Ijtimak Unfollow

Jejaring pertemanan (friendship) baik di dunia maya maupun di dunia nyata, lumrah pasang surut. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang dekat banget, pun ada yang sekadar say hai. Begitulah ikatan ukhuwah wajahnya.

Pun begitu, tampaknya selama revolusi 4.0 mewabah, tatanan pertemanan mulai berubah dengan polarisasi tak biasa. Pertemanan secara umum terbagi kedua alam; maya dan nyata. Anehnya, ada yang tidak balance (seimbang) untuk berteman dengan baik di kedua alam tersebut.

Banyak kita dapati, dua insan yang baik di alam nyata, malah sering bertengkar di alam maya. Kasusnya beragam, dari urusan asmara bab stalking hingga yang paling mutakhir lagi nyelimet bab politik khususnya chapter pilpres.

Di hadapan pilpres sebuah relasi pertemanan yang sudah mencapai maqam sahabat, seketika buyar bersebab perbedaan pandangan politik. Beruntung, bila hanya di alam maya. Ironisnya ada yang terbawa di keseharian. Ada yang terabaikan dari hiruk-pikuk pilpres, bahwa siapapun presiden dan arah politik yang ada, sungguh ukhuwah jauh lebih mahal.

Sayangnya, tanpa sadar syahwat politik yang terlanjur addict telah menggerogoti akal sehat. Sampai-sampai ada yang menggancam memutuskan pertemanan: Unfollow.

Kadang lucu, ketika seseorang orang membuat status: "*siapa saja yang asik bahas capres, atau nyinyir ini itu, akan gue block, unfriend atau nfollow". Hello? Saya paham setiap orang memiliki privasi masing-masing, yang bebeas menentukan kenyamanannya dengan segala toleransi yang ada.

Namun yang musti diingat adalah di ruang maya dengan segala kebisingan yang ada, kebebasan seseorang tidak ditentukan oleh mood kita. Pun, ya silahkan saja unfriend. Hanya saja, yang timbul adalah betapa lemahnya mentalitas, kesabaran dan daya adaptasi yang kita punya. Hanya orang tertentu, yang tahan dari segala turbulensi ruang maya dengan getaran politik bernarasikan pilpres.

Kebisingan ruang maya, harusnya dapat menempa kita untuk tahan banting. Tak mudah mudah marah dan mampu meng-upgrade selera humor. Menumbuhkan inspirasi, bukan menambah-nambah sensi. Memperbanyak jaringan, bukan memutuskan pertemanan. Pilpres 5 tahun sekali, sedangkan pertemanan itu setiap hari.

Maka penting mewaraskan diri sendiri untuk tahu batasan polah tingkah agar apa yang kita lakukan tidak mengusik orang banyak. Pun sama pentingnya, mensantaikan diri agar tidak sedikit-sedikit merasa tidak nyaman. Dalam hal kita ada hak orang lain, dan dalam segala kebebasan yang hadir, ada batasan yang tak semuanya perlu ditulis, kepahaman dan kedewasaan menjadi kunci untuk sebuah pengertian.

Fenomena ijtimak unfriend ada baiknya jangan diapakan kali. Tak ada bedanya seseorang yang banyak tingkah (yang kita anggap kekanak-kanakan) dengan kita yang memilih meng-unfriend-kan teman. Kelapangan hati, keterbukaan pikiran mungkin bisa menjadi penentu agar seseorang dapat beradaptasi dengan bijaksana.