Selamat Datang Majalah Sastra | Bahasa |

in #literary5 years ago (edited)

image


Menerbitkan majalah sastra, barangkali banyak orang akan berpikir ulang kalau hanya dengan pendekatan bisnis semata. Siapa yang mau membeli majalah di tengah Tsunami informasi sekarang ini? Di tengah kematian media cetak yang susul-menyusul, menerbitkan majalah—apalagi dengan spesifikasi sastra—adalah bunuh diri. Membaca karya sastra dianggap bisa di mana saja di zaman e-commerce sekarang—bahkan kini sudah masuk era blockchain.

Keraguan itu dibantah sejumlah sastrawan di Indonesia. Mereka ada Kurniawan Junaidi, Kurnia Effendi, Ana Mustamin, Agnes Majestika, dan Valent Mustamin (nama terakhir ini memang adik dari Mbak Ana Mustamin). Setelah terlibat dalam penerbitan buku bersama, mereka melahirkan majalah sastra Majas. Edisi perdana akan terbit pada November 2018.

Banyak yang pesimis Majas akan berumur panjang di tengah kondisi di atas. Tapi daripada sibuk menebak kelanjutan Majas bahkan sebelum kelahirannya, lebih baik mendukung san bersyukur masih ada orang yang peduli dengan budaya dan literasi di Indonesia.

image
Saya bersama Mas Kurnia Effendi, penulis Ida Fitri, dan penyair Zubaidah Djohar, pertengahan 2018 di kawasan Gunung Salak, Aceh Utara.

Berikut ini informasi yamg saya ambil di dinding Facebook Mbak Ana Mustamin, beberapa waktu lalu;

DARI TBBG KE MAJASIAN

By Ana Mustamin

SAYA mengenal pertama kali nama mas KJ (Kurniawan Junaedhie), mas Didi (Kurnia Effendi) - komunitas sastra memanggilnya Kef, dan mbak Agnes (Agnes Majestika), dari Majalah Anita - majalah remaja yang berisi kumpulan cerpen, saat masih duduk di bangku SMP. Mas KJ saat itu sudah menjadi redaktur majalah yang banyak melahirkan penulis fiksi Indonesia ini. Sementara mas Didi dan mbak Agnes yang ketika itu sudah berstatus mahasiswa terbilang cerpenis yang sangat produktif.

Dari hasil pembacaan (antara lain) karya-karya ketiganya, saya ikut menjajal kemampuan menjadi cerpenis. Ketika itu, saya sudah masuk SMA. Saya berinteraksi sangat intens dengan mas Didi melalui surat.

Dari seorang pembaca cerpen, saya bergabung di barisan penulis. Dari majalah Anita, saya menjajal sejumlah media yang menyediakan rubrik cerpen. Saya pernah berduet dengan mas Didi menulis cerpen di Majalah Gadis, dan sempat berbalas cerpen untuk sequel “Sepanjang Braga” yang terbit di sejumlah media.

Tahun 2009, cerpenis jebolan Anita untuk pertama kali reuni di Jakarta. Saat itu berkumpul lebih 100 cerpenis, termasuk mas KJ dan mbak Agnes. Momen itu sekaligus menjadi awal perjumpaan saya dengan mas KJ dan mbak Agnes secara fisik.

Dipicu semangat reuni, kami berempat bersepakat menerbitkan buku Kumpulan Cerpen “Tukang Bunga & Burung Gagak” (TBBG) di tahun 2010. Tentu, bukan lagi cerpen remaja. Karena isi buku itu kami kumpulkan dari cerpen-cerpen kami yang terbit di berbagai media terkemuka. Sejak itu pula, kami berempat menyebut diri sebagai Tukang Bunga & Burung Gagak (TBBG).

Meski kadang berbulan-bulan gak ketemu, dan hanya saling menyapa di sosmed, kami berempat punya WA group yang kadang-kadang rame, kadang-kadang sepi kayak kuburan. Hingga tahun 2017, kami memutuskan untuk kembali menerbitkan buku kumpulan cerpen ke-2 “Arus Deras” alias TBBG edisi ke-2.

Pasca “Arus Deras”, kami sebenarnya masih punya PR untuk menerbitkan Antologi Puisi bersama. Tapi, Valent Mustamin (adik bungsu saya) mengintrupsi dengan tantangan: mengapa tidak menerbitkan majalah sastra? Indonesia tidak banyak menerbitkan media sastra. Dan di antara sedikit itu, kita hanya mengenal Horison.

Tantangan ini juga sudah lama mengganggu benak saya. Saya mengendapkan gagasan itu hampir setahun - terutama karena konsentrasi urusan kantor menyita banyak sekali waktu, hingga menulis cerpen pun rasanya sulit. Sampai kemudian saya melempar gagasan itu 2 bulan lalu di WAG TBBG. Hanya hitungan menit, respon dari kami berempat langsung mewujud kesepakatan.

Segalanya menjadi lebih mudah karena kami bisa saling melengkapi kompetensi yang sesungguhnya relatif memadai. Mas KJ adalah jebolan wartawan senior Kompas Group. Ia pernah menjadi Pemimpin Redaksi majalah life style di sana. Mas Didi, yang telah pensiun dari perusahaan otomotif, bersama mas KJ tergolong sastrawan terkemuka dan paling intens berhubungan dengan komunitas sastra. Mas KJ juga memiliki penerbitan indie, Kosakatakita. Saya sendiri, meski menulis sekadar hobi, saya ditempa di perusahaan keuangan sampai manajemen puncak, sehingga tentu bisa berkontribusi dari sisi manajemen. Mbak Agnes adalah seorang birokrat nomor satu di sebuah instansi pemerintahan di tingkat propinsi. Seperti saya, dia juga kenyang pengalaman mengorganisir unit kerja. Dan Valent yang melengkapi formasi TBBG adalah generasi milenial yang paham persis perkembangan digital. Pernah menjadi eksekutif di beberapa perusahaan berbasis IT, dan sampai sekarang tetap aktif berkarir di dunia digital. Mendirikan IDWRITERS adalah salah satu upayanya untuk membantu promosi penulis Indonesia ke komunitas internasional melalui database digital.

Maka, kami akhirnya membentuk formasi 5. Dan saat ini, kami sedang ‘hamil tua’ untuk melahirkan MAJAS, majalah sastra & gaya hidup yang membawa misi “Sastra untuk Semua”. Ada yang bilang ini anomali. Ketika media bergerak ke online, kami malah balik ke media cetak. Tapi antitesa sering melahirkan fenomena tersendiri. Dan kami menyukai itu.

Dengan dukungan teman-teman sastrawan sebagai pemegang saham sekaligus pembaca, kami bercita-cita agar MAJAS - majalah yang independen dan merangkul semua komunitas sastra ini, kelak menjadi referensi penting dunia sastra Indonesia.

Ya, demi keinginan berkontribusi di dunia sastra, kami bersalin rupa dari TBBG menjadi MAJASIAN.

Doakan cita-cita kami bisa terkabul.


Saya sendiri menyambut baik kehadiran majalah sastra ini di tengah kehidupan yang serba digital. Membaca karya sastra secara manual, beda nikmatnya dengan membaca secara digital. Semoga Majas mendapat tempat di hati masyarakat pembaca Indonesia.


image
Saya dan Mbak Ana Mustamin (sebelah kiri saya), serta sejumlah mantan penulis majalah Anita ketika bertemu di Jakarta.


Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/9cdhjc7

Sekarang majalah seakan tenggelam di era milenial. Dulu di tahun 90-an, majalah sempat ngehits, semoga dengan adanya informasi dari @ayijufridar malam ini, minat masyarakat kembali tertarik dengan "majas".

Semoga penerbitan majalah sastra Majas bukan sekadar kerinduan cengeng terhadap masa lalu. Saleum sukses @midiagam.

Mantap !
Saleum sukses meulambong😃

Coin Marketplace

STEEM 0.36
TRX 0.12
JST 0.039
BTC 70223.87
ETH 3561.28
USDT 1.00
SBD 4.73