Kenapa
kita terharus berhenti di sini
terpana pada gelap
menimang-nimang luka.
perjanjian menjadi khianat
menyiksa diri sendiri.
betapa kita telah jadi pengecut
takut menggerakkan langkah
membiarkan bulan itu disunting orang.
Banda Aceh, 4 Maret 1991.
Dari bundel "Perjalanan" (Sajak-sajak 1990-1992 Mustafa Ismail). Sebelumnya, puisi ini pernah dimuat di Serambi Indonesia pada 1991.
FOTO Utama: Pixabay.com
Posted from my blog with SteemPress : http://musismail.com/kenapa/
diksi yang mantap. Sebuah perjalanan yang tentu ada keadaan sehingga melahirkan puisi ini? Bisakah berkisah sambil menatap bulan yang tersaput mendung?