FIKSI MINI

in #partiko6 years ago

CINTA PERTAMA TAKDIR KEDUAKU

Tiga tahun statusku menjanda. Sebuah predikat yang tidak pernah ada dalam benakku. Cita-cita hidup bersama sampai maut yang memisahkan hanya kenangan saja. Sejatinya aku masih mencintai mas Angga. Lelaki bermata teduh yang memberiku limpahan cinta dan kasih pun dua putri kami yang lucu. Tetapi sayang, hanya sekejab rasa bahagia itu. Ditahun kelima belas biduk itu runtuh. Aku memilih berpisah.

Amalia, sosok perempuan energik, pintar dan berwawasan menempati posisi di hati mas Angga hari ini. Wanita itu hadir sebagai penyelamat ekonomi keluargaku saat itu. Aliran dana untuk pengembangan usaha yang tanpa jasa alias tanpa jaminan apapun, membuat naluri perempuanku menyusuri hati wanita jebolan S.2 itu. Dengan jujur dia ingin menjadi maduku. Dia mencintai mas Angga.

Semula aku sempat menganggapnya gurauan saja. Tetapi Amalia bergerak lebih cepat. Orang tuanya bahkan meminta mas Angga untuk menikahinya.

Amalia mengancam mengakhiri hidup bila tidak menikah dengan mas Angga. Lemas sudah seluruh kekuatan jiwaku. Amalia sudah menyita perhatian dan hati mas Angga. Aku menyerah, pisah baik-baik pilihanku. Dengan linangan air mata mas Angga meluluskan permintaanku.

“Dik, jangan tinggalkan mas. Kita hadapi masalah ini bersama. Dulu kita berjanji sampai ...”

“Maaf, jangan dilanjutkan. Situasinya berbeda. Jangan paksakan Mas, aku tidak sanggup. Silakan kalau menurut Mas ini menyelamatkan banyak pihak. Aku yang mundur. Dulu Mas memintaku baik-baik. Tolong kembalikan aku baik-baik juga. Urusan bapak ibu, nanti aku yang bicara.” Tanpa ragu kuminta jawabannya malam itu. Dalam proses cerai kami sudah berbeda kamar.

Selepas surat cerai dari pengadilan turun, keduanya menikah dengan pesta yang megah. Amalia putra pengusaha kondang di kota ini. Dan aku? Meringkuk sendiri dengan sisa air mata yang hampir mengering. Rasa cintaku merobek-robek hati yang enggan berbagi. Hari bahagia mas Angga ibarat hari penghabisanku. Laki-laki yang terus berusaha membujukku kembali padanya tampak bahagia dengan Amalia. Niatku sudah bulat, pelan-pelan kuhapus semua tentang mas Angga. Meski tidak semudah dalam bayanganku.

Karima, putri sulungku sering memergoki ayahnya memandang fotoku dengan mata basah. Katanya, ayah pernah tanpa sadar menyebut bunda waktu minta tolong dibuatkan kopi dan itu sering terjadu. Desiran hangat mengemuka, aku juga masih sering merindukan hangat dekap lembut usapannya. Apalagi saat tubuh penat dan gundah. Sejenak pelukannya sudah lebih dari cukup menentramkan. Ah, sudahlah. Memeluk malam dalam dekap sajadah sungguh cukup membuatku menyadari bahwa mas Angga tidak boleh merasuki hati ini kembali.

Tahun kelima dalam kesendirian. Waktu yang cukup untuk merenungi hidup. Dengan menikmati dan memiliki diriku sendiri ternyata sungguh membuatku seperti lahir kembali. Memasuki usia kepala empat memberiku semangat untuk menata kembali kehidupan yang hampir mengiringku seperti buih di lautan.

Senyum menghias hari-hariku. Masa lalu kuhanguskan dari hati yang porak poranda. Selamat tinggal mas Angga, takdir kita sudah digariskan. Cintamu tak cukup kuat mempertahankan bahtera kita. Meskipun itu bukan jalan yang salah, tetapi aku belum sanggup menemani langkah itu.

Usaha roti kering, pesanan nasi box, dan kue lainnya sedikit demi sedikit menunjukkan kemajuan. Kedua putriku sering membantu, bahkan Karima memutuskan pindah ikut bersamaku. Semakin bersemangat hidup ini. Tidak ada rasa sesal dan cemburu bila putriku bercerita tentang ayahnya.

Kucoba menjadi teman yang baik agar Karima tidak mempunyai rasa benci kepada salah seorang diantara kami.
Seperti sore itu, kami bertemu Amalia dan putranya. Bocah laki-laki itu mirip mas Angga. Terkabul keinginannya punya anak laki-laki. Kubayangkan bahagianya mas Angga dengan jagoannya.

Amalia tampak masih canggung walaupun dia berusaha seramah mungkin. Wajahnya tidak bisa berbohong, sesekali suaranya terbata menjawab pertanyaanku. Dengan basa basi dia menawariku.

“Silakan mampir, Mbak. Mas Angga kalau libur di rumah.”

“Terima kasih, saya banyak kerjaan,” jawabku dengan senyum yang wajar.

“Mbak Dyah, boleh ya saya cerita? Ini, emm ... mas Angga masih sering menyebut nama Mbak. Kadang dalam tidurnya juga. Maafkan saya Mbak, saya tidak bisa membuatnya bahagia seperti Mbak,” gumpalan bening luruh bahkan semakin deras. Perempuan yang agak kurusan itu menguraikan perasaannya.

“Kemarin mas Angga meminta saya untuk membujuk Mbak kembali. Dia minta maaf sama saya. Mbak, saya serius. Saya yang salah, egois, tidak memahami perasaan Mbak. Sekarang saya menyadari. Perasaan tidak bisa dipaksakan. Kehadiran Satria yang menolong hubungan kami.” Tergugu Amalia memelukku. Seolah badai hampir menyapa kerajaan kecil mereka.

“Tidak Lia, hari ini kamu takdirnya mas Angga. Mbak tidak bisa menuruti permintaan mas Angga. Hidup kita sudah berbeda, kamu harus berjuang untuk cintamu. Menikah bukan permainan semau kita. Mbak bukan perempuan sempurna. Yakinlah pada dirimu sendiri. Bukankah kamu sudah berjanji padaku?”

Lega rasanya. Niat yang baik harus disertai langkah yang baik. Amalia harus belajar bertanggung jawab dengan niatannya. Karima mengacungkan jempol padaku. Dari parkiran mobil seseorang melambaikan tangan dan membawa kami kepadanya.

“Undangannya sudah siap, Dik?” aku mengangguk, Mas Nugroho membukakan pintu mobilnya. Karima duduk di kursi belakang, sesekali dia menggodaku.

“CLBK Bunda. Selamat deh!”

“Hei Nona, bunda nggak CLBK. Tanya tu om Nug, kita nggak pernah pacaran sayang.”

“Ya Rima, Bundamu anti pacaran. Dyah yang jutek membuat om klepek-klepek. Bundamu cinta pertama om. Takdir kita dengan perjalanan yang panjang begini. Sekarang om duda dan bunda janda, pas kan?” goda mas Nugroho yang disambut tawa Karima. Lanjutnya.

“Setelah lama istri om tiada hanya bundamu yang ada dihati om. Surat cinta yang dikembalikan bundamu masih om simpan. Nggak tahu kenapa, om yakin dengan perasaan om.”

“Yakin hidup bersama dengan bunda? Gitu maksudnya?”

“Iya. In Sya Allah. Harus yakin, Allah mengabulkan doa om. Bundamu bersedia jadi yang kedua. Iya kan, Dik?”

“Iya, iya lanjutin terus ngeledek bunda,” jawabku dengan bibir mengerucut.

Kedua orang yang kusayang itu tertawa. Bahagia menyelimuti hati yang berbunga-bunga ini. Seminggu lagi kami akan memasuki gerbang baru. Ikatan suci yang kami adakan sederhana. Sengaja aku tidak memberi tahu Amalia.

Rencananya besok aku, mas Nugroho dan Karima akan ke rumahnya. Bagaimanapun mas Angga adalah ayah dari anakku. Pernah menjadi bagian yang indah dalam hidupku. Sebagai bentuk hormat padanya berita bahagia ini harus kusampaikan sendiri.

Jelas tidak ada celah lagi bagi mas Angga untuk memintaku balik padanya. Cinta pertama membawaku pada takdir keduaku.


https://pixabay.com/en/fishing-boat-fisherman-tam-giang-lagoon--164977/

https://s3.us-east-2.amazonaws.com/partiko.io/img/wahyulestari08-fiksi-mini-eyskgj12-1537083286101.png

Posted using Partiko Android

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63318.34
ETH 3108.17
USDT 1.00
SBD 3.97