Asa Mengharu-biru | 9

in #indonesia6 years ago (edited)

1.jpg

“Ayah, adik-adik ini harus kuliah. Ayin harus kuliah. Tak lama lagi, Mai dan Caca juga harus kuliah. Saya berhenti saja. Mencari pekerjaan agar bisa bantu Ayah dan Emak buat membiayai sekolah adik-adik,” suara itu bernada tegas.

Tampaknya, hasil komptemplasi Irwandar sepenjang suasana hening tadi itu melahirkan keputusan bulat. Tekadnya berhenti kuliah untuk membantu orangtuanya membiayai adik-adiknya.

Abdurrahman mengurungkan niatnya bangkit dari tempat duduk. Dihempaskannya tubuhnya ke kursi kayu. Matanya tajam menatap putra sulungnya. Tak menyangka kalimat itu akan keluar begitu cepat.

Hatinya luruh dan luluh. Jantungnya bak berhenti berdetak. Degup jantungnya melemah tiba-tiba. Tak pernah terpikirkan kalimat itu akan keluar dari mulut putra sulungnya.

Dawiyah merasakan hal yang sama. Haru-biru bercampur sedih. Genangan air beranak dikelopak matanya. Menatap dalam-dalam sang putra. Sedangkan Ayin tertunduk lesu. Rasa bersalah semakin tebal dijiwanya.

“Kamu yakin Ir mundur kuliah. Kamu juga punya hak kuliah. Kita pikirkan jalan lain agar kalian bisa kuliah dua-duanya,” tambah sang ibu.

‘“Iya Ir. Ayah juga ingin kamu kuliah, begitu juga Ayin.”

Namun Irwandar berbicara mantap. Bak seorang orator memegang mickrophone dalam sebuah aksi demontrasi dia memproyeksikan masa depan adiknya. Bahkan, tanpa membincangkan masa depannya sendiri.

“Saya ini putra sulung Mak. Saya bertanggungjawab terhadap adik-adik. Sama seperti ayah dan emak terhadap mereka. Saya akan bangga kalau mereka jadi orang hebat, orang penting,” kata Irwandar.


MASRIADI.gif

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64275.02
ETH 3139.81
USDT 1.00
SBD 4.14