In Memoriam: Diego Mendieta, Potret Buruk Sepakbola Indonesia |

in #sport5 years ago

Bersama Diego Mendieta_2007.jpg


Saya ingat ketika masih aktif sebagai jurnalis untuk melihat Super League Indonesia, antara 2005 hingga 2009. Tim yang sering saya liput saat itu adalah PSSB Bireuen ketika masih di Divisi Liga Premier.

Salah satu pemain PSSB Bireuen yang saya kagumi adalah Diego Mendieta, pemain sepak bola dari Paraguay. Sebelumnya, Mendieta pernah bermain sebagai penyerang di Persitara Jakarta Utara. Dalam tur Jawa, saya sering bersama Mendieta walaupun dia tidak berbicara bahasa Indonesia saat itu. Bahasa Inggris-nya lebih buruk daripada saya. Tapi kami tetap dekat. Saya sering mengambil foto Mendieta, mencetaknya, dan menyerahkannya sebagai hadiah.

Saya suka tindakan Mendieta di lapangan. Dia adalah pemain kidal dan termasuk pencetak gol terbanyak di PSSB Bireuen. Ketika bertarung melawan Persib Bandung, pada 2007, di sebuah hotel tempat kami selesai, saya melihat Mendieta memiliki tato harimau di dada. Saya minta izin untuk memotret tatonya, dia tertawa dia melarang. "Tidak bagus," katanya.

Dalam perjalanan dari hotel ke Stadion Siliwangi-rumah Persib Bandung-Mendieta mengajari saya lagu kebangsaan Paraguay; Paraguayos, República o muerte. Mendieta kaget saya tahu beberapa bait lagu kebangsaannya, padahal saya baca diliriknya di Google. Saya pikir Mendieta sangat bangga dan mencintai negaranya.

Di Yogyakarta saat melawan PSS Sleman, kami selesai di hotel bintang empat, Jayakarta. Saya pernah menginap di hotel ini sebelumnya dan menyukainya karena ada jalur jogging. Mendieta juga menyukainya. Ketika membuka kembali file album lama, saya menemukan foto dengan Mendieta di tepi kolam renang Hotel Jayarkarta, pada 2007.

Dalam sebuah pertandingan PSSB di Stadion Tunas Bangsa Lhokseumawe, seusai pertandingan Mendieta diburu sejumlah anak muda untuk mengajaknya berfoto. Saat itu saya melihatnya dan berkata; “Mendieta bersama penggemarnya.”

Dia tidak menoleh. Tapi sebelum pergi, dia sempat melihat saya dan langsung menghampiri sambil berseru; Wasitnya mafial. Dia mafial,” katanya berulang-ulang. Dalam pertandingan, Mendieta memang mendapatkan kartu kuning dan menurutnya itu tidak patut sehingga dia menuduh wasit bagian dari mafia.




Setelah lama tidak aktif sebagai jurnalis, saya kemudian kaget ketika mendapat kabar Mendieta meninggal karena sakit ketika memperkuat Persis Solo. Kabarnya Persis Solo tidak membayar gaji Mendieta sehingga dia tidak bisa berobat. Melalui situs berita, saya mendengar pemain kelahiran Asunción, Paraguay, itu meninggal di rumah sakit Dr Moewardi, pada Senin 3 Desember 2012. Virus yang terinfeksi itu menyebar ke seluruh bagian tubuh, bahkan hingga ke mata dan otak. Ia juga menderita jamur kandidiasis di tenggorokan hingga saluran pencernaan, dan secara positif menderita demam berdarah.

Saya membaca berita, pendukung Persis Solo dan beberapa orang hanya memperhatikan nasib Mendieta. Sayangnya, Mendieta meninggal dalam situasi yang rumit dan mencoreng nama baik sepakbola Indonesia. Semua orang berharap kasus seperti itu tidak akan terjadi lagi. Kematian Mendieta adalah lembaran hitam sepakbola Indonesia yang tidak boleh terulang lagi.

Mendieta meninggalkan seorang istri, Veleria Alverez dan tiga anak masing-masing bernama Enzo, Cielo Belin, dan Gaston. Ketika di Bandung, saya menunjukkan foto putri kedua saya, Amira Jufri, dan dia memujinya "sangat cantik". Dia bercerita tentang anak perempuannya yang meninggal, tidak jelas apakah meninggal dalam kandungan atau apa. Waktu itu, kami berbagi cerita dalam bahasa Inggris dan bahasa Tarzan.[]






Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Terkadang di negara yang salah satu dasar falsafahnya adalah emanusiaan yang adil dan beradab, kita masih abagi dengan sebuah sisi kemuanusiaan. kesombongan kita mnejadi manusi sehingga merasa lebiah dari manusia dan tak lagi memanusiakan manusia lain.
betapa sedih kita melihat seorang nak manusia yang datang dan berkarya lalu seolah bukan lagi sebgai manusia. Mungkin kita harus terus mereningkan kembali akan kemanusiaan kita
tulisan yang menggugah hati kita semua
Salam dari klaten Jawa tengah

Kalau membaca berita tentang penderitaan Mendieta, sungguh menyedihkan. Kepada seoran wartawan di Solo, ia bilang hanya ingin mendapatkan gaji secukupnya untuk biaya pulang ke Paraguay. Kalaupun mati, ia ingin mati di negerinya sendiri.

Memori masa silam yang sangat menyentuh, antara sang jurnalis dengan pesepakbola impor. Saya jadi baper, dengan kisahnya.

Diego Mendieta...
Sang striker yang sangat di Puji oleh Publik Kota Juang Bireuen....
Kisah menarik

Ketika Mendieta masih bermain di PSSB Bireuen, saya termasuk akrab dengannya. Kami sering bersama dalam tur PSSB di Jawa, meski ada kendala bahasa di antara kami. Dia memang punya banyak penggemar di Bireuen, @helmibireuen. Sayangnya, nasibnya harus seperti itu. Sayang juga PSSB sekarang sedang sekarat.


Postingan ini telah dibagikan pada kanal #Bahasa-Indonesia di Curation Collective Discord community, sebuah komunitas untuk kurator, dan akan di-upvote dan di-resteem oleh akun komunitas @C-Squared setelah direview secara manual.
This post was shared in the #Bahasa-Indonesia channel in the Curation Collective Discord community for curators, and upvoted and resteemed by the @c-squared community account after manual review.
@c-squared runs a community witness. Please consider using one of your witness votes on us here

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64550.89
ETH 3156.32
USDT 1.00
SBD 4.30