[My Story #2]: Gondrong dan Wisuda yang Hampir Gagal

in #indonesia6 years ago (edited)

image

Tuan dan Puan Steemians...

Sejak duduk di kelas tiga MAN, saya mulai menjaga jarak dengan tukang pangkas. Saya ingin membiarkan rambut sedikit panjang. Tentunya kedekatan saya dengan tukang pangkas akan membuat "proyek gondrong" ini gagal.

Pada saat lulus MAN, rambut saya sudah lumayan panjang. Guru saya di sekolah tidak sempat menegur, sebab proyek ini sengaja saya mulai menjelang berakhirnya masa sekolah.

image

Ayah saya sangat menentang proyek ini. Beberapa kali saya merayu beliau agar mengeluarkan "surat izin," tapi gagal.

Saya terus berusaha dengan mengajukan beragam argumen. Karena ayah saya seorang ustaz (teungku), saya sampaikan kepada beliau bahwa Nabi juga berambut panjang. Beliau hanya diam, tampak geram.

Sementara almarhumah ibu saya, tidak melakukan protes atas proyek ini. Saat itu saya sukses meyakinkan ibu saya, bahwa proyek ini hanya sementara. Beliau percaya.

Saya berangkat ke Banda Aceh dalam kondisi rambut terus memanjang. Saya mendaftar kuliah di IAIN dan Unsyiah tahun 1999.

image

Saat itu saya lulus di Jurusan Bahasa Arab IAIN Ar-Raniry dan Jurusan Bahasa Indonesia di Unsyiah. Saya memilih bahasa Arab dan terpaksa "meninggalkan" bahasa Indonesia.

Sebulan kemudian saya juga mendaftar di Diploma Dua IAIN Ar-Raniry. Sejak itu saya pun kuliah di dua tempat, tapi masih di lingkungan IAIN. Dan yang penting, rambut saya terus memanjang.

image

Keinginan memanjangkan rambut telah muncul sejak saya masih sekolah di MTsN. Tapi tidak mungkin. Sebab setiap Senin, guru olahraga melakukan razia rutin. Sebab itulah, proyek ini saya mulai menjelang selesai MAN dan berlanjut pada saat kuliah di Banda Aceh.

Di IAIN, khususnya leting 1999, hanya ada dua mahasiswa gondrong. Yang satunya memang mirip perempuan, dan satunya lagi, saya, tetap mirip"laki-laki."

Di ruang kuliah Jurusan Bahasa Arab, dosen tidak terlalu mempermasalahkan rambut gondrong sehingga saya bisa sedikit santai, tapi tetap waspada. Sementara di kelas Diploma Dua, rambut gondrong menjadi masalah besar, tapi saya tidak panik.

Untuk menyiasati ketatnya persoalan gondrong di kelas Diploma, saya membeli peci khusus model taliban. Dalam peci itulah rambut panjang saya sembunyikan.

image

Pernah suatu ketika dosen Diploma menegur dan meminta saya memangkas rambut. Saya mencoba membela diri bahwa Nabi dan Imam Ghazali juga gondrong. Pak Dosen marah. "Benar mereka gondrong, tapi pakai sorban," kata Pak Dosen. Saya hanya diam saja.

Keesokan harinya, ketika masuk kelas, saya pun memakai sorban. Dosen yang kemarin memarahi saya melihat dengan pandangan sinis, geram dan marah. Saya tetap berusaha santai.

Waktu terus berjalan. Hari-hari di Jurusan Bahasa Arab saya lalui dengan santai. Tapi hari-hari di kelas Diploma sedikit menyeramkan, sebab rambut gondrong selalu menjadi sasaran dosen yang menurut saya "tak pernah muda."

Menjelang wisuda Diploma, saya dinyatakan "haram" mengikuti wisuda karena alasan gondrong. Informasi ini kemudian terbang ke kampung. Ayah saya pun berangkat ke Banda Aceh. Beliau kembali meminta saya agar memangkas rambut yang sudah sebahu.

Saya kembali menjawab kepada ayah bahwa Nabi dan Imam Ghazali rambutnya panjang. Akhirnya ayah saya mengeluarkan jurus pamungkas.

"Ini IAIN, bukan kampus Imam Ghazali. Kalau ingin tetap gondrong, silahkan keluar dari IAIN dan mendaftar ke Kampus Imam Ghazali." Mendengar jawaban ayah, saya pun terdiam.

Akhirnya saya harus mengalah. Rambut yang sudah sebahu itu pun saya pangkas. Dan setelah ayah saya melakukan negosiasi dengan dekan, saya pun diizinkan ikut wisuda.

image

Waktu itu ada 410 orang yang diwisuda. Saya diberikan nomor tambahan dengan angka 411. Saya harus berpuas hati walaupun nama saya tidak tercatat dalam buku kenang-kenangan, sebab saya dinyatakan boleh ikut wisuda satu hari sebelum hari H.

Mulai hari itu, saya pun berpisah dengan kegondrongan. Dan sering tersenyum sendiri melihat remaja sekarang yang bangga dengan kegondrongan. Semoga saja dia tidak diwajibkan pakai sorban.

Demikian dulu Tuan dan Puan Steemians, lain waktu disambung kembali...

image

Sort:  

Gondrong is jati diri

ya, bukan jati orang

Nyaris gagal wisuda gara-gara eumbong yang terlalu. Saya sepakat dengan Abu (semoga Allah memakmurkan kuburnya) bahwa kalau ingin makan mie ya datang ke warung mie. Jangan memaksa makan mie di tempat jualan baju. Rahim untuk Allayarham.

Hahaha, beutoi, pokoknya na pernah pungo sige sapo

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70601.11
ETH 3576.21
USDT 1.00
SBD 4.78