Kisah Jendral van Swieten "Menguburkan" Kota Banda Aceh

in #story5 years ago

Nama Kota Banda Aceh pernah hilang selama 89 tahun. Panglima Angkatan Perang Belanda pada agresi kedua, Jendral Van Swieten mengubahnya menjadi Kutaraja pada 24 Januari 1874. Nama Kota Banda Aceh baru muncul kembali pada tanggal 9 Mei 1963.

Jendral van Swieten Panglima Agresi kedua Belanda ke Aceh, ia juga menjabat sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Belanda sejak Desember 1873 hingga April 1874, ia diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Belanda menggantikan Mayor Jendral JHR Kohler.

Van Swieten.jpg
Jendral Van Swieten Sumber

Sebelumnya Van Swieten sudah pensiun dari militer dengan pangkat Letnan Jendral, tapi karena agresi Belanda pertama ke Aceh gagal total dan Panglima Angkatan Perang Belanda Mayor Jendral JHR Kohler tewas ditembak pejuang Aceh, maka pada Desember 1873 Van Swieten diaktifkan kembali dan diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Belanda menggantikan Jendral Kohler.

Agresi kedua militer Belanda ke Aceh itu dimulai pada 9 Desember 1973, yakni saat pasukan Belanda mendarat di Kuala Gigieng, Sagoe XXVI Mukim. Pendaratan pasukan Belanda itu dihadapi dengan perang sengit selama delapan hari oleh rakyat Aceh di sekitar pantai.

Setelah itu pasukan militer Belanda terus masuk merengsek ke pusat pemerintahan Kerajaan Aceh. Dan pada 6 Januari 1874 setelah menghadapi peperangan sengit pasukan Van Swieten berhasil menguasai Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Kemudian pada 24 Januari 1874 militer Belanda juga berhasil merebut Dalam yakni Keraton Darut Dunia, pusat pemerintahan Kerajaan Aceh yang ditinggalkan oleh pemimpin Aceh, karena pusat pemerintahan Kerajaan Aceh telah dipindahkan ke Keumala, Pidie. Pemindahan itu juga dilakukan karena Raja Aceh, Sultan Alauddin Mahmud Syah kala itu meninggal dunia akibat wabah penyakit kolera.

Setelah berhasil merebut Keraton Darud Dunia dalam keadaan kosong itu, Jendral Van Swieten kemudian mengubah nama Kota Banda Aceh menjadi Kutaraja. Perubahan nama itu bertujuan politis, Jendral Van Swieten ingin “menyulap” dan memberitahukan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di Buitenzorg (Bogor) dan Raja Belanda di Amsterdam bahwa ia telah berhasil menguasai istana Raja Aceh, sekaligus menguasai Kerajaan Aceh.

20180327_152636.jpg
Pupanji (bendera) perang pasukan Kerajaan Aceh Sumber

Meski sejarah kemudian membuktikan, Belanda harus berperang selama 69 tahun di Aceh, sebelum mereka meninggalkan Aceh pada tahun 1942. Nama Banda Aceh baru dibangkitkan kembali pada tahun 1963 oleh Gubernur Aceh Ali Hasjmy yang diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor.Des.52/I/43-43 tanggal 9 Mei 1963.

Karena itu pula, Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Banda Aceh selama 25 tahun diperingati setiap tanggal 9 Mei, yakni sejak tahun 1963 hingga tahun 1988. Perubahan HUT Kota Banda Aceh menjadi 22 April dilakukan melalu seminar hari jadi Kota Banda Aceh yang diselenggarakan di Banda Aceh pada tanggal 26 hingga 28 Maret 1988.

Seminar ini menghadirkan para pakar sejarah antara lain: Prof Ali Hajmy mantan Gubernur Aceh yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Aceh, Prof Dr Teuku Iskandar sejarawan Aceh pengajar di University Brunai Darussalam dan Universitas Leiden Belanda yang saat itu juga menjabat sebagai Direktur Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA).

In het bivak Gle Nanggroe; kapitein van Stipriaan Luiscius heeft visite. Geheel links Freiherr von und zu Egloffstein_Zentgraaff.jpg
Kapten Van Stipriaan Luiscius ketika berkunjung ke bivak Gle Nanggroe Sumber

Pemateri lainnya adalah: Prof Dr Ibrahi Alfian MA putra Aceh yang saat itu menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada (UGM), Prof DR Hasan Muarrif Ambary MA sebagai Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, kemudian Drs T Alamsyah, Tengku Lukman Sinar SH, Drs Zakaria Achmad dan Drs Muhammad Ibrahim dari Masyarakat Sejarawan Indonesia daerah Istimewa Aceh.

Sementara sejarawan Aceh lainnya H Muhammad Said makalahnya disampaikan oleh Drs Anas Mahmud. Kemudian dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) hadir sebagai pemateri sejarawan Dr Muhammad Isa Sulaiman, lalu Drs Abdurrahman Kaoey dari Institut Agama Islam (IAIN) Ar Raniry, dan Teuku Ali basyah Talsya dari Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA).

Seminar sejarah lahirnya Kota Banda Aceh itu juga menghadirkan lima orang pembanding, mereka adalah: Drs H Muhammady MA, Prof Drs Syamsyuddin Mahmud, Drs Abidi Hasyim MSc, Dr Safwan Idris MA, dan Dr Muhammad Isa Sulaiman.

Sort:  

Congratulations @isnorman! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

You published a post every day of the week

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

To support your work, I also upvoted your post!

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

You're welcome @isnorman
Feel free to support us back, vote for our witness.
You will get one more badge and more powerful upvotes from us on your posts with our next notifications.

Banyak yang tidak tahu, nama kota Banda Aceh ternyata lebih dulu dipakai, kemudian berubah menjadi Kutaraja, dan berganti menjadi Banda Aceh lagi. Selama ini saya juga berpikir, dulunya Kutaraja dan kemudian berganti menjadi Banda Aceh.

Ya Brader @ayijufridar Banda Aceh itu awalnya dari kata Bandar Aceh Darussalam, pusat ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam.

Sangat bermanfaat bagi generasi muda Aceh, generasi tua juga banyak yang belum tahu.

Tugas kita untuk memberitahukannya, karena literasi sejarah Aceh masih banyak yang harus direvitalisasi.

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 64332.82
ETH 3146.25
USDT 1.00
SBD 4.17