SUNYI, SENDIRI, SEPI LALU MATI, AKANKAH?

in #indonesia6 years ago (edited)

image

Mak bukan maut yang menggetarkan hatiku, tetapi hidup yang tidak hidup karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya...

WS. Rendra.

Bait puisi di atas merupakan potongan karya WS. Rendra berjudul "Ma". Lantas ada apa dengan potongan puisi itu? Tentu saja sebuah puisi lahir dari keresahan penyairnya. Sebuah keresahan laten yang harus segera dimuntahkan. Muntahan itu berupa kata yang mengandung makna.

Kata "Mak"(artikulasi suara) yang mengawali rangkaian kata-kata berikutnya dalam bait di atas sudah terasa magis. Mak atau Ibu atau mama, uni dan sebagainya adalah panggilan sakral bagi seorang anak. Surga berada di telapak kaki Ibu, seperti inilah agama me-warning kita. Lantas ada apa dengan "Ma" sehingga mendapatkan tempat sedemikian istimewa.

Baiklah, saya yakin bahwa kita semua memiliki kesan dan kenang yang mendalam terhadap ibu kita. Kesan tersebut tentu saja bukan tidak beralasan justru bagi saya sangat memiliki aneka ragam alasan.

Salah satu alasan terkuat dan tak mungkin kita balas walau berdarah-darah sampai dengan sekarat adalah saat kita berada selama sembilan di dalam kandungan.

Jangan Anda bayangkan bagaimana susahnya mengandung lebih baik praktikkan, dengan cara apa? Mudah, ambil sebuah bola lalu taruh dalam perut Anda dan jangan pernah Anda lepas bola tersebut selama tiga bulan saja. Biarkan bola itu menemani hari-hari Anda beraktivitas. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Anda semua tidak akan sanggup melakukan hal itu.

Satu hal di atas sudah sangat cukup sebagai bukti betapa ibu memang wajib kita muliakan. Maka sangat wajar jika keluh kesah dan kesulitan yang kita hadapi dalam hidup bisa tuntas ketika kita bisa mendapatkan doa dan ridhonya. Karena Ibu adalah sumber kehidupan kita.

Maut bukanlah suatu yang menakutkan dalam kehidupan karena yang lebih menakutkan adalah kita sebagai manusia yang kehilangan daya dan fitrah (hidup).

Seseorang yang tidak bisa menghargai perempuan dia tidak akan bisa menghargai hidupnya, apalagi menghargai bangsa dan negaranya. Lantas apa hubungan antara konsepsi penghargaan terhadap ibu dengan kehidupan berbangsa dan bernegara?

Hubungannya terletak pada kesamaan antara keduanya. Kesamaan itu berada pada titik feminimnya. Menyoal bangsa adalah menyoal budaya dengan seluruh dimensi dan cakupannya. Budaya kental kaitannya dengan alam dan alam sifatnya feminis. Sementara itu, menyoal negara adalah menyoal tata aturan dan perundang-undangan yang sudah disepakati bersama dalam hidup bernegara. Dan berbicara terkait hal itu, dalam konsep bernegara kita mengenal istilah "Ibu Kota".

Kembali kepada daya dan fitrah (hidup) kita sebagai manusia yang memiliki ibu dan sebagai manusia yang berbangsa dan bernegara. Pertanyaan berikutnya adalah dimanakah daya dan fitrah kita sebagai bangsa dan negara yang konon katanya besar, berbudaya, beradab dan beragama? Sehingga terdengar denyut ketakutan yang abai pada kematian dari goresan WS.Rendra.

Masihkah daya dan fitrah itu ada, jika ada dimanakah letaknya hari ini? Kalaupun sudah terkikis, masikah dia tersisa, jika masih tersisa dimanakah letak irisan itu?
Aku, kau, kalian dan kita semua masihkah memiliki daya dan fitrah (hidup) dalam melakoni kehidupan hari ini?

Kopi hitam.

Sort:  

Sunyi, Sepi boleh-boleh saja Tapi jangan Sampe mati Ya. Hehheeh

Salam steemian kawan.

If You Like To Post Photography, Then Upload Photo On FotoBay And Some Upvotes

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66038.71
ETH 3178.89
USDT 1.00
SBD 4.05