Warung kopi dan [fiksiku]

in #indonesia6 years ago

Dear stemians, masih setia di steemit kan? Beberapa jam kedepan kita sudah memasuki sahur pertama untuk melanjutkan dengan berpuasa esok hari. Dan semoga kita semua masih setia stay tune in steemit walaupun one day one post, dalam beberapa jam kedepan juga kita akan memasuki era lain dihati dan jiwa kita, tak boleh lagi ada dendam, hasat, hasut, iri hati,sirik dan dengki. Sebuah kesabaran benar - benar dipertaruhkan di bulan yang penuh maghfirah ini. Sahabat stemians seperti biasa malam ini jumpa kembali dengan postingan saya yang kesekian kalinya, dan ini adalah kali pertama kita jumpa di bulan suci ini.

image
Sumber

Berawal disuatu pagi yang indah,kala itu hujan lebat mengguyur Kota Lhokseumawe. Saya terperangkap di sebuah warung kopi langganan saya tanpa bisa melanjutkan perjalanan ke tempat cari rezeki. "Baiklah," batin saya seraya menyalakan perangkat on-line, "kalau di dunia nyata sudah tak bisa ke mana-mana, saya akan meluncur ke dunia maya." Lalu saya pun terbang. Melayang jauh sampai ke rimba steemit

Sedangkan para pelanggan di sekeliling saya yang tidak membuat akun media sosial di internet, mereka tetap terperangkap dalam warung dengan wajah muram karena bosan menanti hujan yang tak reda-reda. Lalu satu-dua di antara mereka mencomot koran dan mulai melumat semua tulisan tanpa ada yang tertinggal, semua berita dan artikel sudah habis dibaca, kini mereka mulai membaca semua iklan baris. Sedangkan beberapa yang lainnya mulai menenggelamkan diri dalam obrolan politik.

Pokoknya, dalam situasi terperangkap dan tidak bisa berbuat apa-apa, setiap orang harus melakukan sesuatu. Hengkang ke dunia maya. Menenggelamkan diri dalam obrolan politik. Membaca habis iklan baris. Semua itu adalah demi menyelamatkan diri dari kebosanan. Agar akal sehat tetap terkawal

Kemudian hujan pun reda. Saya kembali ke alam nyata. Yang lain kembali ke kehidupan sewajarnya. Namun ketika semua hendak beranjak dari warung, rrrrrrrrrrrrrrrr, hujan turun lagi. Saya segera menyelusup lagi ke dunia maya. Yang lain segera menyambung lagi obrolan politiknya. Beberapa yang lain segera mencomot koran. Membaca iklan baris.
Lalu tiba-tiba saya teringat pada masa konflik Aceh-Jakarta. Bertahun-tahun kita terperangkap dalam situasi itu. Bertahun-tahun kita tak bisa berbuat apa-apa. Bertahun-tahun kita tak bisa ke mana-mana. Dan setelah konflik berakhir, sejumlah kecil dari kita segera kembali ke kehidupan sewajarnya sekaligus mendapatkan syafa'at-syafa'at yang membuat hidup mereka lebih indah dari sebelumnya. Sedangkan kebanyakan yang lain tetap harus menjaga akal sehatnya dengan terus membaca iklan-iklan baris

image

Warung kopi adalah kuil tempat kita memuja berhala yang bernama Dewi Sosialita. Di kuil ini aplikasi system berpikir kolektif diupdate tiap menit sehingga sang ummat selalu merasa diri bagian tak terpisahkan dari ritual penyatuan persepsi. Warung kopi adalah kamp konsentrasi tempat kita dijajah oleh ketakutan untuk tampil beda, mandiri, dan individualistis

Masa keterjajahan yang panjang yang berawal dari 1873 mengajari kita bahwa, sendiri itu berarti mati. Dan warung kopi adalah ruang publik (berbayar namun pengunjungnya dimanjakan) yang menjamin setiap individu nyaman dengan keyakinan bahwa dirinya dalam keadaan siaga secara berkelompok.

Warung kopi adalah tempat di mana kita menyerahkan para isteri untuk tetap yakin bahwa suami-suami mereka sedang bertaqwa di kuil konsolidasi, sosialisasi dan koalisi tanpa alasan untuk dicemburui.

Warung kopi adalah tempat kita menyerahkan anak-anak pada keyakinan bahwa ayah-ayah mereka sedang melindungi mereka dari berbagai kemungkinan serangan oleh para musuh yang tak pernah diketahui sosoknya

Warung kopi adalah tempat kita membelai-belai kegoblokan diri-sendiri dengan klausa "kami adalah bangsa yang selalu haus informasi". Warung kopi adalah tempat kemalasan diwarisi dari generasi ke generasi.

Dan ketika turis-turis asing datang ke warung kopi, kami bangga bahwa betapa kagumnya mereka pada kami yang selalu ramai di warung kopi. Padahal sesungguhnya mereka sedang mengasihani suatu bangsa bermental kalah-terjajah yang tak berani lagi menjalani hari-hari dalam keadaan sendiri

image
Sumber

Jika ada yang berencana bantah dengan apologi bahwa Harry Potter justru dilahirkan di warung kopi. Agaknya itu bukan warung kopi sosialiti, tapi warung kopi tempat J.K. Rowling menyendiri untuk merenung dan menuliskan semua keliaran imajinasi. Maafkan aku, Toke insa. Aku tidak singgah lagi di warung kopimu bukan lantaran di sini asam lambung dibumbung untuk tegak berdiri, bukan pula lantaran prinsip-prinsip yang penuh ironi itu, tapi semata-mata dan hanya semata-mata lantaran bon yang sudah setebal jari belum mampu kulunasi
image


![image]()
Sort:  

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by aris from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64418.55
ETH 3157.64
USDT 1.00
SBD 4.06