Baca dan Merdeka

in #indonesia6 years ago

IMG-20180111-WA0017.jpg
Hanya dua jenis manusia yang cepat tersulut kemarahannya di dunia ini, pertama orang bodoh, kedua orang jahat yang kepentingannya terganggu. Siapa yang akan paling merugi di antara keduanya? Orang bodoh, karena ia akan selalu benar-benar marah dan kehilangan rasionalitas, kala terpengaruh dengan kemarahan palsu para penjahat yang bersembunyi di balik berbagai topeng.

Saya punya pengalaman paling unik di tingkat tapak, pada sebuah kampung yang berada di pinggiran kota, tiba-tiba beramai-ramai warga marah kepada seorang anak muda, karena anak muda itu meminta geuchik membuat laporan realisasi penggunaan dana desa. Karena terindikasi bahwa laporan yang dibuat kepada pemerintah kabupaten berupa laporan fiktif.

Tiap hari di warung kopi, di acara kenduri, warga membahas perihal itu. Mayoritas berkesimpulan bahwa pemuda itu sudah hendak mengacau karena ingin mencalonkan diri sebagai geuchik, dan warga bersumpah tidak akan pernah memilih dia.

Hingga suatu ketika, rapat umum pun digelar. Warga beramai-ramai datang ke meunasah, baik yang ingin memberikan pendapat, hingga kaum ibu yang ingin mengetahui jalannya rapat. Sebab beredar kabar bila rapat akan ricuh, dan beberapa preman gampong sudah bersiap hendak memukul si anak muda.

Dengan telaten, anak muda itu meminta geuchik melaporkan kegiatan yang sudah dilakukan selama dua tahun anggaran, serta realisasi dana. Dengan terbata-bata geuchik menyebutkan satu persatu kegiatan yang sudah dilakukan, dengan kesimpulan akhir bahwa dana tak tersisa dan dia tidak mampu menunjukkan bukti apapun. Laporan yang dia buat tanpa dokumen pendukung.

Sekdes yang sebelumnya sangat pro kepada geuchik, tiba-tiba justru selalu menyalahkan geuchik di dalam rapat itu. Keuchik tertunduk dan meminta maaf. Warga terhenyak dan mulai menyadari bahwa pengelolaan dana di gampong mereka selama ini bermasalah. Para preman gampong tertunduk, tak berkata, konon lagi sangar. Mereka gelisah dan terlihat dari cara menghisap rokok.

"Saya tidak berniat maju sebagai calon geuchik, saya memiliki pekerjaan lain yang lebih mampu menghidupkan dapur keluarga. Apa yang saya lakukan murni agar gampong ini dikelola dengan baik. Saya tidak peduli Anda suka atau tidak,karena ini tanggung jawab saya," ujar sang pemuda.

Hasil dari rapat malam itu:

  1. Keuchik tidak mampu memberi laporan pertanggungjawaban kepada warga.

  2. Keuchik meminta maaf karena tidak menjalankan amanah negara.

  3. Keuchik tidak akan maju lagi karena sudah kapok.

  4. Keuchik bersedia menjalankan pemerintahan dengan transparan dan akuntabel.

  5. Bendahara mengundurkan diri karena alasan tidak sempat menjalankan tugas dengan baik.

  6. Dana desa akan diplot untuk berbagai keperluan warga di luar proyek fisik.

  7. Organisasi perempuan dan kepemudaan di Gampong akan mendapatkan dana kegiatan sesuai dengan kebutuhan, dengan memperhatikan ketersediaan dana.

Ada hal menarik lainnya seusai rapat. Kepada seseorang Keuchik berkata: "Aku sempat berharap orang-orangnya yang selama ini kuservis akan membelaku, setidaknya mereka akan memberikan pendapat di dalam rapat. Tapi aku salah, hanya anak muda itu yang mengajukan pertanyaan dan aku harus menjawabnya tanpa data. Pemuda itu begitu cerdas mengajukan tanya, sedangkan saya harus bersusah payah memberi jawabannya."


Peristiwa di atas terjadi karena kebodohan adalah penyakit dominan masyarakat. Mereka mudah tersulut kemarahannya dan segera reaksioner karena tidak memiliki pengetahuan pembanding tentang masalah. Di dalam pikiran mereka, kebenaran adalah yang disampaikan oleh orang yang selama ini dianggap baik. Karena ukuran kebaikan yang menjadi standar mereka pun sangat sulit ditemukan standarisasi.

Hasil studi dari "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia berada peringkat ke-60 dari 61 negara, soal minat membaca.

Republik Indonesia berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Bagaimana dengan Aceh? Sejauh ini memang belum ada riset tentang itu, tapi dari hasil observasi sementara, bila ada 20 orang Aceh berkumpul, tidak seorang pun berpeluang membuka buku dan membacanya, sekalipun mereka sedang berada di dalam perpustakaan. Bahkan mereka lebih suka membicarakan hoax, walau data ada di dalam buku yang ada di hadapan mereka.

Fakta lainnya, kebanyakan perpustakaan yang ada di berbagai universitas, tidak dikunjungi oleh seratus mahasiswa per hari, bila mereka tidak sedang membuat tugas kuliah. Pengalaman saya pribadi ketika SMP, saya hanya satu siswa di antara ratusan siswa yang rutin berkunjung ke pustaka sekolah bila jam istirahat tiba.

Saat konflik bersenjata melanda Aceh, perpustakaan sekolah adalah salah satu infrastruktur yang selalu dibakar oleh yang bertikai, ketika mereka membakar gedung sekolah.

Dengan demikian sangat wajar bila warga di sekitar kita begitu cepat tersulut kemarahan, hanya karena mendengar sebuah kabar yang belum pasti. Bahkan mereka akan marah pula kepala orang-orang yang mengajak mereka berpikir secara damai.

Isu apa yang membuat orang Aceh mudah tersulut? Pertama isu agama, kedua isu etnis (etnis nasionalismenya). Orang Aceh saat ini pun lebih percaya propaganda ketimbang fakta. Di sisi lain orang Aceh adalah rakyat yang paling banyak ditipu oleh pemerintahnya sendiri.


Buku adalah jendela dunia, membaca adalah usaha untuk membuka jendela. Pengetahuan tersebar di berbagai buku, untuk itu semakin seseorang banyak membaca buku maka pengetahuannya akan semakin luas. Semakin seseorang membatasinya diri hanya pada buku tertentu, maka ia akan berpeluang besar menjadi manusia jumud yang keras kepala.

Orang-orang yang merdeka bukan ianya yang banyak harta, karena kekayaan materi kerap membuat manusia terlihat bodoh di depan materi. Tetapi kemerdekaan baru bisa diraih oleh mereka yang kaya pengetahuan dan luas pergantian. Orang yang banyak membaca akan banyak tahu, semakin banyak buku dibaca, semakin luasnya pengetahuan pembanding yang akan didapat.

Aceh tidak akan pernah maju, bila orang Aceh tidak menggemari buku seperti mereka menggemari seks dan narkoba. Andaikan yang marak diselundupkan adalah buku (bukan narkoba) maka Aceh akan maju. Tapi, siapa pula yang akan mau menyeludupkan buku? Hahaha, di Aceh buku di pustaka saja tidak dicuri. Bilapun ada yang mencuri buku tentang Aceh di perpustakaan kampus, mayoritas adalah mahasiswa luar negeri. Orang Aceh mau mencuri buku? Ogah!

Sort:  

Saya setuju bila orang aceh tidak akan maju jika mereka tidak menggemari buku seperti mereka menggemari seks dan narkoba.
Memang sekarang banyak kita lihat sekolah-sekolah yang sudah menerapkan membudayakan literasi, tp hanya terlihat sebagai formalitas. Tidak ada efek buat para generasi untuk gemar membaca.

Hehehe. Merdeka

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64359.90
ETH 3105.50
USDT 1.00
SBD 3.87