Titik-Titik Sejarah # 35

in #steempress6 years ago (edited)

Bab Delapan

Titik-Titik Sejarah

Mara terbangun ketika bunyi alarm mobil meraung-raung di ketuaan waktu. Ketika menoleh ke sebelah, tempat tidur Sayati kosong. Ia bergegas bangkit. Pintu depan terbuka. Sayati berdiri tidak jauh dari teras, dengan tangan terlipat di dada. Teman-temannya, yang tiba beberapa jam lalu, berdiri berjejer di sebelah kanannya. Mereka seperti sedang menonton sesuatu.

“Ada apa, Bu?” tanya Mara sembari mendekati Sayati.

Nature, Animal World, White Bengal Tiger, Tiger

source

Langkahnya terhenti melihat hazard mobil Nendo kedap-kedip. Matanya melotot. Tidak jauh dari pintu mobil yang terbuka, Nendo berdiri, dikelilingi lima tubuh yang terbaring di tanah, sambil mengerang kesakitan.

“Pak Nendo! Ada apa?” Mara langsung menghampiri Nendo.

“Mereka memecahkan kaca mobilku.” Tangan Nendo menunjuk ke arah orang-orang yang terkapar.

Mara melihat ke tanah sekilas. Pandangannya kembali ke arah Nendo. Dalam keremangan cahaya lampu, dia melihat darah mengalir di kening Nendo. "Bapak tidak apa-apa?"

Nendo tersenyum. "Tidak apa-apa."

Mara menghampiri seorang pemuda yang memegang dadanya sembari mengerang. “Kamu! Ngapain mecahin kaca mobil orang?”

Tetangga-tetangga Mara mulai berdatangan.

“Pak, mereka mecahin kaca mobil Pak Nendo!” teriak Mara.

Kerumunan massa semakin banyak. Segera kelima tubuh yang masih mengerang di tanah itu, dibawa ke rumah Pak RT.

Bu Niki mematikan alarm mobil Nendo.

Pakde Sarma, kakak tertua ayah Mara, menghampiri Mara, “Ada apa, Mara?”

“Ada yang pecahin kaca mobil Pak Nendo, Pakde.”

“Siapa?”

“Orangnya sudah di bawa ke rumah Pak RT, Pak,” ujar Nendo yang langsung berdiri di sebelah Mara.

“Pak Nendo, kenalkan, ini Pakde Sarma. Kakak ayah paling tua.”

Nendo menjulurkan tangan. “Nendo.”

“Sarma.”

“Pak Sarma, ini ibu saya,” Nendo memperkenalkan Sayati dan empat orang sahabatnya.

“Maaf, tadi di rumah sakit, ayah Mara sudah meminta saya bertemu Pak Nendo dan Ibu, tapi setelah lapor Pak RT, keluarga Mara kedatangan tamu yang akan menginap, tiba-tiba saya kurang enak badan, Jadi saya langsung pulang, ” ujar Pakde Sarma dengan nada meminta maaf.

“Tidak apa-apa, Pak Sarma,” Sayati tersenyum menenangkan pada Pakde Sarma.

“Nak Nendo, ayo kita ke rumah Pak RT dulu, supaya jelas urusannya,” ajak Pakde Sarma.

“Duluan aja ya, Pakde. Muka Pak Nendo berdarah. Mara obatin dulu. Nanti Pak Nendo, saya antar ke rumah Pak RT,” sela Mara.

Pakde Sarma melihat ke arah Nendo, kemudian mengangguk. Dia langsung berjalan menembus kegelapan.

Bu Anita mengambil kotak P3K di mobil Nendo. Setelah melihat luka di kening Nendo sekilas, dia menyerahkan kotak itu ke Mara.

“Mara, aku engga apa-apa. Ayo kita ke rumah Pak RT saja sekarang,” Nendo mengernyit. Luka ini tidak seberapa, dibanding rasa ingin tahu, kenapa mereka menyerangnya.

Mara melihat Nendo dengan pandangan galak. “Dari tadi, Bapak perintah-perintah saya terus. Sekarang, giliran saya, perintah Bapak!”

“Aku perintah kamu apa?” tanya Nendo heran, seraya mengikuti Mara yang menarik paksa tangannya, ke dalam rumah.

“Perintah apa?" Suara Mara terdengar semakin kecil. "Tadi, saya disuruh duduk saja, Bapak yang masak!”

Sayati tersenyum lebar pada teman-temannya.

“Akhirnya ada juga yang bisa taklukan Nendo,” ujar Bu Anita senang.

Keempat wanita sebayanya mengangguk setuju.

“Kita punya proyek baru,” ujar Sayati dengan mata bersinar.

Love, Valentine, Heart, In Love, Background, Romantic

source

“Bapak bisa diem engga sih!” seru Mara jengkel. “Saya jadi susah nih, bersihin lukanya.”

“Sudah, Mara. Sini! Biar aku bersihin sendiri.” Tangan Nendo memegang tangan Mara, yang sedang membersihkan luka di keningnya. Aneh sekali rasanya, diperhatikan seperti ini. Biasanya dia melakukan apa pun, seorang diri.

Mara mengangkat tangan dari keningnya. Lagi-lagi mata gadis itu melotot.

“Saya itu, anggota UKS teladan tingkat kabupaten. Bersihin luka seperti ini sudah biasa. Makanya, diam sebentar!”

“Jadi dokter kamu galak banget. Pasti pasiennya pada kabur semua.”

“Katanya tangan saya dingin. Jadi luka yang saya obatin, cepet sembuh,” kilah Mara. Dia menggunakan kasa bersih untuk mengeringkan luka.

Nendo mengerahkan segenap konsentrasinya, untuk tetap diam. Tubuhnya gelisah, berada dekat sekali, dengan Mara. Aroma wangi rambut gadis itu, membuatnya resah.

“Pak Nendo!” tegur Mara.

Nendo menjumlahkan rekapan keuntungan yang diperolehnya bulan ini, dari semua bisnisnya, dalam pikirannya.

“Cepat, Mara. Kita ditunggu di rumah Pak RT!” kilah Nendo lembut.

Dahinya sedikit mengernyit, ketika Mara membubuhkan salep antibiotika.

“Sakit, Pak Nendo?” tanya Mara lembut dengan nada cemas.

Mara khawatir padanya? Hati Nendo bergetar, seperti saat sedang mendengarkan mamanya, memainkan musik klasik, dengan piano. Dia menggeleng, dengan senyum lebar tersungging di bibir..

“Bapak bohong!” Seru Mara jengkel. Dahinya mengernyit dalam. Luka di kening Nendo agak panjang. Darah yang sudah mengering cukup banyak. “Kena lemparan batu, ya Pak?”

“Iya,” sahut Nendo pendek. Dia sibuk menertibkan perasaan bahagia, damai, gembira, yang tiba-tiba muncul, seperti tsunami, dalam seluruh syarafnya.

Mara menarik nafas dalam. “Bapak sering dapat masalah karena saya. Kenapa dilawan sih? Kenapa engga lari saja? Mereka kan berlima, Bapak cuma sendiri! Kalau Bapak kenapa-kenapa, gimana?

Nendo menyerah mengkondisikan hatinya. Dia meraih kedua tangan Mara. Dengan lembut, mendudukkan Mara di sebelahnya, yang sedari tadi berdiri di hadapannya. Matanya mengunci mata Mara. telunjuk kanannya menyibakkan poni nakal, yang sedikit menutupi wajah cemas Mara.

“Lihat! Aku butuh kamu, kan? Kalau aku sakit, jadi ada yang ngerawat ,” ujarnya lembut

Mata Mara terbelalak. Bibirnya terbuka sedikit. Gadis itu menahan nafas, memandangnya tanpa berkedip. Melihat wajah Mara mulai merona, darahnya mengalir lebih deras.

Nendo memaki dirinya sendiri dalam pikiran, karena bertindak tanpa berpikir. Dengan cepat, matanya melengos ke arah lain. Dia melepaskan tangan Mara dan langsung berdiri.

“Ayo, ke rumah Pak RT sekarang, kalau sudah selesai.”

Bandung Barat, Senin 13 Agustus 2018

Salam

Cici SW

 


Posted from my blog with SteemPress : https://cicisw.com/2018/08/13/titik-titik-sejarah-novel002-035/

Sort:  

Nice post long banget

Lam kenal ya,,,,di steemit akan hidup, kalau saling balas upvote, 1 upvote insya Alloh ane balas 1,2,3,4,5,dst, moga jadi ladang ibadah, Amin

Wuah ... nyaris! 😍

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 71539.00
ETH 3603.23
USDT 1.00
SBD 4.75