Salah Obat

source

---

---

Hai bro..!! How is life..Sehat?

Alhamdulillah sehat kawan, kamu sendiri bagaimana?

Alhamdulillah sehat juga,..kamu masih mengajar di sekolah yang lama ?

Sudah pindah kawan, cari tantangan baru dengan pendapatan baru juga, yang lama berat di ongkos...

Ahh kamu, kayak nggak percaya Tuhan aja, dimanapun kita tetap Allah yang mengatur rezeki.

Kawanku...
Sepintas jawaban di atas memang benar, dan memang kebenarannya tidak bisa terbantahkan, semua mengakui bahwa rezeki itu urusan Allah SWT.

Tujuan dia merespon seperti itu bisa jadi ingin menunjukkan bahwa dia lebih sholeh dari lawan bicaranya. Atau bisa jadi karena ada konteks pembicaraan yang tidak dipahami dengan benar, sehingga pernyataan yang dikeluarkan tidak tepat.

Jawaban yang di atas secara hakikat itu mutlak benar, tetapi konteks pembicaraan seperti ini bukanlah berbicara masalah hakikat. Tentu kita setuju saat kita menjawab soal ujian "Kenapa banyak satwa di Indonesia mulai punah" kita pasti gagal lulus kalau menjawabnya dengan "Kehendak Allah", karena ini konteksnya adalah "Sains", sedangkan kita menjawabnya dengan "Tauhid", maka jelas jawaban ini tidak sesuai dengan yang di harapkan.

Hakikat adalah perkara yang wajib kita imani, sedangkan Hukum/syariat adalah hal yang kita jalani, walaupun begitu keduanya tidak boleh terpisahkan dan jangan pula saling dibenturkan. Kalau ini tidak dipahami (terbalik), maka hasilnya adalah "Roh Meujeb Ubat Boeh" (Obat minum malah di olesin).

Hanya karena "Maut" sudah ada yang tentukan, bukan berarti ugal-ugalan di jalan raya dibolehkan. Nah jika ada yang berpemahaman seperti cerita di atas, maka artinya kita sudah meminum balsem alias "Salah Jeb Ubat", bukan obatnya yang salah, tetapi justru orangnya yang bermasalah.