SIAPA YANG BERMAIN DENGAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

Selamat malam sobat steemians, malam ini saya ingin mengajak steemian untuk menganalisis tentang kejadian-kejadian yang ada disekitar kita, terutama keadaan selama ini yang melanda negri aceh tercinta, kejadian demi kejadian yang terpampang didepan mata seolah kita hidup dibawah kolonial zaman panjajahan, satu persatu kekhususan kita dipangkas, seolah kita harus selalu mengemis pada yang kuat, itulah kehidupan berdemokrasi yang sedang dimainkan oleh para elit-elit parlemen yang ada di negara kita, salah satunya tentang formalisasi syariat islam kedalam sistem demokrasi.

_{sumber gambar}

Masyarakat aceh meminta syariat islam tegak di aceh bukan untuk dikonstitusionalisasi, birokratisasi atau pelembagaan itu tidak ada dalam imajinasi masyarakat tradisional, ide-ide demikian adalah milik mereka yang bersentuhan dengan lembaga negara beserta tetek bengeknya.

Formalisasi syariat islam itu kerjaannya orang-orang muslim modern khususnya para akademisi. Merekalah yang punya gagasan, imajinasi, ide dan pengalaman dengan kelembaga negaraan, ide-ide semacam itu tidak ada pada masyarakat dan dayah.

Apalagi dayah, mereka tidak punya urusan dengan negara beserta segala perangkat teknisnya. Mau kesultanan kek, mau keresidenan, mau nippon atau republik beserta segala perangkat teknisnya.

Dayah tetaplah dayah, tidak ada urusan dengan arus administrasi modern, prosudur, sistem dan mekanisme maupun konstitusi kelembagaan negara. Hanya dayah yang benar-benar dekat dengan dekat dengan masyarakat.

Sehingga formalisasi syariat itu tidak bisa dikaitkan dengan dayah. Dayah beserta masyarakat aceh secara umum, khususnya yang tinggal di kampung - kampung tidak terlibat dalam perlembagaan syariat islam, itu gawennya para akademisi.

_{sumber gambar}

Masyarakat Aceh inginnya syariat islam tegak di bumi serambi mekah, bukan syariat islam dikonstitusikan. Jadi kalau ada pihak yang ingin komplen dengan pelaksanaan syariat islam yang sedang dijalani sekarang maka silahkan berkonsultasi dengan mereka para akademisi, karena merekalah para arsiteknya, yang merancang dan melahirkan ide syariat islam secara konstitional.
Para akademisi jugalah yang menafsirkan keinginan masyarakat aceh terhadap kebebasan pelaksanaan syariat islam dalam bentuk legal formal. Mereka terlalu jauh melangkah atau kepedean dalam memahami masyarakat aceh, sehingga seenaknya menafsirkan masyarakat aceh secara umum. Padahal mereka jauh dengan mayarakat umum dan hampir tidak bersentuhan dengan masyarakat, mereka mengamati masyarakat hanya melalui teori dan metode asing lalu membingkainya dalam waham mereka. Untuk melihat perbedaan pandangan para ulama dayah dengan cendikian modern itu kita dapat melihat perbedaan antara Abuya Muda Waly dengan Ali Hasymi. Abuya tidak peduli dengan teknis negara, beliau menerapkan syariat islam dengan mengajarkan agama kepada masyarakat secara perlahan, tertib dan terbuka sehingg masyarakat menjadi sadar dengan syariat islam dan menerapkan dalam kehidupan sehari - hari tanpa ada paksaan dari pihak manapun. tapi Hasymi sibuk mendesak pemerintah untuk membuat aturan formal tentang mekanisme, teknis, prosudur serta segala tetek bengek ala lembaga negara tentang syariat islam.

_{sumber gambar}

Kalau syariat islam dilembaga negarakan maka secara perlahan tanggung jawab masyarakat akan lepas, dan yang mengurusinya hanya negara. Dan negara mengurusinya dengan sistem, mekanisme, prosudur, dan aturan demokrasi yang di perkasai oleh barat. Jadi bisa kita ambil satu kesimpulan dari pelaksanaan syariat islam di aceh yang sedang dijalankan adalah bukan keinginan masyarakat aceh secara utuh dan para ulama dayah yang ada di aceh, tapi melainkan penafsiran keliru dari para pihak akademis atau para cendikiawan-cendikiawan modern. Semoga analisa saya ini tidak menimbulkan permusuhan dan mungkin saja ini hanyalah penafsiran bodoh saya. Wallahu'alam.

Saleum Meutaloe Syedara @hermanlc