Mencoba Mengingat Segalanya Hingga Terlupa
Sikat gigi. Ransel dengan retsleting
perlengkapan mandi. Bahasa Prancis ‘sering’
Nama. Mengapa aku menulis ini?
mungkin ini yang pertama.
Pulsa, kuota, listrik prabayar
Enam ratus tujuh puluh tiga ribu lima ratus
tiga puluh lima rupiah, dua minggu paling lama
gas elpiji mendesis tikus pingsan di dapur
Sebuah surat yang baru
terbaca tiga puluh tahun kemudian, kertasnya
menguning, dari Boston, Massachusetts
ke alamat lamaku di atas bukit
di belakang rumah Sakit. Dulu
Suatu tempat, suatu masa. Delapan puluh empat
Kata sandi minimal delapan alfanumerik
Angka, aksara huruf kecil dan kapital
Kartu tertinggal dan ditelan mesin
anjungan tunai mandiri demi mendapatkan uang
untuk membayar hutang dari memberi piutang.
Alamat surel? Mungkin nama alias
Kunci gembok pembuka koper
perjalanan panjang, boarding pass, barang bagasi
cendera mata di kabin atas kepala
kantong plastik bingkisan bawah kursi
Tanggal ulang tahun peringatan
yang dirayakan penyintas, kenangan yang dicuri
dari teman sekamar semasa indekos,
Itu bagus. Hei, jangan tertidur setelah jogging!
Burung dan serangga di pagar belakang
Bukan tekukur,’ kan? Sangatlah jarang
awal musim hujan dari tanah lembab
detil sifat seperti banjir kembalinya kumbang
Tentu saja pernah remaja, mengapa bertanya?
Sulit untuk diceritakan. Yang kuingat angin kencang
Dan tanda lalu lintas, bingkai merah tanda silang
tapi bukan kemana menghilang
Atau kapan pastinya, terlalu sedikit,
tidak mampu memahami ruang lingkup
evaluasi kinerja, dan waktu menua
Aku tertancap di bangku taman
Kentang goreng, figurin pahlawan
kamar mandi, keran cuci tangan gerai waralaba
Parfum menguar dari yang lewat
Semerah sambal dan saus tomat
Selepas siang tetaplah hidup dibumbui
serbuk pengingat, sedikit saja untuk nostalgi—
yang kambuh mencium air mata basi
nuansa abstrak memang begitu
Krayon patah dalam kaleng biskuit di tangga gazebo
kebahagiaan selebriti ulasan media
Kota tua dengan kotoran sapi dan perguruan tinggi.
Lembaran potret buram sephia
Serbuk sari di pinggir jalan, lahan parkir
Pasar pekan kecamatan,
jendela mobil turunkan.
memaknai angin sepoi tajam.
Jalan tidak memiliki garis.
berbalik dan setelah berbelok
Dan putar arah kembali
dalam pikiran
Bukan masalah sederhana
untuk berbalik, berhenti kencing
kaki basah, tisu terakhir dua jam lalu
mengusap jemari di jok yang bersih
orang bepergian, namun demikian—
aku berencana untuk tetap tinggal
menikmati hidangan bakar
dan tidur di jok belakang
Langit menggelap dan aku ingat
Lagu favoritku saat usia enam:
Stairway to Heaven,
Wanita penyuka kilauan emas
Debu.
Angin.
Sentimental.
Kerinduan.
Tersering menatap mobil yang lewat lalu
mengejar layangan putus benang kenangan,
menghitung pantulan batu pipih,
matahari terbenam.
Mengapa aku menulis ini?
ini yang pertama.