Sejarah Pengalihan Kekuasaan Sipil Kepada Gubernur Militer di Indonesia

in #story5 years ago

Pemerintah Darurat Repulik Indonesia (PDRI) mengalihkan seluruh kekuasaan sipil kepada Gubernur Militer melalui Keputusan No.21/Pem/PDRI. Pemusatan kekuasaan kepada militer ini membuat jabatan gubernur di provinsi dihapus.

Pengalihan kekuasaan sipil kepada militer ini dilakukan pada 17 Mei 1949, hal itu disebabkan oleh perang yang terus berkecamuk setelah agresi Belanda kedua sejak tanggal 19 Desember 1948.

Keputusan No.21/Pem/PDRI itu memuat lima pasal. Isinya pasal-pasal tersebut seperti dijelaskan sejarawan Aceh yang juga pelaku perjuangan kemerdekaan, Teuku Alibasjah Talsya dalam Sekali Republiken Tetap Republiken halaman 105-105 di bawah ini.

Dewan Pertahanan Daerah Aceh_rapat penolkan NST.jpg
Anggota Dewan Pertahanan Daerah Aceh saat rapat penolakan Negara Sumatera Timur tahun 1948 Sumber

Pasal pertama: Dengan berlakunya pemusatan kekuasaan sipil dan militer kepada Gubernur Militer di daerah-daerah militer istimewa, jabatan gubernur-gubernur provinsi di Sumatera untuk sementara waktu dihapus.

Pasal kedua: Pengawasan-pengawasan antas daerah-daerah otonomi seperti termaksud dalam Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1948 dilakukan oleh Komisaris Pemerintah.

Pasal ketiga: Tugas-tugas Komisaris Pemerintah ditetapkan sebagai berikut:

  1. Mengawasi dan memberi tuntunan agar supaya alat-alat pemerintah, militer maupun sipil, menjalankan kewajibannya menurut peraturan-peraturan negara, instruksi-instruksi dari Pemeritah Pusat.
  2. Memajukan usul-usul kepada Pemerintah Pusat dan anjuran-anjuran kepada Gubernur Militer yang dapat memperkokoh peraturan dan pemerintahan dalam segala lapangan.
  3. Dalam urusan-urusan yang masuk kekuasaan Pemerintah Pusat, maka Komisaris Pemeritah berhak dalam suasana yang mendesak mengambil keputusan, menunggu pengesahan dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
  4. Dengan tidak mengurangi hak Gubernur Militer untuk langsung berhubungan dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia, maka untuk memudahkan pekerjaan sehari-hari, Gubernur Militer berhubungan dengan Komisaris Pemerintah.
  5. Komisaris Pemerintah mengunjungi daerah-daerahnya paling sedikit satu kali dalam enam bulan.

Pasal empat: Menetapkan daerah-daerah di Sumatera yang berada di bawah pengawasan Komisaris Pemerintah sebagai berikut.

  1. Daerah Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Tapanuli dan Sumatera Timur.
  2. Daerah Sumatera Tengah yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
  3. Daerah Sumatera Selatan yang meiputi Keresidenan Palembang, Bengku, Lampung dan Bangka Beliung.

Pasal lima: Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Diumumkan oleh Sekretaris Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) R Mardjono Danubroto pada tanggal 18 Mei 1949.

Abu Beureueh menolak negara sumatera timur.jpg
Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo memimpin rapat Dewan Pertahanan Daerah di Banda Aceh Sumber

Sebagai tindak lanjut dari Keputusan No.21/Pem/PDRI itu, maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan No.23/Pem/PDRI yang menetapkan Gubernur Sumatera Utara MR SM Amin menjadi Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara.

Sementara untuk Aceh dan Sumatera Timur yang meliputi Kabupaten Langkat dan Tanah Karo, kekuasaan sipil dan militer dikendalikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo Jendral Mayor Tituler Teungku Muhammad Daod Beureu’eh.

Di setiap wilayah keresidenan pemerintahan sipil dijalankan atas nama dan bertanggung jawab kepada Gubernur Militer, oleh Dewan Pertahanan Daerah, yang mempunyai kedudukan yang setaraf dengan residen di masa lalu.

Dewan Pertahanan Daerah berhak dalam daerahnya, atas nama Gubernur Militer, mengambil tindakan dan mengadakan peraturan-peraturan yang tidak berlawanan dengan peraturan-peraturan yang berlaku atau yang dikeluarkan oleh instansi yang lebih tinggi.

Kepala Daerah (Bupati, Wedana dan lain-lain) berdiri hierarchie di bawah Dewan Pertahanan Daerah, serupa dengan perhubungan mereka dengan Residen di masa yang lalu.

Pemerintahan sipil dalam daerah yang di masa lalu merupakan Keresidenan Aceh, Langkat dan Tanah Karo, dijalankan atas nama dan bertanggung jawab kepada Gubernur Sipil dan Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo oleh Dewan Pertahanan Daerah Aceh dengan dibantu oleh kepala daerah (Bupati, Wedana, dan lain-lain) terhitung mulai tanggal 14 Juni 1949.

TT Moch Daodsyah.jpg
Ketua Dewan Pertahanan Daerah Aceh, TT Muhammad Daodsyah Sumber

Dewan Pertahanan Daerah Aceh berkedudukan di Banda Aceh. Menurut Ketetapan Pemerintah Pusat untuk Sumatera Utara tanggal 13 Juni 1949, No.3/KPPSU/P Dewan Pertahanan Daerah Aceh terdiri dari: Residen Aceh Teuku Muhammad Daodsyah sebagai ketua dan anggota-anggota Badan Eksekutif Dewan Perwakilan Sumatera Utara sebagai anggota, terdiri dari Muhammad Nur El Ibrahimy, Muhammad Yunan Nasution, Jahja Siregar, dan Amelz.

Dewan Pertahanan Daerah Aceh menjalankan pemerintahan sipil di bawah pengawasan Gubernur Sipil dan Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, Jendral Mayor Tituler Teungku Muhammad Daod Beureu’eh yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.

Dengan berlakunya pemusatan kekuasaan sipil dan militer kepada Gubernur Militer di daerah-daerah militer istimewa, maka dihapuskanlah jabatan-jabatan gubernur, kepala polisi. Kemudian diadakan jabatan-jabatan Komisaris Pemerintah Pusat, yang di daerah komisariatnya masing-masing serupa dengan daerah jabatan gubernur yang digantikannya.

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 63036.79
ETH 3067.42
USDT 1.00
SBD 3.82