Semangat Merdeka dan Urida Mata Uang Sebelum Rupiah

in #story6 years ago

Meski kemerdekaan Republik Indonesia sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Transaksi keuangan masih dilakukan dengan menggunakan mata uang Nipon (Jepang) dan mata uang Belanda yang dikeluarkan oleh Javashe Bank.

Ketika Jepang menyerah kalah tanpa syarat pada Sekutu, pasca bom atom Hiroshima dan Nagasaki, wilayah kekuasaan Jepang diambil alih oleh Sekutu, yang di dalamnya juda diboncengi oleh Belanda.

Belanda melakukan agresi kedua dan ingin menguasai kembali Indonesia melalui Nederlandsch Indië Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA). Sisa-sisa tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) yang ditahan masa pendudukan Jepang juga akan diaktifkan kembali.

Dalam bidang ekonomi NICA juga melakukan penukaran uang. Uang Nipon yang menjadi alat tukar pada masa Jepang berkuasa, ditarik dan ditukar dengan mata uang Belanda (Nederlands-Indische Gulden) yang dikeluaran Javashe Bank, bank milik Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia.

Van Mook.jpg
Waarnemend Gouverneur Generaal van Nederlansch Indie, Hubertus Johanes van Mook sumber

Sejarawan Aceh, Teuku Alibasjah Talsya menjelaskan, situasi ini dipahami betul oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta. Ketiadaan mata uang akan membuat kedaulatan Indonesia pincang. Ia mengirim surat ke seluruh Komite Nasional di daerah, dan memperingatkan agar penduduk tidak menerima uang yang dikeluarkan NICA, karena pemerintah Indonesia akan segera mengeluarkan mata uang sendiri.

Mengikuti intruksi Wakil Presiden Muhammad Hatta tersebut, pada 17 Oktober 1945, para pemuda di Aceh merebut percetakan Hodoka dari pemerintah Jepang. Percetakan ini sebelumnya merupakan tempat mencetak surat kabar Atjeh Sinbun, media propaganda Jepang di Aceh.

Pada masa peemrintah kolonial Belanda berkuasa percetakan ini bernama Atjeh Drukkerij (percetakan Aceh). Kini percetakan ini menjadi Percetakan Negara di Banda Aceh, pemerintah membangun gedung percetakan baru persis di sisi kiri Atjeh Drukkerij atau percetakan Hodoka tersebut, letaknya hanya sekitar 50 meter di sisi utara Masjid Raya Baiturrahman.

Di percetakan Hodoka ini kemudian dicetak surat kabar Semangat Merdeka. Redaksi surat kabar ini juga diisi oleh para mantan jurnalis (redaktur) Atjeh Sinbun. Bila sebelumnya Atjeh Sinbun alat propaganda Jepang, kini Semangat Merdeka menjadi alat propraganda perjuangan kemerdekaan di Aceh.

atjeh-drukkerij.jpeg
Gedung bekas percetakan Atjeh Drukkerij atau percetakan Hodoka di pusat kota Banda Aceh. sumber

Di percetakan Hodoka ini kemudian dicetak berbagai maklumat-maklumat perjuangan oleh Residen Aceh. Di percetakan ini pula untuk pertama kali dicetak Uang Republik Indonesia Daerah Aceh (Urida). Percetakannya menggunakan huruf yang diset dengan tangan peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Jadi, Residen Aceh sudah lebih dulu mengeluarkan mata uang sendiri sebelum pemerintah mengeluarkan mata uang rupiah secara nasional.

Urida ini dikeluarkan di Aceh karena Residen Aceh Teuku Nyak Arif menerima pemberitahuan dari Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia untuk seluruh Sumatera, MR Teuku Muhammad Hasan, bahwa NICA telah membagi-bagikan uang keluaran baru di Jawa dan beberapa daerah lain di Sumatera.

Dalam kawatnya MR Teuku Muhammad Hasan menjelaskan, Belanda telah mengeluarkan uang kerta dengan tulisan Nederlansch Indiche Gouverements. Sisi kiri uang tersebut bergambar dua singa dengan kroon (mahkota) dan sebelah kanan gambar Ratu Wilhelmina.

Mata uang baru keluaran NICA tersebut ditandatangani oleh Hubertus Johanes van Mook selaku Waarnemend Gouverneur Generaal van Nederlansch Indie dan Direkteur Secretaris de Javasche Bank. Selain uang kertas NICA juga mengeluar uang koin dari logam tembaga bernilai satu sen dan uang ketip yang dibuat dari timah. Bentuk uang baru NICA tersebut hampir sama dengan uang yang dikeluarkan VOC Belanda sebelum perang.

MR Teuku Muhammad Hasan menegaskan, uang baru keluaran NICA tersebut tidak boleh diterima sebagai alat pembayaran. Sementara untuk mata uang kertas Belanda terbitan tahun 1941 yang masih beredar saat itu bersama uang Rupee dan Straidsdollar akan diberikan intruksi lebih lanjut nantinya oleh pemerintah pusat.

Semangat Merdeka.jpg
Salah satu edisi surat kabar Semangat Merdeka sumber

Residen Aceh terus mengambil langkah mencetak uang Urida di percetakan Hodoka yang direbut dari Jepang. Di percetakan itu pula pada 18 Oktober 1945, surat kabar Semangat Merdeka resmi terbit edisi perdana. Media ini diasuh oleh pemuda-pemuda Aceh bekas redaktur dan karyawan percetakan Atjeh Sinbun. Mereka adalah Ali Hasymi sebagai pemimpin redaksi, sementara para redakturnya antara lain: A Arify, Teuku Alibasjah Talsya, A Gani Mutyara, Teuku Usman Basyah, Abdul Manaf dan beberapa pemuda terpelajar lainnya. Mereka bekerja tanpa gaji, bahkan peralatan kantor untuk operasional redaksi mereka bawa dari rumah masing-masing.

Biaya pembelian kertas dan tinta untuk percetakan surat kabar Semangat Merdeka diperoleh dari sumbangan sukarela dari masyarakat dan simpatisan pejuang kemerdekaan. Untuk memperkuat redaksi Semangat Merdeka beberapa pemuda di daerah yang memiliki bakat jurnalistik dipanggil ke Banda Aceh untuk dididik menjadi wartawan, salah satunya adalah seorang pemuda dari Aceh Selatan bernama Amelz.

Mereka yang mengasuh surat kabar Semangat Merdeka ini hampir semuanya kemudian menjadi bagian dari 58 orang anggota Komite Nasional Daerah Aceh, termasuk Amelz. Setelah kedaulatan Idonesia diakui, penerbitan surat kabar Semangat Merdeka kemudian disokong oleh Pemerintah Daerah Aceh. Surat kabar ini terbit hingga tanggal 14 September 1950, setelah masa puncak perjuangan kemerdekaan selesai.

Sort:  

I upvoted your post.

Keep steeming for a better tomorrow.
@Acknowledgement - God Bless

Posted using https://Steeming.com condenser site.

Thank you @acknowlwdgement for you upvote in my post

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 62726.25
ETH 3050.18
USDT 1.00
SBD 3.81