Suhu Dan Pendahulu Yang Kalah "Meuceuhu" Dengan Steemit
Suhu
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya steemit terbilang sukses dalam mendorong minat literasi masyarakat, lebih-lebih masyarakat Indonesia khususnya Aceh. Bagaimana tidak, puluhan tahun sudah semangat literasi ini disuarakan para suhu dan pendahulu kita, tapi semua seakan berjalan di tempat dan tidak ada kemajuan.
Saya katakan suhu (guru) karena semua kita pernah merasakan gatal kuping mendengarkan ceramah dan nasehat yang sama setiap hari di dalam kelas.
"Nak,.rajinlah membaca, karena membaca sama dengan jendela dunia".
Saat itu dengan acuhnya kita menyepelekan ceramah ini sambil berfikir "Ahh..kemarin itu juga nasehatnya", atau bahkan kita berfikir "pat teuma nyan.., pat teuma ci peuleumah sige ka kira aju, bek gadoh ka jeh kupeugah aju".
Pendahulu
Selanjutnya saya juga menyebutkan pendahulu. Dalam hal ini saya merujuk kepada orang yang menasehati kita setiap saat namun anehnya dia sendiri bukan orang pintar dan bukan pula intelek.
Di waktu senggang, cobalah sesekali duduk dengan orang tua (petua gampong), dan sempatkan diri mendengarkan nasehatnya, saya yakin dan percaya bahwa nasehatnya itu benar walaupun mereka tidak bersekolah.
Jika melihat dari sisi makna dari kedua sumber (guru dan pendahulu), jelas keduanya sarat dengan pesan bahwa belajar adalah perkara yang paling fundamental dalam hidup.
Katakanlah kita tidak terpengaruh dengan anjuran guru (orang pintar) mengingat mungkin mereka mempunyai tujuan lain dalam setiap ceramahnya (mereka digaji untuk menceramahi/menyuruh orang lain belajar). Mari sama sama kita berfikir "Apa tujuan orang bodoh (pendahulu) saat menasehati kita" jika bukan karena pengalaman hiduplah yang membuat mereka sadar bahwa mereka telah salah dalam melangkah, mulai menyesal dan tidak mau generasi selanjutnya melakukan kesalahan yang sama.
Demikian juga di dalam Alquran ada perintah "Iqra" yang artinya "Bacalah", maka dari itu sudah selayaknya kita yakin dan percaya bahwa membaca selalu ada di urutan pertama dalam mendapatkan pengetahuan.
Adapun ketiga sumber yang sudah kita bahas tadi semuanya sudah eksis jauh sebelum steemit eksis, namun belum ada peningkatan minat literasi yang signifikan hingga kemunculan steemit. Bukan karena sumber rujukan yang lemah, tapi karena pola pikir dan orientasi manusianya yang lebih menghargai materi ketimbang ilmu.
Buktinya semakin harga SBD menurun semakin turun pula jumlah postingan, dan semakin sedikit vote yang didapatkan maka semakin malas pula dalam mencari ide menulis, TERMASUK PENULIS SENDIRI.
"Kemajuan teknologi seharusnya membuat manusia menjadi dekat dengan ilmu pengetahuan, bukan malah membuat insan semakin materialistik, konsumeristik dan hedonistik." (Ibnu Khaldun).
Budaya literasi bukan saja membaca tetapi bagaimana seseorang mengolah apa yang dibaca menjadi sebuah karya yang menarik.
Betapa kompleksnya pengertian literasi, sampai kita tidak mampu menulisnya secara lengkap aduen, selain ketidakmampuan, juga ketidaktegaan dalam melihat upvote 0.01 setelah menulis 5 halaman buku hehehe..
Terimakasih sudah berkunjung dan memberikan komentar aduen.
Semoga sukses selalu, sama2
Sukses kembali...
No comment. Lon resteem mantong beh
Hehehe..terimakasih aduen
Luar binasa !
Nyo bg..karap keumah teuh memang bak tamita vote haha