Ihwal Kerinduan

Teringat akan sesuatu dan atau mengenai seseorang bahkan lebih, kerap didefinisikan dengan kata kangen juga rindu. Keduanya sama, tapi beda. Hanya saja, saya masih agak kewalahan memilah dan menarasikan dua kata syahdu tersebut. Yang pasti, setiap orang merasakan dua hal itu.

Banda Aceh terus saja diwarnai hujan dua tiga hari terakhir dengan intensitas lumanyan. Seorang teman mempuisikan air langit di kanal Ig-story-nya dengan kalimat; "rintik-rintik romansa". Sebuah kalimat dengan ruh rindu jua di dalamnya. Dulu, saya juga kerap bilang, bahwa di hadapan hujan, manusia rentan mendadak melow.

Ada basah yang butuh kehangatan. Bagi raga ia butuh pelukan. Bagi makanan, lazim gorengan atau mie rebus/tumis menjadi pilihan. Sedangkan otak, bisa jadi butuh bacaan (bagi yang mau dan suka). Lain halnya dengan hati, sungguh yang satu ini punya treatment masing-masing dengan keajaiban dan kegilaan yang sulit disamakan.

Bagi seorang jomblo, setiap hujan, menjadikan Instagram sebagai kiblat untuk menemukan kejahatan. Sekadar stalking, melihat pose dan foto adek dan abang itu sesuai selera. Di saat yang sama, tentu tak lupa melihat akun dengan quote yang mewakili diri.

Bagi yang rapuh, akan memilih hal-hal yang melankolis, bagi yang jail akan memilih pendekatan humor. Sedangkan bagi yang keras kepala, berusaha biasa saja. Padahal ada ingin yang luar biasa merongrong jiwa. Yang model begini, boleh diruqyah, segera!

Sungguh rindu bukan milik sepasang kekasih saja. Tidak pula bagi mereka yang memiliki jarak. Rindu, adalah bahasa sunyi dengan tarikan yang kadang di luar nalar untuk diterjemahkan. Maka ia, milik siapa pun tanpa standar yang utuh. Berbahagialah bagi saudara/i yang masih memiliki getar untuk kemudian mengakui ada rindu yang membuncah di dada.

Saya tidak tahu cara mendompol ruang pikir dan hati untuk menunaikan hak (walau tak sempurna) atas nama rindu. Minimal, yang saya tahu, membaca buku katakanlah novel, atau memutar lagu-lagu dengan lirik kuat, musik menyentuh, atau lagu-lagu yang dengan mudah menyentil sisi lemah pada diri. Atas nama rindu, manusia kandang kala kerap mengkek.

Tapi bukan rindu namanya, bila tak menyebabkan apapun. Sebab rindu, memiliki efek samping. Karena itu, ia wajib ditunaikan. Setidak-tidaknya, mengucapkan pada diri, seseorang, atau menulis bahwa aku/saya rindu. Sesederhana itu. Tanpa pengakuan, rindu mengendap, mengikis psikis, yang dalam jangka panjang akan membuat seseorang kewalahan.

"Yang kutahu senyummu terus menghantui/Yang kupaham bahasa tak terucap tapi mengena/Yang kutakut, terlalu menjaga/Yang kuharap segala yang tak terucap tetap terawat pada apa yang alam bawah sadar yakini segalanya baik-baik saja/Yang hanya penghubung, kita tetap menjaga "yang" agar tak bermetamorfosis menjadi "yank".