Sudah 72 Tahun Merdeka, Listrik Kami Masih Sering Padam

in #indonesia6 years ago

Lagi, saat saya di Lhokseumawe, pas tengah malam ini, listrik padam. Sekira sepekan lalu, saat saya di Banda Aceh-persisnya kurang ingat- listrik juga mengalami hal serupa. Perlu dicatat, ini sangat bertolak belakang dengan ucapan pihak PLN beberapa hari sebelum ramadhan datang. Dan ini adalah tahun yang kesekian listrik dipadamkan saat ramadhan. Entah apa maksudnya.

Saat saya tulis ini, listrik baru sekira lima menit dipadamkan oleh pihak berwenang. Seketika itu saya langsung ingat bahwa memadamkan listrik seperti menjadi kebiasaan negara untuk menggelapkan rakyatnya. Ini sangat tidak diinginkan, apalagi listrik padam saat bulan ramadhan. Sudah barang tentu, listrik hanya padam di daerah yang rakyatnya miskin dan di daerah yang mayoritas masyarakat tidak berpangkat.

Tulisan ini bukan bentuk gugatan yang mesti disidangkan di pengadilan. Namun jika masalah listrik saja negara belum becus mengurusnya setelah 70 tahun lebih merdeka, apa tidak sebaiknya kalau negara mengaku saja bahwa soal listrik lebih baik diserahkan saja kepada pihak lain yang lebih mampu. Toh tujuannya tetap sama, supaya rakyat tidak selalu dihantui oleh gelap yang saban tahun tidak pernah selesai. Aneh, sungguh aneh.

Saya teringat pembicaraan dengan seorang teman yang pernah ke luar negeri. Kalau saya tidak salah ingat, ia masa itu berkunjung ke Denmark untuk acara tertentu. Di sana ia kenal dengan warga setempat, dan mereka pun larut dalam obrolan tanpa tema, hingga tibalah pada pembicaraan kondisi listrik di negara mereka masing-masing. Ada perbedaan sangat mencolok soal ini.

Kata temanku, menurut teman Denmarknya, sejak ia lahir ia tidak pernah merasakan bagaimana negerinya gelap akibat listrik dipadamkan. Temanku tercengang, dan ia belum yakin. Ia bertanya sekali lagi, dan jawabannya tetap sama. Bahwa Denmark terbilang adil dan beradab dalam melayani rakyatnya, termasuk soal listrik yang sudah menjadi kebutuhan.

Dibungkus dengan hal-hak lucu, temanku juga bercerita kepada teman Denmarknya, bahwa di Aceh yang masih menjadi bagian dari Indonesia, pemadaman listrik adalah ritual tahunan, bahkan boleh jadi bulanan atau mingguan yang dilakukan negara tanpa rasa berdosa. Mungkin saja, ada kepuasan tersendiri yang didapat oleh pihak berwenang-baik secara moril atau materil-jika listrik mampu dipadamkan. Temanku sebenarnya merasa malu, tapi ia tetap harus mengaku.

Selain soal cerita listrik antara temanku dengan teman Denmarknya, Gubernur Aceh juga tidak bosan-bosan mengibuli rakyatnya soal akan ada pembaharuan di bidang energi untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik. Tapi nyatanya listrik tetap masih padam, dan lucunya, alasannya itu-itu saja. Sangat tidak kreatif dalam beralasan. Pun sampai listrik kembali padam pada dini hari tanggal 10 Juni 2018, semua koar-koar mulut besar para pemimpin di koran tidak dan belum menjadi kenyataan. Ya, mungkin saja negeri kami memang ditakdirkan dipimpin oleh para pembual.

Tiga puluh menit berselang, Alhamdulillah, listrik kembali dihidupkan. Semoga saja besok hari, atau lusa nanti, listrik padam lagi.

Salam-salaman...
@pieasant

Image Credit: 1

Sort:  

Go here https://steemit.com/@a-a-a to get your post resteemed to over 72,000 followers.

Go here https://steemit.com/@a-a-a to get your post resteemed to over 72,000 followers.

Semoga saja mereka punya alasan yang berbeda untuk pemadaman listrik lusa.

Sebab mati lampu sudah menjadi adat, kitapun terbiasa mengutuk gelap. Icah teuh sit meunyoe siat-at mate. Haha

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 63901.15
ETH 3133.40
USDT 1.00
SBD 4.05