Mayor Knottenbelt dan Seruan Angkatan Perang Indonesia

in #story5 years ago

Darahmoe sekalian haroeslah jang pertama sekali
menjirami boemi Negara Repoeblik Indonesia
batoe nisanmu ialah batoe jang pertama
oentoek membentoek mahligai kebahagiaan negara Repoeblik Indonesia
semangatmoe jang panas berkobar-kobar itoe
akan mendjadi jiwa kehidoepan negara Repoeblik Indonesia
hidoep Repoeblik Indonesia
berkobar-kobarlah API
Merdeka

Kutipan di atas adalah seruan dari Markas Daerah Aceh pasukan Angkatan Perang Indonesia (API) pada 15 Oktober 1945. API sebelumnya merupakan singkatan dari Angkatan Pemuda Indonesia, tapi karena untuk menghadapi invansi Belanda bersama Sekutu kembali ke Aceh kata “Pemuda” diganti menjadi “Perang.”

Para pemuda Aceh yang tergabung dalam angkatan API dididik latihan perang, mereka disiapkan untuk menghadapi situasi terburuk, yakni perang frontal. Seruan API itu diterbitkan setelah pada hari yang sama para ulama Aceh mengeluarkat maklumat tentang kewajiban berperang jihat fisabilillah untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

syamaun gaharu.jpg
Syamaun Gaharu Komandan API Markas Daerah Aceh sumber

Seruan API yang ditandatangani oleh Komandan API Markas Daerah Aceh, Syamaun Gaharu tersebut disebarkan ke seluruh Aceh. Nasionalisme rakyat Aceh dibangkitkan kembali. Para pemuda yang dididik latihan militer dipersenjatai dengan senjata-senjata rampasan dari Jepang.

Teuku Alibasjah Talsya mantan redaktur surat kabar Atjeh Sinbun dalam bukunya Batu Karang di Tengah Lautan menjelaskan, pada hari yang sama, 15 Oktober 1945, Residen Aceh Teuku Nyak Arief memanggil semua pejabat senior pemerintah yang baru dibentuk di Aceh, menggantikan kekuasaan Jepang.

Teuku Nyak Arief menginstruksikan agar para pejabat senior di Aceh segera merebut kantor-kantor pemerintahan yang masih dikuasai Jepang. Namun Teuku Nyak Arief menyadari bahwa sebagian dari pejabat senior itu ada yang masih terpengaruh dengan janji-janji Jepang, bahwa suasana Aceh akan dikendalikan kembali jika tentara Sekutu telah masuk.

Untuk meyakinkan para pejabat yang masih berbau Jepang tersebut, Teuku Nyak Arief mnegaskan, jika para pejabat itu tidak berani mengambil alih kantor pemerintahan dari tangan pejabat Jepang, maka Teuku Nyak Arief bersama para pemuda dan pasukan API yang akan datang untuk merebutnya.

Teuku Nyak Arief paham betul bahwa Belanda telah memboncengi sekutu. Ia tidak ingin Belanda bercokol lagi di Aceh. Sikap tegas itu disampaikan Teuku Nyak Arief karena dia tahu kaki tangan Belanda telah dikirim ke Banda Aceh, pemerintah Jepang juga sudah menyiapkan sebuah rumah untuk mata-mata Belanda tersebut.

Kontenbelt.jpg
Mayor Maarten J Knottenbelt sumber

Kaki tangan dan mata-mata Belanda itu bernama Mayor Marteen J Knottenbelt, ia merupakan perwira Belanda yang bertugas pada komando Sekutu. Ia masuk ke Banda Aceh bersama penerjemahnya berkebangsaan Cina bernama Goh Moh Wan. Sewaktu Jepang berkuasa Goh Moh Wan merupakan juru bahasa Kompentai.

Teuku Nyak Arief merupakan pemuda terpelajar Aceh lulusan Universitas Leiden, Belanda. Ia mahir berbahasa Inggris dan Belanda. Dengan kecakapan bahasanya tersebut, ia sendiri yang menjumpai Knottenbelt. Ia tidak ingin Belanda masuk kembali ke Aceh.

Pertemuan Teuku Nyak Arief dengan Mayor Knottenbelt berlangsung tegang. Sambil mengepalkan tangannya ke atas, Teuku Nyak Arief mengatakan bahwa ia suka bekerja sama dengan Sekutu, tapi tidak dengan orang-orang Belanda. “Orang Belanda adalah babi-babi yang sombong,” hardiknya sambil menjuk muka Knottenbelt.

kediaman knotenbelt.jpg
Rumah yang disiapkan Jepang untuk Knottenbelt di sebelah barat Blang Padang sumber

Ketegangan terus berlanjut, setiap hari pemuda-pemuda Aceh dari berbagai laskar perjuangan mengintimidasi Knottenbelt yang tinggal di sebuah rumah yang disiapkan Jepang di sebelah barat lapangan Blang Padang, Kota Banda Aceh. Knottenbelt kemudian keluar dari Aceh, dan upayanya untuk menyiapkan pendaratan Sekutu di Aceh gagal total.

Knottenbel sangat marah pada Teuku Nyak Arief, tapi ia tidak bisa berbuat banyak. Catatan pertemuan yang menegangkan itu ditulis Knottenbel dalam buku hariannya. Tiga bulan kemudian, tepatnya pada 19 Januari 1946 catatan tersebut dimuat dalam majalah Vrij Nederland edisi nomor 26 tahun VI.

Catatan Knottenbelt tersebut juga ditulis dalam buku Mata Rantai yang Hilang oleh sejarawan Aceh Muhammad Noer El Ibrahimy. Tentang pertemuan penuh ketegangan antara Teuku Nyak Arief dengan Knottenbelt tersebut akan saya tulis dalam postingan lain nantinya.

Sort:  

Salute mayor

thank you brother @topu777

BANG... jangan lupa posting foto komplek perumahan teuku nyak arief yang di belakang pabrek es lampeuneuruet itu..hehehehe, anak2 muda sekarang pun harusnya tahu akhir menyedihkan seorang Teuku Nyak Arief yang sangat berkarakter itu. mungkin sedikit orang.. bahkan saya juga tidak begitu mengenal siapa pemuda yang berani seperti syamaun gaharu dan teuku nyak arief di awal-awal kemerdekaan indonesia. Saya sedang mencari tahu jejak pemuda Aceh yang terlibat pertemuan pemuda di Jogjakarta sekitar bulan oktober 1945 itu juga, menjelang dibukanya Akademi Militer Jogjakarta oleh mayor Jendral Oerip Soemohardjo. ada sejarah menarik yang saya baca kemudian tentang salah satu misi para cadet itu di Lhokseumawe pasca Agresi Militer.

Ok akan kita cari referensinya tentang itu. Ditunggu juga postingan @cicisaja tentang jejak para pemuda itu. Semoga kita bisa terus berbagi informasi.

yang ada di buku yang ditulis oleh para kadet angkatan pertama itu, ada yang asal sumatera tapi tidak lulus karena keburu pulang tapi dari daftar nama yang lulus belum kelihatan asal Aceh, itu dari catatan yg akademi militer jogja, tapi kalau jejak yang ikut kongres itu, bisa jadi ada yang ikut.. tapi belum ketemu buku atau catatan sejarahnya.

Menariknya coba @cicisaja cari tahu referensi tentang Maimun Saleh pemuda Aceh pilot pesawat tempur generasi pertama di Indonesia yang latihan di Uni Soviet/Rusia. Monumen pesawat tempur di Simpang Aneuk Galong Aceh Besar itu dibangun Angkatan udara untuk mengenang Maimun Saleh.

Baik... nanti kalau jumpa buku yg barangkali ada tulis soal beliau boleh juga, mungkin harus ke musium dirgantara yaa?

ya mungkin di sana ada. kisahnya sangat mearik, para pilot pesawat tempur angkatan pertama itu dikirim keluar negeri tanpa paspor, mereka harus bisa bertahan hidup sebagai pribadi tanpa negara, kalau tertangkap pihak lawan di luar negeri tidak diakui oleh pemerintah sebagai warga negara Indonesia. Kabarnya, latihan pilot itu juga dilakukan secara sangat rahasia.

Sepertinya tidak begitu juga.. biasanya mereka anggota KNIL dulu lalu dikirim berlatih ke KMA di Belanda. Ada pilot Aceh lainnya yg kurang disebut orang... saya belum dapat catatannya juga.

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70797.92
ETH 3553.00
USDT 1.00
SBD 4.76