Komunikasi Membutuhkan Rasa

in #indonesia6 years ago (edited)

ILUS2.jpg

Foto ini saya ambil ketika presentasi makalah psikologi komunikasi sosial

"Komunikasi membuat kita ada"

"Memberi adalah komunikasi yang baik"

Dua kalimat di atas merepresentasikan bahwa komunikasi adalah hal yang paling urgen dalam kehidupan kita. Komunikasi bisa menjadi senjata mempererat suatu hubungan, sebaliknya gara-gara komunikasi pula bisa menyebabkan konflik yang berkepanjangan.

Dalam mempelajari ilmu komunikasi, tentu tidak bisa lepas dari psikologi, atau disebut psikologi komunikasi. Membahas soal psikologi komunikasi adalah bicara soal rasa. Ketika sebuah pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan tentu mengandung rasa di dalamnya.

Sebagai contoh, ketika kita memanggail orang saja, beda nada beda pula makna yang ditafsirkan. Begitu juga ketika berjumpa dengan seseorang, pada umumnya kebanyakan orang suka pujian, coba puji lawan bicara Anda, tentu pujian yang sesuai konteks, Anda akan diperlakukan dengan baik.

Namun, terkadang psikologi komunikasi ini tidak hanya dimiliki oleh sarjana komunikasi saja, bahkan ada orang-orang tertentu tanpa belajar khusus di kampus ia menguasai ilmu tersebut. Setiap kita bicara dengan tersebut selalu membuat kita nyaman. Sebaliknya, ada juga bahkan dosen komunikasi sekalipun ketika kita berkomunikasi membuat kita kesal.

Dalam tulisan yang singkat ini penulis ingin menunjukkan sebuah contoh lain yang pernah saya alami. Lucunya, orang tersebut merupakan salah seorang dosen komunikasi di sebuah universitas negeri.

Waktu itu pada sebuah pertemuan komunitas, tempat para anak muda kreatif berkumpul. Saya mendengar beberapa kali moderator menyebutkan namanya. Tak sungkan moderator mempromosi orang tersebut sebagai dosen komunikasi yang sudah senior di komunitas tersebut.

Hari itu pun berlalu, saya penasaran ingin menyapa dan berkenalan dengan Bapak itu. Keinginan saya punya alasan, karena kami sama-sama mempelajari ilmu komunikasi. Dibanding dirinya, saya masih junior, saya ingin berteman dengannya, siapa tahu bisa mendapatkan ilmu baru.

Pada pertemuan komunitas selanjutnya, saya melihat lagi Bapak tersebut. Saya terbesit dalam hati bahwa kali ini saya punya kesempatan memberanikan diri menyapanya. Begitu selesai acara, saya mendekatinya.

Saya yakin, saya akan mendapatkan ilmu baru dan pasti enak berkomunikasi dengannya.

“Bapak dari kota pulan dan universitas pulan? (tak bisa saya sebutkan nama tempatnya),” tanyaku.

“Ia, benar, kenapa, dik?”sahutnya.

Spontan saya perkenalkan diri saya. Bahwa saya dari sebuah kampus yang berbeda dengannya. Namun saya mengutarakan bahwa kami memiliki keilmuan yang sama. Dengan demikian, harapan saya kami menjadi dekat karena punya kesamaan.

Namun jawabannya membuat saya sontak. Entah saya yang salah berkomunikasi atau memang dia begitu sifatnya. Ia langsung mengatakan keilmuan kami berbeda. “Komunikasi kalian dengan yang kami pelajari berbeda, walaupun orang bilang sama,” katanya dengan nada terkesan angkuh. Terkesan keilmuan yang dia pelajari lebih hebat dari yang saya pelajari.

Aku langsung terpikir, apa yang membuat si dosen komunikasi ini mengatakan seperti itu. Aku coba menebak-nebak, apa karena ilmu komunikasi yang saya pelajari adalah ilmu komunikasi Islam (dakwah) membuat dia berpandangan seperti itu?

Padahal dari segi kualitas kampus, lebih besar kampus tempat saya kuliah. Dari segi jurusan dengan jurusan tempat dia mengajar juga lebih tua jurusan di kampus saya.

Mendengar responnya agak ketus begitu, saya langsung pamit pergi dari hadapannya. Saya tertawa sendiri, rupanya seorang dosen komunikasi yang tak paham rasa komunikasi. Sebenarnya ia bukan orang pertama orang-orang komunikasi yang tak komunikatif yang saya temui.

Di kampus juga banyak dosen yang mengampu mata kuliah strategi komunikasi tapi tak memahami strategi tersebut, banyak orang mengajar psikologi komunikasi tapi sifatnnya membuat kita kurang simpatik, dan ada pula yang katanya ahli komunikasi tapi kaku saat berinteraksi dengan lawan bicara.

ILUA.jpg

Ilustrasi orang-orang sedang berkomunikasi di warung kopi

Kembali ke kasus saya dengan dosen komunikasi tadi, saya coba telusuri jejaknya melalui mahasiswa yang pernah ikut mata kuliah dengannya. Beberapa di antaranya mengaku Bapak tersebut memang orang yang nyinyir. Banyak mahasiswa tidak suka belajar dengannya. Semoga kita dapat mengambil hikmah bahwa setiap kalimat yang kita keluarkan, cuba kita rasa-rasa, apakah akan menyakiti yang menerima atau tidak.

Maka benarlah istilah “Pikir dulu sebelum bicara, bukan bicara dulu bari berpikir” jika “Bicara dulu baru berpikir”yang kita terapkan, maka kita akan celaka. Karena kalimat yang sudah diucapkan tak bisa ditarik kembali, sama seperti busur yang sudah dilepaskan tidak ditarik kembali.[]

Thanks for visiting my BLOG

new hayat.jpe

Sort:  

Yang kita diskusikan kok nggak ditulis 😄😄

Nanti ada judul lain lagi..

Ooo baiklah...

Zungguh ispiratip...

Therhimha khashih.

Loading...

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64107.21
ETH 3073.84
USDT 1.00
SBD 3.88