TENTANG KEMBAR

in #indonesia6 years ago

KEMBARKU SAYANG KEMBARKU ‘MALANG’ (Bagian 1)

Salam bahagia sahabat steemean.
Semoga dalam keadaan sehat dan senantiasa mengucap syukur. Atas semua kebaikan untuk kita.😍😍

Berbicara kehamilan sudah seperti menu harian. Artinya saya yang pernah mengalami sepuluh kali kehamilan dengan kondisi yang berbeda-beda, membuat saya hafal bagaimana menyikapi kehamilan. Banyak teman yang bertanya tentang proses kehamilan anak-anak saya. Alhamdulillah, mulai dari yang paling mudah lahirnya sampai yang harus operasi.

Ada hal yang sudah terbiasa dalam proses kelahiran anak-anak, yaitu ketidakhadiran suami di ruang bersalin. Ada saja yang menyebabkan suami tidak bisa melihat satupun kelahiran anak kami

Saya tidak pernah menuntut suami harus terlibat di ruang bersalin. Termasuk saat operasi si kembar.

Kehamilan kembar termasuk kehamilan yang mengejutkan. Mengingat tidak ada tanda-tanda khusus kalau hamil kembar.

Tidak ada ngidam yang berarti. Semua berjalan dengan nyaman. Aktivitas juga tidak terganggu. Seperti mencuci baju, menggendong si kakak kembar, bahkan di kehamilan 5 bulan saya pergi ke luar kota yang berjarak 500 km. Mengantar sekolah dengan bersepeda motor saya jalani. Semua berlangsung karena ketidaktahuan bahwa saya hamil kembar. Saya tidak periksa ke dokter, hanya ke bidan dekat rumah. Jadi, tanpa USG.

Keanehan yang saya rasakan adalah perubahan tubuh dan berat badan. Di kehamilan enam bulan, saya ingat waktu itu gunung Kelud di Jawa Timur meletus saya masih bisa menjahit, membuat masker untuk anak-anak karena Jogja terkena dampak abu yang dahsyat. Sempat menjahit baju anak- anak pula. Rasa capek mudah menyerang. Padahal hamil sembilan bulan saya tidak selelah ini.

Saya coba cek ke dokter kandungan. Waktu itu hamil tujuh bulan. Masya Allah, betapa terkejutnya saya, ada dua janin dalam rahim. Suami dan kakak kembar terlihat senang. Saya yang tidak percaya. Berulang-ulang bertanya ke dokter kalau-kalau salah memeriksa. Dokter Arista sampai menegaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa saya hamil kembar, usia tujuh bulan, dengan bb bayi masing-masing 1.4 kg dan 1.1 kg. Beliau menegur saya, kenapa terlambat ke dokter, karena hamil kembar banyak resikonya. Ya, mana tahu kalau kembar.

Subhanallah, berbagai rasa dalam hati saya. Senang, takjub, khawatir karena baru tahu hamil kembar beresiko banyak hal. Seperti kelahiran prematur, keguguran atau perkembangan janin yang tidak sempurna.
Sampai detail saya bertanya ke dokter tentang si kembar. Akhirnya saat itu saya dilarang naik motor, angkat berat dan gendong. Putusan operasi caesar dipilih mengingat usia saya sudah 41 tahun. Oh, menambah daftar khawatir. Saya takut operasi. Dalam hati saya berdoa semoga bisa lahiran normal.

Berbagai upaya saya lakukan. Menambah nutrisi makanan, vitamin, dengan harapan agar kelak kualitas ASI cukup. Jangan sampai kecapean atau stress memikirkan operasi. Kegiatan rumah tanģga masih saya lakukan sendiri karena tidak ada ART di rumah. Yakin saja semua akan baik-baik, hanya naik motor yang tidak saya lakukan.

Memasuki usia delapan bulan perut semakin berat dan langkah mulai susah. Baju yang longgarpun sudah tidak muat. Gerakan bayi juga lebih kuat. Saya sering tidak bisa tidur di ranjang. Paling duduk di kursi atau sandaran bantal saja. Untuk ibadah shalat juga dengan duduk selonjor. Benar-benar ini kehamilan yang berbeda dari sebelumnya. Pernah saya merangkak ketika membuka pintu karena tidak kuat berdiri.

Allahu Akbar. Sang Khaliq memberi ilmu baru pada saya. Merasakan berbadan tiga dengan sensasi yang bikin dada sesak. Seorang teman ada yang berkomentar, “ Mbak sudah terbiasa dengan kehamilan satu. Allah kasih dua biar Mbak tambah pinter.” Alhamdulillah.

Saking lama tidak keluar rumah, banyak tetangga yang tanya ke anak-anak apakah saya sakit. Mereka terkejut pula dengan kehamilan saya yang kembar.

Periksa dilakukan dua minggu sekali, untuk melihat perkembangan bayi, yang terus aktif bergerak meski sudah masuk sembilan bulan. Syukurlah keduanya sehat dengan berat yang ideal. Masa kritis bisa dikatakan terlewati, masa rentan lahir prematur yang kurang menguntungkan untuk bayi kembar. Letak kedua bayi yang sungsang sangat tidak memungkinkan untuk lahir normal.

Akhirnya hanya pasrah ketika tanggal operasi ditentukan. Hari Jumat, 23 Mei 2014. Hampir semalam saya tidak bisa tidur. Memikirkan operasi besok siang. Jam tiga dini hari saya masih mencuci baju anak-anak. Tentu saja dengan posisi berdiri. Setelah itu menyetrika baju seragam anak-anak untuk besok pagi dan hari senin. Ah, waktu terasa lama.

Selepas anak-anak sekolah saya diantar suami dan kakak kembar ke rumah sakit. Rumah sakit milik orang nomer satu di kabupaten Kulon Progo, dokter Hasto Wardoyo. Jantung berdetak lebih cepat, beberapa kali menghela napas sambil berdoa. Saya yakin nerves ini berkurang. Ternyata tidak, saya hibur dengan membayangkan wajah si kembar setelah lahir belum membantu juga.

Bidan yang memeriksa tersenyum penuh arti melihat hasil tensi saya. Ternyata naik drastis, biasanya 110 berubah menjadi 140. Termasuk tekanan tinggi untuk bumil. Sedang jumlah Hb di bawah angka 10. Maka diputuskan menyiapkan dua kantong darah mengantisipasi transfusi darah.

Satu jam menjelang operasi belum ada kemajuan tensinya. Saya tambah deg degan. Tiba-tiba ada berita kalau dokter anestesi menunda jam operasi. Beliau datang jam 16.30. Rasa lega menyelimuti hati saya. Waktu jeda saya gunakan untuk tidur.

Ada kisah pasien caesar yang membuat saya menjadi bersemangat dan menepis rasa takut pasca operasi. Seorang ibu dengan fisik yang kurang sempurna. Kakinya yang kecil sebelah kiri akibat terkena polio membuatnya harus caesar saat melahirkan, itupun prematur. Dia berjuang untuk bayinya, tidak peduli sakit dan lemah fisiknya. Dia juga beberapa kali keguguran.

Saya merasa malu mendengar kisah ibu tersebut. Cerita-cerita tentang purna operasi yang mengerikan memang berpengaruh pada pikiran saya. Akhirnya saya pasrahkan semua pada Allah? Mohon diberi yang terbaik.

Masuk ruang operasi tanpa suami. Kita sudah sepakat berbagi tugas. Maka saya tidak merasa sedih meski tanpa suami, toh biasanya tidak ditemani. Dan bisa memantau lewat ponsel. Saudara saya yang menemani sampai di depan pintu operasi.

Alhamdulillah, sebuah kata ajaib dan syukur. Kondisi saya benar-benar bagus. Tensi, detak jantung, pernapasan, juga tidak butuh transfusi darah. Operasi yang seram tidak saya rasakan. Dokter dan perawat mengajak ngobrol dan bertanya-tanya tentang kehamilan saya.

20180917_140033.png

Suara tangis kembar begitu kencang. Bergantian keduanya ditaruh di dada saya. Lega dan bahagia, sakit yang mulai menyusup tidak ada artinya. Dua malaikat yang lucu. Air mata menetes, ucap syukur atas kemudahan ini. Bayi kembar laki-laki yang sehat menambah anggota keluarga kami. (Bersambung)
20180917_140109.png

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64678.67
ETH 3086.68
USDT 1.00
SBD 3.87