Mengapa Perempuan Single Dianggap Aib dan Sial?

in #story6 years ago

IMG20180927105507.jpg

SAYA selalu bahagia bila mendengar kabar ada teman yang menikah. Itu artinya, berkurang satu orang di muka bumi ini yang dianggap 'kurang beruntung' karena terlambat menikah.

Mereka yang terlambat menikah, terutama perempuan sering kali mendapat perlakuan yang bikin hati nggak nyaman. Dibanding-bandingkan dengan si A, B, atau C yang sudah menikah entah sejak kapan-kapan.

Dibandingkan dengan si D, E, atau F yang seusianya sudah punya satu, dua, bahkan tiga anak. Dibandingkan dengan si G, H, atau I yang hidupnya sudah mapan.

Tak peduli secerdas dan sepintar apa perempuan itu, semandiri apa dia, seberpendidikan apa dia, sekreatif apa pun dia, selama belum menikah tetap saja dianggap belum menjadi 'perempuan'. Tetap saja yang menjadi pertanyaan utamanya ialah kapan menikah? Sudah punya calon atau belum? Jangan terlalu pilih-pilih! Usaha dong...! Tunggu apa lagi, si Anu sudah punya momongan, kamu kapan?

Kalau dipikir-pikir lagi, betapa beratnya terkadang menjadi perempuan, terlambat menikah dinggap aib dan sial, dianggap mudah sensitif hanya karena kalimat-kalimat tanpa intonasi di WAG, tidak sekolah dan tidak mandiri secara finansial dianggap beban keluarga, berpendidikan tetapi jodohnya belum datang juga eee dianggap pilih-pilih, punya teman laki-laki dianggap jablay.

Kadang-kadang sentilan-sentilan yang bikin hati nggak nyaman itu datangnya dari keluarga dekat, orang-orang yang seharusnya memberi kenyamanan dan perlindungan kepada perempuan itu sendiri. Bukan malah membebaninya dengan sesuatu yang di luar kuasanya sebagai manusia dan perempuan yang dalam kondisi apa pun tetap dianggap sebelah mata.

Perempuan yang mencoba mandiri dan tidak ingin menjadi beban keluarga, sering dikait-kaitkan dengan 'tidak beraninya' kaum pria untuk meminangnya. Yang pengecut siapa, yang disalahkan siapa?

Perempuan yang telah menikah dan mandiri secara finansial sering dijadikan dalih untuk membenarkan pepatah 'besar ban depan dengan ban belakang'. Harusnya itu menjadi semangat bagi para pria untuk meningkatkan etos kerjanya. Ada yang membantunya sehingga bebannya menjadi ringan. Bukan malah membangun kesenjangan karena kekhawatiran tak beralasan mengenai terlihat rendah atau jatuhnya martabat lelaki.

Perempuan single yang suka menyalurkan hobi travelingnya sering dianggap suka keluyuran. Asyik pergi-pergi terus, kapan sempat mikirin jodoh? Mereka yang duduk di warung kopi sering dianggap sebagai perempuan nggak benar. Oh... mengapa sesempit itu menilai perempuan.

Mirisnya risakan-risakan seperti itu sering datang dari sesama perempuan juga. Dari ibu, dari tante atau bibi, adik, kakak, teman-teman dekat perempuan itu sendiri. Masih ingat cerita tentang teman saya yang dirisak temannya sendiri sampai bikin dia menangis? Saya bersyukur dan bahagia, dia telah menemukan jodohnya.

Para orang tua kerap merasa malu bila ada anak gadisnya yang belum menikah di usia tertentu. Malu karena di acara-acara keluarga kadang kala menjadi pergunjingan.

Apakah keberuntungan itu hanya berwujud pernikahan lalu punya anak? Apakah kebahagiaan hanya dimaknai bila seseorang menemukan pasangan hidup? Apakah sukses itu hanya diartikan telah menikah di usia tertentu?[]

Sort:  

Curhta nih han.. hehehe..
According to me, don't care about that.. !!
Tetapi tetap membuka hati jika suatu saat jodoh itu datang . 😍😍😍

Membantu menyuarakan suara perempuan yang tak berani bersuara dan menulis yang beginian heheheh.... Mengabaikannya memang pilihan jitu, tapi sampai kapan, ya kan?

Benerr 😅

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 62379.78
ETH 3034.69
USDT 1.00
SBD 3.78