitbahku

Lalu ?

Yaaa, saya senang ! berarti doa saya terkabulkan ummi. Siapa laki-laki yang beruntung itu ? Perlahan aku melepaskan rangkulan ummi dan menciumnya, ustadz iqbal ummi, jawabku dengan sedikit malu-malu. Ternyata buah kesabaran itu manis, do'a ku terjawab.

"Semilir angin menyapa rindu❤ walau bisu tak bersuara❤ namun aku tau esok pagi pasti akan terbit mentari yang indah❤ menyapa daun-daun yang terikat di ranting pepohonan❤ sungguh sejuk bukan" ?❤

Setelah memarkirkan sepeda motorku, mataku langsung mencari insan yang selalu setia hadir dalam ingatanku, namun tak ku temukan dia di setiap sudut pandangku, aku menoleh kebawah tidak ada juga, rasanya tidak pernah dia absen dari kerjanya, tapi kenapa perasaan ini begitu menggebu.

Setelah membereskan barang-barang aku pun meninggalkan kelas menuju tempat parkiran, sungguh terkejut diri ini dengan apa yang aku lihat.
"Ustadz ! ia langsung menoleh pandangannya ke arahku"
"Nazira ! apakah ini milikmu ?" Ia menyerahkan buku yang ada di tangannya. Sungguh ini tidak pernah terduga ia hanya menyebut namaku, aku langsung mengambil buku yang ia berikan. Iya ustadz, sudah seminggu saya mencari buku ini, ustadz jumpa dimana ? Saya jumpa di lantai tangga, pas saya buka ada foto kamu, jadi pasti itu buku kamu. Terima kasih ustadz.

Nazira ! nanti malam, saya dan keluarga akan ke rumahmu memenuhi pertanyaanku tempo hari, apakah orang tuamu ada di rumah ? Tanya ustadz yang sangat to the point. Apa yang harus aku jawab, perasaan malu membalut diriku, bahkan untuk menatapnya saja tidak ada keberanian lagi.
"InsyaAllah, ada ustadz" jawabku dengan wajah masih tertunduk.
Nazira ! Mulai sekarang Panggil bang Iqbal saja, jangan pake' ustadz ya ? Terlalu kaku.
Iya tersenyum seakan kami sudah akrab, dan biasa ngobrol.

Pertemuan antara dua keluarga membuat jantungku ingin copot rasanya, malu dan rasa tidak percaya diri menjadi satu, kedua orang tua, abangku dan keluarga ustadz Iqbal duduk di ruang tamu, mereka saling berbincang dan sesekali terdengar suara ketawa kecil, entah apa yang mereka bincangkan.
Namun tiba- tiba ibu keruangan tengah menyuruhku membawakan minuman dan snack yang telah kami sediakan sebelumnya.

---

---

Source

Setelah menghidangkan minuman seala kadar, aku menyalami mereka satu persatu, kecuali ustadz iqbal. walau sudah saling kenal, namun kami belum pernah berjabat tangan.
Aku duduk dekat kakak iparku dan bersebelahan dengan ummi.

"Nak Nazira, masih kuliah ya ? Tanya ibu ustad Iqbal memulai pertayaan kepada ku. Iya bu, jawabku singkat, tentu saja dengan senyum tetap melekat di wajahku"

Jurusan apa nak ? Tambah bapak ustadz Iqbal. "Guru pak" iya hanya manggut-manggut mendengar jawabanku. Prody apa ? (prodi itu jurusan guru, ada juga kalau prodi, misal PAI, atau guru Bahasa Inggris), Lumayan kaget juga saat ustadz Iqbal menanyakan itu kepadaku. Bukankah kalian sering jumpa ? Kok masih nanya-nanya ? Tambah ibu ustadz Iqbal lagi. Setelah berbincang lama, kemudian mereka saling memutuskan dan menetapkan hari penikahan kami.

Sayup-sayup perasaan gundah hilang sudah, namun rasa gelisah tetap masih setia menemani, walaupun hari pernikahan sebulan lagi waktu itu sangat singkat bagiku. Aku terlalu sibuk dengan skripsiku dan sore hari masih tetap mengajar di TPA, tidak terasa hari akad tinggal seminggu lagi, ummi melarangku ngajar untuk beberapa bulan saja, dan melarangku keluar rumah.
Setelah malam yang membahagiakan itu, aku juga tidak pernah berjumpa dengan ustadz Iqbal.

Hari ini adalah hari terjawabnya doa-doaku, di mana laki-laki yang ku sebut namanya dalam doaku, sebentar lagi akan menghalalkan diriku melalui ijab qabul.

The end

Note: Tulisan original

Perhatian: Dilarang mengcopy tulisan, dan membagikan ke sosmed manapun, tanpa seizin pemilik akun, hormati hak cipta orang, dengan tidak menjiplak tulisan, lalu mengcopy, ide itu sangat mahal, dan tidak datang dengan sendiri, butuh insting kuat, dan usaha pantang menyerah untuk menemukan sebuah ide. jadilah Steemian kreatif, terimakasih

Sumber Inspirasi: Ruelliza

~Keep Writing~

Salam Sahabat Inspiratif