Catatan Kritis Hutan Aceh untuk Gubernur

Para akvitis lingkungan menghadap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, sebagiannya #steemians, melaporkan catatan kritis tata kelola hutan dan lahan yang mesti diperhatikan. Tulisan ini bagian dari kampanye lingkungan melalui steemit.

[Foto: @ucok.parta]

Jumat pagi, saya diajak serta @alfian.husen untuk ikut berjumpa Gubernur Aceh, pertemuan terjadwal pukul 10.00 WIB. Sebelum ke Pendopo Gubernur, kami kumpul sejenak di Kuta Alam Kupi. Ramai di sana, sekitar 20-an para aktivis lingkungan lintas lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan.

Ada sejumlah steemians juga, selain saya dan Alfian, ada @arista, @zulfikar.ngoham, @nasir83, @yusri.mantong, @harock dan beberapa lainnya. Selama ini, @nasir83 yang bekerja di Walhi Aceh dikenal paling sering melakukan kampanye soal lingkungan di media sosial ini.

[Dok. Pribadi]

Sedang menikmati kopi, penghubung kami di lingkaran dalam Gubernur @ucok.parta mengabarkan pertemuan digeser pukul 11.00 WIB, usai agenda pelantikan PJ Bupati Aceh Selatan. Jelang jadwal ditetapkan, kami bergerak ke pendopo menunggu di sana.

Jadwal molor lagi 30 menit, sampai kami duduk semeja dengan Gubernur Irwandi Yusuf, ikut serta Pangdam Iskandar Muda, Mayjen Hafil Fuddin. Gubernur mempersilakan ketua rombongan @alfian.husen bicara, apa gerangan yang ingin disampaikan.

[Dok. Pribadi]

Usai memaparkan maksud, Alfian meminta Mustiqal dari LBH Banda Aceh menyampaikan rekomendasi sebanyak 12 poin catatan kritis tata kelola hutan dan lahan di Aceh. Di antaranya adalah: meminta pemerintah Aceh menertibkan dan mencari solusi terhadap tambang emas ilegal di Aceh, meminta revisi Qanun 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh, melakukan review izin perkebunan kelapa sawit di Aceh, membentuk tim untuk review Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan beberapa lainnya.

Dalam catatan aktivis lingkungan, beberapa persoalan yang masih sering terjadi terkait tata kelola hutan dan lahan di Aceh adalah: pertambangan ilegal, konflik dan sengketa lahan antara perusahaan dan warga, pencemaran limbah industri kelapa sawit dan batubara, lemahnya transparansi perizinan sektor hutan dan lahan dan lambannya penetapan hutan adat serta lemahnya penegakan hukum pada kasus-kasus lingkungan.

Data Walhi Aceh tahun 2017, fungsi kawasan hutan Aceh yang hilang mencapai 26.835 hektar akibat berbagai aktivitas ilegal dalam kawasan, sedangkan wilayah kelola masyarakat yang hilang mencapai 123.162 hektar. Kejadian bencana ekologi tahun 2017 mencapai 120 kali, dengan total kerugian mencapai Rp 1,5 triliun, serta sebanyak 62.487 jiwa berdampak langsung. Jika Pemerintah Aceh tidak mampu membendung laju kerusakan hutan, maka setiap tahunnya kawasan hutan Aceh diprediksi akan rusak 29.298 hektar

[Dok. Pribadi]

Menanggapi itu, Irwandi menyebut misinya sama dengan para aktivis untuk menjaga hutan Aceh demi anak-cucu. “Saya sudah merasa kaya, tak punya kepentingan untuk menjual hutan. Saya menjaganya,” katanya.

Irwandi mengakui, penegakan hukum terkait kejahatan lingkungan terkadang sulit pada alat bukti kejahatan. Ini akan terus dilakukan upaya-upaya dan kerjasama linta sektor. Soal tambang, dia menyatakan komitmennya, “yang legalpun tak boleh, apalagi ilegal,” katanya.

Gubernur meminta para aktivis jangan terlalu menebar kritik di luar, tapi dapat langsung berbicara dengannya kapan saja ada kesempatan. Selanjutnya, rekomendasi dan sejumlah bundel laporan yang disampaikan para aktivis, diterima Irwandi dan meminta staf khususnya Bakti Siahaan untuk mempelajari lebih lanjut.

[Salah satu kawasan hutan Aceh | Dok. Pribadi]

Waktu terlalu sempit, sebentar lagi shalat Jumat dan kami bubar. Gubernur masih harus menerima tamu lain yang sudah menunggu. Semoga, janjinya menjaga hutan Aceh mampu terlaksana. []

@abuarkan