My Fiction Story: A Cup of Life #1

in #fiction6 years ago


Sumber

Waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru sekejap, namun ternyata sudah berlalu begitu lama. Begitu pula dengan perjalanan ini. Ternyata sudah lama aku meninggalkan Aceh, daerah berjuluk Serambi Mekkah. Namun kemana pun kaki ini melangkah, tetap saja merindukan atmosfernya. Untuk itu, aku kembali memenuhi rindu ku pada kota ku. Sebuah kota kecil di bibir pantai Selat Malaka, Lhokseumawe, namanya.

Salah satu keunikan yang sangat ku sukai dari kota ini adalah kesederhanaannya. Kota tanpa gedung megah yang menjulanh. Namun kota ini memiliki keunikan lain, keunikan yang menjadi ciri khas. Warung Kopi lebih disukai daripada mall di kota ini.

Namun jangan dikira warung kopi di sini seperti warung kopi pada jaman penjajahan Belanda. Warung kopi yang saya sebutkan ini semuanya difasilitasi dengan wifi berkecepatan tinggi. Para pengunjungnya juga beragam, mulai dari remaja, pegawai, pengusaha bahkan para pejabat.

Setiap warung kopi di sini saling bersaing satu sama lain dengan berbagai fasilitas. Tak heran para pengelola mampu membuat pengunjung betah menghabiskan waktu berjam-jam di sana.

Di luar itu, ada kekhususan lain di sini, Syariat Islam. Jadi jangan membayangkan Aceh hanya sesak dengan warung kopi. Di sini juga penuh dengan masjid. Begitu mudah menemukan masjid di Aceh. Di setiap jengkal kota ini memang dipenuhi dengan masjid.

Sebagai kota kecil, kota ini bebas dari kemacetan. Karenanya untuk menempuh perjalanan jauh sekali pun kita tak pernah ditakutkan dengan kamacetan yang berkepanjangan. Bukannya stres yang ditimbulkan akibat kemacetan, kota ini kita malah disuguhkan kebahagiaan karena bisa menikmati suasana dan pemandangan alam, khususnya hamparan sawah yang terbentang di kanan dan kiri jalan.

Oh ya, hari ini aku ingin sekali mengunjungi warung kopi. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Aku tiba di sebuah warung, The Royal Cafe. Aku suka dengan warung ini karena dekat sekali dengan masjid. Aku pun memilih duduk di tengah. Menghadap ke Masjid Baiturrahman, salah satu masjid besar di kota ini. Warung ini hanya berbatas jalan dengan masjid.

“Bang, tolong satu cappuccino dingin ya,”ucapku pada seorang waiter yang sudah standby di samping mejaku bahkan saat aku baru memilih tempat duduk. Pelayanan yang baik pikirku. Sejurus kemudian aku telah menghidupkan laptop dan segera berselancar di dunia maya dengan fasilitas wifi yang disediakan.

Sesekali aku melirik sekelilingku. Satu dua sibuk bercengkrama dengan teman semejanya. Namun lebih banyak yang terpaku pada laptop atau gadget masing-masing. Maklum saja, fasilitas wifi gratis terlalu sayang untuk disia-siakan.

Aku melirik meja di seberang mejaku. Tampak seorang pemuda sedang sibuk dengan gadget yang ada di tangannya. Dari ekspresi wajahnya sepertinya ia sedang bermain game. Namun fokusku bukan pada game yang sedang dimainkan. Melainkan pada gelas yang berada di depannya. Minuman yang dipesannya tadi sudah lama habis. Namun ia masih belum beranjak pulang. Beginilah kesenangan yang diberikan oleh pihak warkop kepada para pengunjung. Dengan segelas minuman saja mereka bebas pulang kapan pun mereka mau sembari menikmati fasiltas wifi.

“Cappuccino dinginnya mbak,” ucap seorang waiter kepadaku sembari meletakkan segelas cappuccino di atas meja.

“Terima kasih,” balas ku kepadanya. Ia pun beranjak pergi meninggalkanku yang masih sibuk dengan laptopku.

bersambung .....

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64106.00
ETH 3129.71
USDT 1.00
SBD 4.16