Series #Mosque-29 (The End): Tgk Di Anjong Mosque and Tracks Holds "Porch Mecca" For Aceh

in #indonesia6 years ago

image

Friends of Steemian, by saying Alahamdulillah, today we arrived at the 29th series which is the last series of journeys from the mosque to the mosque that we browse for month # Ramadhan 1439 H. In this last series we try to catch a glimpse of Mosque Tgk Di Anjong and traces of mystery a Yemeni origin.

The mosque is located in Peulanggahan Village, Koeta Radja Sub-district, Banda Aceh City. This mosque was founded in the 18th century by a scholar who comes from the Arabian peninsula, precisely from Yemen, named Al Qutb - Al Habib - Sayyid Abubakar bin Husain Bilfaqih.

The cleric who is also a merchant from Yemen came to Aceh to spread Islam as well as trade and founded the Mosque in the Peulanggahan area. For his dedication in Islamic religion, the local community gave him the title "Teungku Di Anjong". This is a title of honor, where Di Anjong means the one in flattering or glorify.

There is also a story that tells Sayyid Abubakar bin Husain Bilfaqih a fisherman who has no property anymore. Thus, he who had been placed in the honorable room at his wife's house, then moved to a less well that is in one corner of the house which is named Anjong.

Despite being "exiled", his family still make a living or supplies (shopping). Because it can not stand the humiliation. Sayyid carried a package which he filled with stones. However, upon arriving home, it turns out the contents of the bundle has become gold. And since then, he is considered sacred.* Wallahualam.*

Now, on the left side of the mosque there is a tomb Teungku Di Anjong side by side with the tombs of his family and the scholars of Arab origin earlier. The existence of this tomb makes Teungku Di Anjong mosque not only as religious tourism sites but also historical tourist sites.

Tgk Dianjong Mosque was founded on a square-shaped foundation, with a size of 14.80 x 9.20 m and height 16 m. In addition, there is also a room measuring 166 x 166 cm and 177 cm high, which is used to place the imam leading prayers in congregation (mihrab).

The mosque has a roof overlap and double decomposes upward. On the front side of the building is a porch that is part of the mosque's main building. The mosque already has a ceiling made of plywood so that air is not free in and out of the roof vents overlap.
image

In the yard of the mosque there is also a tidal monument of tsunami water to commemorate the tsunami event. On the right side of the mosque, another tomb-shaped inscription was built that captured the names of Peulanggahan communities lost by the tsunami.

At a Glance, Tengku Di Anjong Mosque has a Javanese architectural style. Where, the roof of the mosque is made terraced without dome. This mosque is very historic in the struggle for Indonesian independence in Aceh. Where, there is literature that mentions that this mosque was used by national hero from Aceh Teuku Umar, to "swear" while undercover with the Dutch Army.

After the tsunami that hit Aceh on December 26, 2014 ago, the mosque is increasingly visited by tourists who come from Persia, Malaysia, Jakarta, or Medan for pilgrimage. This right is because, Teungku Di Anjong is a great scholar who lived during the reign of Aceh Sultan Alauddin Mahmud Syah, 1760 - 1781 AD

The coronation of the name Teungku Di Anjong is a title conferred with Teungku's expression "Dianjong" which means flattered or glorified. In other versions it is also said that the title of Teungku Di Anjong is given because this scholar spent much worship with prayer, remembrance, shalawat and reading ratib in the three-story mosque platform.

He is known as the ulama of Sufism, also acts as a religious cleric and has guided the pilgrims to pilgrims from within the sultanates of Aceh, Sumatra, Java, and even pilgrims from the Malay Peninsula who will perform the pilgrimage through Aceh.

To solve the history of Islam in Banda Aceh, Peulanggahan people still keep the mosque's shape as it once was. The mosque and tomb was re-built by BRR Aceh in 2009 with a concrete structure, but still keep its initial shape with additional facilities such as asphalt courtyard and ablution site.

The status of this mosque building land is wakaf land area of ​​4 Ha site. Before the founding of the mosque, the cleric first used his home (Rumoh Cut - a small house) which was very simple as a place of study and boarding for his students who deepened the religion of Islam and spent the night there.

Due to the rapid development, his house could no longer accommodate his students. Finally he founded a mosque that is not only functioned as a place of worship, but also used for deliberation, the importance of pengajian, and others.

In the area of ​​Masjid Teungku Di Anjong formerly also built a kind of dormitory to accommodate the pilgrims known by the community as Rumoh Raya. It can be said that the title of Aceh Serambi Mecca is closely related to the role of Tengku Di Anjong in guiding the Hajj pilgrims who received the support of the kingdom of Aceh at that time.

before I end the adventure mosque in Aceh and this archipelago, I (@catataniranda) apologize if there is a deficiency in the presentation for 29 days. And the infinite thanks for all the faithful (reader) follow in the footsteps of one mosque to another mosque in Aceh.

last, I recited during Eid al-Fitr 1439 H, sorry to be born and inner. [some of this writing is taken from the book "7 Reasons Why You Should Go to Banda Aceh" by Iranda Novandi]

Warm regards
Lamsayeun, June 14, 2018
@catataniranda
image

image

image

Serial #Masjid-29 (Tamat): Masjid Tgk Di Anjong dan Jejak Gelar "Serambi Mekah" Bagi Aceh

Sahabat Steemian, dengan mengucapkan Alahamdulillah, hari ini kita tiba pada seri ke 29 yang merupakan seri terakhir dari perjalanan dari masjid ke masjid yang kita telusuri selama bulan #Ramadhan 1439 H. Pada seri terakhir ini kita coba melihat sekilas masjid Tgk di Anjong dan jejak misteri seorang asal Yaman.

Masjid ini berada di Desa Peulanggahan, Kecamatan Koeta Radja, Kota Banda Aceh. Masjid ini didirikan pada abad 18 Masehi oleh seorang ulama yang berasal dari jazirah Arab, tepatnya dari Yaman, yang bernama Al Qutb - Al Habib - Sayyid Abubakar bin Husain Bilfaqih.

Ulama yang juga saudagar asal Yaman ini datang ke Aceh untuk menyebarkan Agama Islam sekaligus berdagang dan mendirikan Masjid di kawasan Peulanggahan. Atas didikasinya dalam penyebara Agama Islam, masyarakat setempat memberinya gelar "Teungku Di Anjong". Ini adalah gelar kehormatan, dimana Di Anjong berarti yang di Sanjung atau di Muliakan.

Ada juga cerita yang mengisahkan Sayyid Abubakar bin Husain Bilfaqih merupan seorang nelayan yang tidak mempunyai harta apa-apa lagi. Sehingga, beliau yang tadinya ditempatkan di ruang terhormat di rumah istrinya, kemudian dipindahkan ke tempat yang kurang baik yakni di salah satu sudut rumah yang diberi nama Anjong.

Meskipun telah “diasingkan”, keluarganya tetap meminta nafkah atau bekal (belanja). Karena tidak tahan atas penghinaan tersebut. Sayyid membawa satu bungkusan yang diisinya dengan batu. Namun, saat tiba di rumah, ternyata isi bungkusan tersebut telah menjadi emas. Dan sejak saat itulah, ia dianggap keramat. Wallahualam.

Kini, di sisi kiri masjid terdapat makam Teungku Di Anjong berdampingan dengan makam-makam keluarganya dan para ulama asal Arab terdahulu. Keberadaan makam ini menjadikan Mesjid Teungku Di Anjong bukan hanya sebagai situs wisata religi tetapi juga situs wisata sejarah.

Masjid Tgk Dianjong didirikan di atas pondasi yang berdenah bujur sangkar, dengan ukuran 14,80 x 9.20 m dan tinggi 16 m. Selain itu, juga terdapat ruang berukuran 166 x 166 cm dan tingginya 177 cm, yang digunakan untuk tempat imam memimpin shalat berjamaah (mihrab).

Mesjid tersebut mempunyai atap tumpang dua dan bersusun semakin mengecil ke atas. Pada sisi paling depan bangunan tersebut terdapat serambi yang merupakan bagian dari bangunan induk mesjid. Mesjid tersebut sudah memiliki langit-langit yang terbuat dari triplek sehingga udara tidak bebas keluar masuk dari ventilasi atap tumpang.

Di pekarangan masjid juga terdapat tugu tinggi air tsunami untuk mengenang peristiwa tsunami. Di sisi kanan masjid, dibangun sebuah prasasti lain berbentuk makam yang mengabadikan nama-nama masyarakat Peulanggahan yang hilang dibawa tsunami.
image

Sekilas, Masjid Tengku Di Anjong memiliki gaya arsitektur Jawa. Dimana, atap masjid dibuat bertingkat-tingkat tanpa kubah. Masjid ini sangat bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di Aceh. Dimana, ada literatur yang menyebut bahwa masjid ini pernah digunakan oleh pahlawan nasional asal Aceh Teuku Umar, untuk “bersumpah” saat menyamar ikut bersama Tentara Belanda.

Pascatsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2014 silam, masjid ini makin banyak dikunjungi para wisatawan yang datang dari Persia, Malaysia, Jakarta, atau Medan untuk berziarah. Hak ini dikarenakan, Teungku Di Anjong adalah seorang ulama besar yang hidup pada masa kerajaan Aceh Sultan Alauddin Mahmud Syah, 1760 - 1781 M.

Penobatan nama Teungku Di Anjong adalah gelar yang dianugerahkan dengan ungkapan Teungku yang “Dianjong” yang berarti disanjung atau dimuliakan. Dalam versi lain juga dikatakan bahwa gelar Teungku Di Anjong diberikan karena ulama ini banyak menghabiskan ibadah dengan shalat, berzikir, shalawat dan membaca ratib di anjungan masjid yang bertingkat tiga.

Beliau dikenal sebagai ulama tasawuf, juga berperan sebagai ulama fikih dan telah membimbing manasik haji bagi calon-calon jamaah baik dari dalam wilayah kesultanan Aceh, Sumatera, Pulau Jawa, bahkan juga jamaah dari Semenanjung Malaya yang akan menunaikan ibadah haji melalui Aceh.

Untuk meletarikan situs sejarah Islam di Banda Aceh, masyarakat Peulanggahan masih tetap menjaga bentuk bangunan masjid tersebut seperti sediakala. Masjid dan makam ini kembali dibangun oleh BRR Aceh pada tahun 2009 dengan struktur beton, namun tetap menjaga bentuk awalnya dengan tambahan sarana lainnya seperti halaman aspal dan tempat wudhu.

Status tanah bangunan masjid ini adalah tanah wakaf seluas situs 4 Ha. Sebelum mendirikan masjid, ulama ini terlebih dahulu memanfaatkan rumahnya (Rumoh Cut - rumah kecil-) yang sangat sederhana sebagai tempat pengajian dan asrama bagi murid-muridnya yang memperdalam agama Islam dan bermalam di sana.

Karena perkembangannya semakin pesat, rumahnya tidak mampu lagi menampung murid-muridnya. Akhirnya beliau mendirikan masjid yang bukan hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, tetapi juga dimanfaatkan untuk bermusyawarah, kepentingan pengajian, dan lain-lainnya.
image

Di kawasan Masjid Teungku Di Anjong dahulunya juga dibangun semacam asrama untuk menampung jemaah haji yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Rumoh Raya. Bisa dikatakan bahwa gelar Aceh Serambi Mekah sangat erat kaitannya dengan peran Tengku Di Anjong dalam membimbing jamah haji yang mendapatkan dukungan kerajaan Aceh pada masa itu.

sebelum saya akhiri petualangan masjid di Aceh dan nusantara ini, saya (@catataniranda) menyampaikan pemohonan maaf bila ada kekurangan dalam penyajian selama 29 hari ini. Dan terimakasih yang tak terhingga bagi semua pihak (pembaca) yang setia mengikuti jejak dari satu masjid ke masjid yang lain yang ada di Aceh.

Terkahir, saya mengucapkan selama Idul Fitri 1439 H, Maaf lahir dan bathin.[sebagian dari tulisan ini diambil dari buku "7 Alasan Mengapa Harus ke Banda Aceh" karya Iranda Novandi]

salam hangat
Lamsayeun, 14 Juni 2018
@catataniranda

Coin Marketplace

STEEM 0.32
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64664.11
ETH 3166.18
USDT 1.00
SBD 4.11