Keindahan di Tengah Duka

Aceh kembali dibicarakan oleh Indonesia, bukan karena keistimewaan, atau bukan karena perlawannya terhadap Jakarta.

Lalu karena apa? Apalagi kalau bukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi.

Sebelum peristiwa OTT tersebut, dua minggu sebelumnya publik Aceh juga dikejutkan oleh kemunculan Steffy Burase, yang disebut-sebut sebagai istri siri alias Wanita Idaman Lain (WIL) Irwandi. Steffy yang berpenampilan modis serta sosialita kelas atas, membuat rakyat Aceh punya bahan gossip baru untuk dibincangkan secara informal.

Mereka tentu tidak membicarakan kecerdasan Steffy, karena itu tidak menarik untuk digosipkan. Lalu apa yang dibahas? Para gosiper tentu membahas tentang ukuran dada Steffy, bentuk pinggul dan desahan manja. Mereka terlihat asyik masyuk membahas perihal api asmara dan kopi dangdut Burase dan Irwandi.

Mereka juga membanding-bandingkan kemolekan tubuh Burase dan Darwati, yang merupakan istri kedua sekaligus first lady Aceh.

Meminta mereka berhenti bergosip tentu ibarat kencing di tengah hujan deras, atau ibarat menuang sekarung gula ke lautan, tidak ada pengaruh, impossible, sebuah kesia-siaan.

Di luar hiruk pikuk politik dan penegakan hukum yang centang perenang, Aceh adalah negeri yang indah, setiap jengkal tanahnya merupakan potongan-potongan surga.

Bila saja Astinapura berada di sini, sungguh perang Bharatayudha antara Kurawa dan Astina tidak akan terjadi, dan Duryudhana tidak perlu menjadi penjahat, karena di mana saja, tanah ini memberikan pengharapan.

Dua hari lalu, di sore saya berjalan-jalan di sepanjang koridor pinggir pantai Tibang yang eksotis. Pada sebuah sudut lapangan, saya menemukan bungai liar yang sedang mekar. Satu kuntum sudah menemukan jalan baru untuk menjadi bibit yang akan ditebat ke bumi untuk melanjutkan amanah sebagai perdu liar yang tidak dianggap walau telah memberi warna. []