Ilusi dan imajinasi atau sebuah perubahan

in #life6 years ago

Hai stemians, masih setia di steemit kan? Semoga masih setia terus stay tune in steemit walaupun one day one post, dan semoga dalam beberapa jam kedepan kita akan memasuki era lain dihati dan jiwa kita, tak boleh lagi ada dendam, hasat, hasut, iri hati,sirik dan dengki. Sebuah kesabaran benar - benar dipertaruhkan di bulan yang penuh maghfirah ini. Stemians seperti biasa malam ini jumpa kembali dengan postingan saya yang kesekian kalinya, baiklah jom ikuti baris demi baris berikut ini

image
Sumber

Ketika presiden berpaling ke kanan, para pengawal berpaling ke kiri. Itu memang sudah diatur dalam protap system pengamanan kaum selebriti.
Ketika presiden menengadah ke atas, para politisi mencari-cari apa yang jatuh di lantai. Ini adalah seni untuk mendahului yang dimungkinkan dalam system demokrasi. Ketika presiden dan para politisi sama-sama sibuk mencari-cari apa yang jatuh di lantai, kini tibalah saatnya rakyat menengadah ke atas sambil merangkai harapan dan membangun lima tahun ilusi
.

Kalau presiden terlalu berkuasa, para politikus mati kutu (teringat Orde Baru). Kalau para politikus terlalu berkuasa, presiden mati kutu (teringat Orde Reformasi). Kalau presiden dan para politikus sama-sama berkuasa, rakyat mati kutu (teringat Orde Lama). Sedangkan pada periode sekarang, Presiden merasa diri tak punya kutu, dan para politikus sedang mencari-carinya

Dari jauh saya melihat sebuah sangkar tergantung di teras sebuah rumah. Saya langsung membayangkan seekor burung di dalamnya. Ketika mendekat, ternyata isi sangkar itu adalah seekor kodok.
Dari jauh saya melihat sebuah piring berisi penuh di atas sebuah meja. Saya langsung membayangkan nasi dan lauk-pauk. Ketika mendekat, rupanya piring itu penuh dengan baut dan mur sebuah mesin yang baru dibongkar. Dari jauh saya melihat seorang lelaki berdiri di depan istana negara. Saya langsung membayangkan, itu pasti presiden Indonesia. Ketika mendekat, rupanya Pak Jokowi.

image
Sumber

Jadi, revolusi mental dimulai dari situ. Yaitu dari kejutan-kejutan yang menjungkir-balik "kelaziman membayangkan". Atau dengan kata lain, jangan lagi berpegang pada hasil "kebiasaan membayangkan" atau "membayangkan kebiasaan". Karena di tengah padang pasir kehausan, oase jarak jauh adalah fatamorgana. Sekarang bila perlu kalau kita melihat SPBU, jangan dulu membayangkan bahwa yang namanya harga BBM pasti akan naik. Mungkin kali ini justru akan turun.

Sesungguhnya saya tak perlu mencari kambing hitam menyalahkan pemerintah atau anggota DPR atas kehidupan pribadi saya yang mungkin memang telah ditakdirkan untuk tak bahagia. Saya harus tenang-tenang saja. Tak boleh sibuk mencari sebab-sebab yang belum tentu sebagai menyebab atas segala nasib diri ini. Lantas mau bagaimana lagi? Ini realita. Saya harus jantan menghadapinya. Kalau dipikir-pikir, realita itu hanya sanggup menyediakan ruang kreatifitas yang amat terbatas. Terutama, ya, realita kehidupan di negeri ini. Katakanlah saya mau bikin gebrakan untuk sedikit memberi kemanjaan pada hasrat petualangan agar hidup lebih dinamis dengan, misalnya, mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Lalu berkampanye. Terpilih. Dilantik. Masuk gedung. Duduk. Menguap. Tertidur. Bersidang. Tertidur lagi dengan kepala menekuk ke pundak. Bangun lagi. Mengutak-atik aturan dan lain-lain. Terbatas juga, )

image
Sumber

Sedangkan rakyat yang memilih saya juga terus dalam batasan-batasan yang dibangun oleh ketidakberdayaan saya membebaskan mereka dari perekonomian yang sempit, pendidikan yang berujung pada penganggguran, lahan pertanian yang tidak terberdayakan, dan seterusnya. Dua-duanya tetap dalam batasan-batasan. Atau saya mau bikin gebrakan yang lebih nekat lagi dengan, misalnya, mencalonkan diri sebagai presiden. Lalu berkampanye. Kemudian terpilih. Lantas dilantik. Terus, jadi presiden. Selanjutnya, ya, pidato-pidato, merombak kabinet, meresmikan jembatan ini-dan gedung itu, dikawal-kawal, difoto-foto, mengeluh pada rakyat, blusukan sini-sana, buat laman Twitter, buka akun Facebook dan seterusnya-dan seterusnya. Terbatas juga, bukan?

Sedangkan daya kreatifitas rakyat juga terus terbatasi, dengan harga BBM yang tinggi, dengan kerja pontang-panting untuk menghidupi anak-isteri dan lain-lain dan lain-lain. Dua-duanya stagnan juga.
Makanya saya suka melamun tentang kehidupan 4000 tahun ke depan, agar saya dapat memandang dunia yang tengah berjalan saat ini tak lebih dari kehidupan purbakala. Sehingga saya dapat mengultimatum diri-sendiri sebagai manusia Milenium ke-7 yang lahir terlalu dini, di zaman yang salah pula. So, di tengah kehidupan purbakala, saya adalah manusia paling keren satu-satunya, bukan?
Singkat cerita, sebagai orang Aceh dan rakyat Indonesia, saya butuh perubahan. Harapan itu kita tumpukan pada anggota DPR/DPRA dan presiden yang baru. Kalau mereka pun tidak mampu, ya, sudah. Mari ikut saya. Kita bangun keajaiban melalui kenekatan melamun. Karena dalam kondisi itu, imajinasi adalah satu-satunya yang dapat membantu

image


![image]()

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.032
BTC 63517.53
ETH 3062.83
USDT 1.00
SBD 3.81