Memantik kreativitas dalam berkarya

Suatu ketika, beberapa tahun yang lalu, di acara Hitam Putih pada bagian closing talkshow Dedi Corbuzier membacakan sebuah quote, yang bunyinya sebagai berikut: "Kreativitas ibarat permata, bila tidak diasah ia bukan apa-apa".

Quote tersebut memuat pesan bahwa, kreatif tidak serta merta dimiliki oleh seseorang hanya karena keturunan, sebab potensi, dll. Namun, lebih jauh, sesungguhnya kreativitas dapat dihasilkan dengan pembiasaan belajar, sering diasah, serta tak pernah bosan untuk menggali hal-hal baru, sembari terus mau menengok hal-hal lampau.

Dalam berkarya, boleh dibilang kreativitas adalah kunci. Yang dapat membuka jalan kepada sebuah karya yang bagus, jika teliti, seseorang mungkin saja akan menghasilkan karya yang lain dari yang lain; monumental!

Saya sepakat bahwa ada orang yang terlahir dengan bakat kreativitas alamiah. Pun begitu, harusnya kita juga tidak menutup mata bahwa banyak sekali orang-orang kreatif justru menjadi "sesuatu" karena ia tak pernah jemu berusaha, berlatih, berlatih dan jadi.

Pada batasan tertentu, kreativitas memang tak bisa dipaksakan. Maksudnya, kita akan mendapati hasil yang terlihat tidak luwes. Di luar itu, pada batasan yang dilabrak, justru kreativitas sering muncul dengan sisi liarnya. Yang di saat yang sama, akan menghasilkan suatu karya yang nilainya tinggi.

Kita kadang terlalu sibuk membahas perkara kreativitas yang tak kunjung datang. Padahal, andai saja waktu yang ada langsung kita gunakan untuk berkarya dengan ragam pendekatan dan motif, saya rasa akan lahir kreativitas dengan sendirinya.

Mungkin, tanpa kita sadari, kreativitas kita sering mati hanya karena rasa kurang percaya diri yang terus menghantui. Atau, kreativitas kita kerap buntung bersebab kita terlampau sering terjebak dalam standar orang lain. Dalam berkarya, tentu, beberapa dari kita, bahkan banyak, punya idola yang kerap dijadikan referensi, tanpa sadar, ada sifat ingin melampaui namun karena rasa kepercayaan diri yang goyah, kita malah tak beranjak serta tak pernah berani untuk berkarya.

Di sini, bukan berarti kita ingin menjadi sosok layaknya yang kita idolakan. Tidak. Tetapi, sugesti dari lingkungan, karya teman, karya idola yang terlanjur masuk dalam benak kita sendiri, yang, di saat yang sama tanpa sikap dan tata kelola yang baik pada satu individu terhadap harapan dan standar yang ada, telah melemahkan kreatifitas yang mulanya embrionya ada dan sedang coba kita tumbuhkan.

Sesungguhnya, lambat atau tidak berkarya hanya karena alasan tidak kreatif adalah selemah-lemahnya alasan. Mengkabinghitamkan "kreativitas" hanya akan menambah daftar panjang kegagalan dalam berkarya dengan menyicil ketakutan-ketakutan yang itu-itu saja.

Ketika kreativitas mandek, hanya ada dua cara yang dapat menolong seseorang dalam berkarya; 1. Lawan! Dan 2. Keberanian!