Mohon Doa Restu apa Mohon Dilaknat?

in #life5 years ago

Hari ini ketika melewati Jalan Listrik Lhokseumawe, tepatnya saat memasuki kawasan Gampong H, sebuah blokade sengaja dipasang oleh orang-orang setempat merintangi badan jalan. Siapapun, kecuali pejalan kaki, tidak boleh lewat. Seseorang tampak memberikan intruksi agar saya mutar arah untuk mencari jalan lain.


Ilustrasi, sumber

Saya sedikit kesal, padahal tujuan saya tidak seberapa jauh lagi kalau saya mengambil jalan yang diblokade itu. Tapi apa boleh buat, saya dan pengendara lain harus mengalah memutar arah untuk mencari jalan alternatif lain.

Saya tidak tau entah sejak kapan trendnya, setiap orang yang mengadakan hajatan seperti pesta kawin atau sunatan, jika halaman rumahnya terlalu kecil pasti jalan di depan rumah akan digunakan sebagai tempat untuk teratak, kursi, dan sebagainya.

Dalam sebuah acara samadiyah orang meninggal di gampong, selesai zikir dan doa bersama dipanjatkan, Teungku Imum gampong berdiri untuk menyampaikan tausyiahnya. Saya ingat salah satu isi nasehatnya adalah agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.

Teungku Imum bercerita, suatu hari ia diundang dalam sebuah acara pesta kawin di gampong. Beberapa saat sebelum datang rombongan linto baro (pengantin pria), ia mendengar seorang pengendara yang yang menggerutu "Jak let ma dih, sang-sang lagee jalan nek dih dijak toup bangrangkaho!".

Beberapa saat kemudian, datang polisi dari kantor Polsek dan sekretaris kantor kecamatan. Rupa-rupanya, orang yang menggerutu tadi lapor ke polsek dan kantor camat bahwa ia merasa terganggu jalan yang semestinya digunakan untuk kepentingan umum malah ditutup hanya karena acara pesta kawin.

Tuan rumah yang punya hajatan pun, sebelumnya tidak melapor ke geuchik untuk minta izin jalan ditutup. Akhirnya, setelah negosiasi antara geuchik dengan polisi dan sekcam, teratak digeser agak ke pinggir dan setengah jalan pun bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.

Karena merasa malu, Teungku Imum tidak sampai menunggu rombongan linto baro pamit kepada tuan rumah. "Gimana caranya kita mohon doa restu, pada saat yang sama kita telah menzhalimi orang lain, menutup jalan umum hanya untuk kepentingan kita sendiri sehingga banyak orang tidak bisa lewat. Kalau demikian bukannya do'a yang dikasih, tapi laknat atau sumpah serapah yang kita dapat."

Seharusnya menurut Teungku Imum, kalau memang tidak memungkinkan halaman rumah digunakan sebagai tempat kenduri hajatan, silahkan ambil sedikit badan jalan depan rumah tanpa harus menutup semuanya, atau buatlah kenduri selama 3 hari dengan undangan terbatas setiap harinya, atau bisa juga buat acaranya di meunasah dan fasilitas umum lain milik gampong.

Saya pikir, apa yang disampaikan oleh Tgk. Imum tadi ada benarnya juga, jika memang kondisi rumah seorang tidak memungkinkan untuk mengadakan hajatan pesta kawin atau sunatan, kenapa tidak membuat acara seperti solusi yang beliau sampaikan. Toh itu tidak melawan adat istiadat?!

Lhokseumawe, 7 Desember 2018
@akukamaruzzaman

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66931.79
ETH 3249.50
USDT 1.00
SBD 4.10