Belanda Mengingkari Perjanjian Renville dan Reaksi TNI Divisi X

in #story5 years ago

Perdana Menteri Belanda Dr Beel pada tengah malam 15 November 1948, mengumumkan secara sepihak bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville. Belanda akan kembali mengerahkan militernya untuk menyerang wilayah-wilayah Republik Indonesia.

Menyambut hal tersebut, Panglima Divisi X TNI Kolonel Husein Yusuf di Aceh memerintahkan seluruh pasukan dalam slogarde Divisi X, terutama pasukan-pasukan yang sedang melakukan perang gerilya di Langkat Area dan Karo Area, supaya melakukan berbagai persiapan, serta menyempurnakan taktik perang gerilya, berdasarkan pengalaman saat menghadapi aksi militer Belanda pertama tahun 1947.

meriam lhoknga.jpg
Meriam penangkis serangan udara pejuang Aceh ditempatkan di sekitar pangkalan lapangan terbang Lhoknga Sumber

Panglima Divisi X TNI Kolonel Husein Yusuf juga mengirim pasukan tambahan dari Aceh ke Langkat dan Tanah Karo, untuk menghalau militer Beladan di kedua front tersebut. Sementara Belanda mulai melakukan serangan-serangan melalui laut ke daratan Aceh. Mereka melakukan pengeboman dari laut ke beberapa kawasan pesisir Aceh, mulai dari Langsa, Lhokseumawe, hingga ke Banda Aceh.

Tapi Angkatan Laut Daerah Aceh (ALDA) berhasil menghalau setiap kapal militer Belanda yang mendekati garis pantai. Serangan Belanda bisa dipatahkan dengan tembakan meriam-meriam penangkis serangan laut, darat, dan udara.

Untuk meningkatkan pertahanan pantai dan udara, Batery Artileri Divisi X TNI didislokasikan di beberapa lokasi. Batery I ditempatkan di sekitar Banda Aceh dengan tugas antara lain, menjaga kemungkinan dan menghambat dengan perlawanan apa bila Belanda mencoba melakukan serangan dan pendaratan pasukannya. Batery I ini dibantu oleh Batery Istimewa dengan nama Kumbang Hitam

Batery II ditempatkan di Rantau Kuala Simpang, Timur (kini Aceh Tamiang), tugasnya menghalau dan menghambat pasukan Belanda yang ingin masuk ke wilayah Aceh melalui Sumatera Timur, serta menyerang pos-pos konsentrasi pasukan Belanda di perbatasan Aceh dengan Sumatera Timur (kini Sumatera Utara).

pabrik senjata lhoknga.jpg
Perbaikan meriman di pabrik senjata Lhoknga, Aceh Besar Sumber

Battery III ditempatkan untuk mengawal garis pantai sepanjang 28 kilometer mulai dari Uleelheu Banda Aceh sampai Lhoknga dan Lhokseudu Aceh Besar. Tugasnya mempertahanan lapangan udara Lhoknga dan pelabuhan Uleelheu dari serangan pesawat terbang Belanda, serta menembaki dengan meriam semua kapal Belanda yang memasuki perairan Aceh di kawasan tersebut.

Dalam melaksanakan tugas pertahanan, keempat Batery Artileri tersebut bekerja sama dengan pasukan infantry dan genie. Selama agresi Belanda kedua, Batery III berhasil mematahkan lebih 40 kali serangan laut dan udara.

Beberapa keberhasil pertempuran Batery III antara lain, berhasil menembak kapal perang Belanda sejenis Van Gallen hingna dek kapal tersebut rusak dan badan kapal tembus, kapal Belanda lainnya Van Bukker juga berhasil dihancurkan dek belakangnya hingga runtuh, beberapa kapal patroli dan speed boat angkatan laut Belanda rusak dan terbakar di tengah laut setelah ditembaki dengan meriam dari darat oleh pasukan Batery III.

Selain sukses mematahkan hampir 50 kali serangan laut Belanda, pasukan Batery III juga berhasil menghalau serangan udara dan menembak pesawat-pesawat pengebom milik Belanda. Dua kapal pengebom milik Belanda jenis Jenger dan Catalina berhasil ditembak jatuh dengan meriam penangkis serangan udara.

Seokarno_defile_pasukan-meriam-nukum-sanany.jpg
Pasukan meriam batery II ikut dalam parade angkatan perang di lapangan Blangpadang Banda Aceh ketika Presiden Seokarno berkunjung ke Aceh Sumber

Upaya Belanda untuk masuk ke Aceh sudah dilakukan sejak tahun 1945, tapi sampai 1949 mereka tidak pernah berhasil. Aceh satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak bisa ditembus Belanda.

Belanda hanya mampu bercokol di Pulau Weh, Sabang setelah melucuti kekuasaan Jepang pada 25 Agustus 1945. Tapi mereka tak pernah bisa mendarat ke daratan Aceh. Panglima Belanda di Sabang Laksamana Muda Pinke mengakui kegagalannya. Ia membuat laporan kepada Panglima Besar Angkatan Laut Belanda, Helfrich.

Dalam surat tersebut Pinke menyatakan bahwa pasukan meriam Aceh yang dipimpin AK Gani selalu menembaki kapal-kapal Belanda yang lewat di perairan Aceh, salah satunya adalah kapal Piet Hien, serta selalu berhasil menghalau serangan udara pesawat-pesawat pengebom milik Belanda. “Hujan roket kita (Belanda) tidak pernah berhasil menemukan meriam Aceh itu,” tulisnya.

Tetang kegagalan militer Belanda masuk ke Aceh bisa dibaca setidaknya dalam tiga buku: Batu Karang di Tengah Lautan, Modal Perjuangan Kemerdekaan, dan buku Sekali Republiken Tetap Republiken. Ketiga buku itu ditulis oleh pejuang kemerdekaan di Aceh Teuku Alibasjah Talsya secara kronologis berdasarkan tanggal kejadian setiap peristiwa.

Sort:  

Congratulations @isnorman! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

You published a post every day of the week

Click here to view your Board
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

To support your work, I also upvoted your post!

Do not miss the last post from @steemitboard:

SteemWhales has officially moved to SteemitBoard Ranking

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Thank you so much @steemitboard for this reward.

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66765.98
ETH 3234.00
USDT 1.00
SBD 4.23