Membantah Radio Singapura dan Maklumat Laksamana Lord Louis Mountbatten

in #story6 years ago

Pada 22 Oktober 1945, surat kabar Semangat Merdeka di Banda Aceh, menerbitkan edisi khusus tentang batahan dan penjelasan terhadap isi berita Radio Singapura, isinya menjeskan bahwa markas tentara Sekutu di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mountbatten telah mengeluarkan maklumat resmi berkenaan dengan kedudukan Sekutu di Indonesia.

Menurut maklumat tersebut, kewajiban Sekutu di Indonesia di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philips Christison ialah untuk melucuti senjata tentara Jepang dan untuk menjaga keselamatan tawanan-tawanan Sekutu. Pentadbiran dalam negeri Indonesia diserahkan dan diakui adanya di bawah Pemerintah Republik Indonesia yang dibentuk oleh rakyat Indonesia sendiri.

Mountbatten_storyteller.jpg
Laksamana Lord Louis Mountbatten sumber

Siaran Radio Singapura juga menjelaskan bahwa orang-orang tawanan bangsa Belanda akan dikeluarkan dari Indonesia. Tawanan-tawanan Belanda tersebut untuk sementara ditawan di kemah-kemah dan dijaga oleh serdadu-serdadu Gurkha (India).

Namun pada kenyataannya bukanlah seperti itu. Dalam edisi khusus surat kabar Semangat Merdeka tersebut juga dijelaskan bahwa, tentara-tentara Belanda dan agen-agen dari Nederlandsch Indië Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) akan berusaha menguasai daerah-daerah di Indonesia, serta menggagalkan kemerdekaan Indonesia. Perang telah terjadi di beberapa daerah dan menelan korban yang banyak dari kedua belah pihak. Dan peperangan itu terjadi di hadapan Sekutu itu sendiri.

sir philip christison_wikipedia.org.jpg
Letnan Jenderal Sir Philips Christison sumber

Menanggapi berita dari surat kabar Semangat Merdeka tersebut, pada hari itu juga di kampung-kampung di Banda Aceh dan Aceh Besar, serta daerah-daerah lainnya, digelar rapat umum untuk memberi penjelasan kepada masyarakat tentang posisi Sekutu dan kemerdekaan Indonesia.

Di Seulimuem, Aceh Besar berlangsung rapar besar yang digelar oleh barisan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Di seluruh pasar Seulimeuem dikibarkan bendera merah putih, sementara di rumah-rumah dan toko-toko milik etnis Tionghoa, disamping dikibarkan bendera merah putih juga dikibarkan bendera Koumintang (bendera Cina).

Dampak dari pemberitaan Semangat Merdeka tersebut, fanatisme rakyat terhadap perjuangan kembali mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia semakin bergelora. Gedung-gedung dan fasilitas umum digrafiti dengan tulisan-tulisan berisi semboyan perjuangannya, diantaranya “Njahkan Belanda dan Semua Penjajah, Sembelih Kaki Tangan NICA, Merdeka atau Mati.”

Namun ada pula yang mencoba menggunakan kesempatan tersebut untuk membentuk kekuatan baru di Aceh. Hal tersebut terjadi di Luhak Pidie. Masih pada 22 Oktober 1945, di rumah Uleebalang IX Mukim Keumangan di Beureunuen, Kewedanan Lameulo, berlangsung pertemuan yang digelar oleh sejumlah kaum feudal (uleebalang).

Pertemuan kaum feodal tersebut menyepakati dibentuknya sebuah organisasi dengan nama Markas Uleebalang. Organisasi ini juga dilengkapi dengan pasukan bersenjata yang dinamai Barisan Penjaga Keamanan (BPK).

Markas para Uleebalang tersebut dipimpin oleh Teuku Muhammad Daud, Uleebalang V Mukim Cumbok yang berkedudukan di Lameulo, sekitar 18 kilometer dari pusat Kota Sigli. Inilah awal mula dan cikal bakal perang Cumbok antara kaum ulama yang disokong rakyar dengan kaum ulebalang sisa-sisa pendukung pemerintahan kolonialis Belanda di Aceh.

Pada pertemuan itu juga disetujui penunjukan Teuku Cut Hasan untuk mengambil inisiatif mendirikan organisasi dengan nama Perhimpunan Indonesia, tapi organisasi tersebut tidak berkembang.

Semangat Merdeka edisi Istimewa.jpg
Edisi khusus surat kabar Semangat Merdeka sumber

Sehari kemudian, yakni pada 23 Oktober 1945, para pemuda Aceh menbagi-bagikan selebaran kepada kepada masyarakat etnis Cina di Banda Aceh. Selebaran yang berasal dari redaksi surat kabar Semangat Merdeka itu diperbanyak puluhan ribu lembar.

Selebaran itu berisa surat terbuka dari Injo Beng Goat pemuda Cina mantan Hopredaktur surat kabar Keng Po di Jakarta, yang baru keluar dari penjara setelah beberapa tahun dipenjara oleh pemerintah Jepang.

Surat terbuka Injo Beng Goat itu disampaikan untuk menghilangkan keragu-raguan di kalangan masyarakat etnis Tionghoa tentang kemerdekaan Indonesia. Ia meminta agar masyarakat etnis Cina mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Ia juga meminta agar sikap mencari untung yang ditunjukkan selama ini oleh pedagang-pedagang Cina dalam situasi yang dialami bangsa Indonesia agar segera dihentikan. Ia meminta agar masyarakat etnis Tionghoa (Cina) membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 63722.47
ETH 3049.10
USDT 1.00
SBD 4.03