Untitled Thought (2)

in #indonesia6 years ago

Hari ini aku dipertemukan dengan seseorang yang cukup aku segani, setidaknya dua tahun terakhir.

Setiap berpapasan dengannya, kucoba untuk menyapa seadanya, tersenyum hormat bin segan dan agak-agak takut. Bukan apa, beberapa kali berkomunikasi dengannya, aku terbilang paling sering merasa terintimidasi dengan sikapnya yang terlihat sangat serius. Apalagi setahun terkahir, dua kali aku harus berurusan hal yang cukup krusial dengannya. Duh, seandainya bisa menghindar. Seandainya ada cara untuk tidak tidak berurusan dengannya, pasti akan kucoba cara itu.

Di hari pertama pelatihan, ia tampil sebagai pembicara. Imagenya yang telah terbangun di kepalaku selama ini seolah hancur berkeping-keping saat itu juga. Pembawaannya asik, ekspresinya ceria dan terkadang diselipkan ekspresi usil pas ngeliat ada yang mulai bosan di kelas, namun tidak segan memuji ketika memang ada yang pantas diapresiasi. Image " a warm person", " lovable", baik hati, seolah semua hal baik ada pada dirinya.

Hari kedua pelatihan, ia hadir menjelang sesi terakhir. Tangannya sibuk merogoh kantong, mengambil hp dan mengecek konten, ntah apa. Terlihat tidak fokus, sedikit khawatir, tapi tetap mencoba "menyemarakkan" suasana pelatihan yang setelah dua hari udah mulai bikin lelah haha


"Saya lagi menunggu hasil, semoga sesuai dengan target kami. Seharusnya sih seperti itu, full point di semua syarat" , ujarnya optimis. Mungkin lebih tepatnya, berusaha optimis.

"Kalian gimana, kapan mulai penilaiannya? ", tanyanya lagi. Yang lain seolah berebutan ingin ikut nimbrung dalam percakapan santai nan singkat itu dengannya.

Pelatihan dilanjutkan, semua mata fokus pada ibu pembicara yang satunya, sedang peserta mulai sibuk dengan serangkaian tugas yang diberikan. Ngantuk, capek, tapi penasaran (dikit) dengan hasil akhir dari tugas yang diberikan.


1 jam berlalu, semua bisa melihat ekspresinya berubah drastis.

"Dapat B, kurang nilai hanya 0.16 lagi" , ujarnya dengan raut kecewa yang tak bisa disembunyikan.

"Wah, dikit lagi ya. Tapi dari segi point meningkat kan. You did your best, Sir" , satu persatu mencoba untuk mengembalikan semangat, yang tadinya dialirkan ke kami yang mulai lelah.

"Semangat bapak" , kukatakan sambil tersenyum, seolah menguatkan.

Kalau teman, atau sebaya, mungkin sudah aku pukpuk, tapi karena seseorang yang sangat aku hormati, tentulah itu tak mungkin dilakukan. Kelewatan kalau berani.

Teringat pula komentar bang @sangdhiyus kemarin, "pukpuk menimbulkan kecanduan, auranya menembus sarung tangan" . Silahkan diartikan sendiri - jika ada- makna dibalik kalimat bang Dhiyus itu :D

Semangat Bapak, cuma itu yang bisa kuucapkan. Raut kecewanya masih terlihat jelas.


Posted from my blog with SteemPress : http://www.rahmanovic27.com/2018/09/14/untitled-thought-2/

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64057.95
ETH 3104.17
USDT 1.00
SBD 3.90