Destinasi Wisata di Negeri Antara | Travel Destinations in Negeri Antara |

---

KALAU di Jawa Barat ada Puncak, maka di Aceh ada Takengon yang terletak di Kabupaten Aceh Tengah. Dua-duanya terletak di dataran tinggi yang berhawa sejuk. Dua-duanya dijangkau setelah melewati jalan berliku seperti ular phiton.

Takengon termasuk kawasan Gayo atau disebut juga Negeri Antara. Bisa ditempuh dengan jalur darat dan udara. Dari Kota Medan, Sumatera Utara, ada pesawat berbadan kecil yang mendarat di Rembele, bandar udara di Takengon, Aceh Tengah. Kalo jalan darat satu-satunya harus via Kota Bireuen. Jaraknya sekitar 101 kilo meter melintasi gunung dengan berliku-liku. Jika ingin menikmati panorama alam, jalan memang lebih baik jadi pilihan.

Dari Aceh Utara, bisa melalui jalan KKA (Kertas Kraft Aceh) yang mulus dan baru selesai dibangun. Alam di sepanjang perjalanan juga sangat menawan. Saya sering ke Takengon dan selalu menempuh jalan darat. Terkadang lewat Bireuen, terkadang melalui jalan KKA. Di musim hujan seperti sekarang, Anda harus mewaspadai tanah longsor yang menjadi bencana alam rutin di sepanjang jalan menuju Negeri Antara.

Jalur dari Kota Bireuen terkadang lebih parah dan sering ada gangguan tanah longsor. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur vital yang aman dan nyaman.

Sepanjang perjalanan darat menuju Kota Takengon, terdapat sejumlah lokasi wisata. Mulai dari Krueng Simpo dan Cot Panglima yang masuk Kabupaten Bireuen, sampai Wih Kulus dan Wih Pesam di Kabupaten Bener Meriah (pecahan Kabupaten Aceh Tengah). Pengunjung bisa mendinginkan badan di Wih Kulus, lantas mencari kehangatan di Wih Pesam.

Wih Kulus adalah sebuah alur sungai dengan air yang jenih dan segar. Bebatuan besar dan kecil terlihat di pinggir atau di tengah alur sungai. Bisa dijadiin tempat duduk untuk menghangat badan setelah mandi. Udara di Takengon yang terletak di ketinggian 1.200 – 1.700 meter di atas permukaan laut memang sangat dingin, antara 18 – 25 derajat celcius. Bandingin dengan Bireuen, kota terdekat yang bisa mencapai 34 derajat celcius.

Sayangnya, Wih Kulus belum dioptimalkan sebagai kawasan wisata. Banyak fasilitas yang belum dibangun, termasuk untuk kebutuhan penting seperti toilet yang cuma ada satu masing-masing untuk perempuan dan laki-laki. Letak toilet tak jauh dari pintu masuk. Jadi kalau pengunjung sudah masuk ke dalam yang jauhnya sekitar 200 meter, harus kembali lagi ke gerbang untuk sekadar buang air kecil.

---

---

Naik lebih ke atas, kamu bisa menjumpai Wih Pesam, tempat permandian air panas yang diyakini bisa nyembuhin berbagai penyakit kulit. Cukup dengan membayar Rp5.000 (mungkin sekarang sudah naik), kamu bisa mandi sepuasnya. Tanpa batasan waktu. Tapi ya itu tadi, fasilitas yang kurang mendukung membuat acara menghangatkan badan menjadi kurang menyenangkan. Tak ada tempat ganti baju sehingga privacy sedikit terganggu.

Ada yang lebih memprihatinkan lagi. Sepintas, air dalam kolam berukuran sekitar 10 x 20 meter terlihat bening. Tapi begitu nyebur ke dalamnya, terlihat jelas air sudah berlumut. Pantas saja jika airnya terlihat kehijauan, bukan biru seperti kolam renang. Lantai dasar yang dulunya bersemen kini sudah hancur. Ke mana pun melangkah, kaki terasa menginjak pasir.

Padahal, kalau dibuat lantai keramik airnya akan terlihat lebih bersih karena air dari pegunungan hanya melintasi kolam sebelum akhirnya mengalir ke saluran pembuangan.

---

---

Lokasi wisata di Takengon tak cuma itu. Masih ada Danau Laut Tawar, Pantan Terong, Putri Pukes, gua Loyang Koro, Pante Meunye, sampai Atu Belah yang melegenda itu. Atu Belah ada sebuah batu yang bisa membelah diri setelah dibacai mantra-mantra. Tentu aja itu cuma mitos.

Danau Laut Tawar terletak di kaki Gunung Geureudong atau di pinggir Kota Takengon. Luasnya 5.472 hektar dan terletak di ketinggian 1.205 meter di atas permukaan laut. Udaranya terasa sangat sejuk. Pukul 08.00 masih terasa menggigil. Tidak heran kalau masyarakatnya masih banyak yang bersarung untuk mengusir hawa dingin.

Danau Laut Tawar di pagi hari sangat indah. Berdiri di tepi danau dalam balutan udara yang sejuk, saya melihat permukaan air bercahaya ditimpa sinar matahari. Beberapa nelayan melintasi dengan perahu kecil mereka, beberapa di antaranya ada yang bernyanyi dalam bahasa Gayo. Citra seni orang Gayo memang tinggi. Hutan, danau, gunung, dan langit seperti menyatu dalam lapisan tipis di Tanah Gayo. Puncak gunung dengan lekukannya yang indah terlukis di permukaan danau Laut Tawar.

Gua Loyang Koro juga sarat dengan cerita legenda. Menurut Ketua Lembaga Dayang Ali (LDA) Aceh Tengah, Nurdin Supi, Loyang Koro terkenal dengan cerita legenda Putri Pukes yang berubah menjadi batu. Hujan sering turun di Loyang Koro sehingga udara terasa kian menusuk tulang. Gerimisik air menetes dari dalam gua terdengar bagai sebuah simponi yang mengalun. Begitu ritmis.

Loyang dalam bahasa Gayo atau bahasa asli Aceh Tengah artinya lorong. Sedangkan Koro, artinya kerbau. “Loyang Koro adalah lorong yang tembus sampai ke Isak di kawasan Linge. Zaman dulu, jalan itu digunakan untuk membawa kerbau ke Isak,” ungkap Nurdin Supi lagi.

Loyang Koro terletak di pinggir jalan terjal berukuran sekitar 2,5 meter. Satu sisi perbukitan, dan satunya lagi jurang. Danau Laut Tawar terletak di bawah jurang tersebut. Tak ada tanda jelas bahwa di tempat itu ada sebuah gua yang menantang untuk ditelusuri. Satu-satunya tanda hanyalah pintu gerbang yang dibuat dari semen dengan tulisan Selamat Datang di Gua Loyang Koro. Jika mata tidak awas, gerbang kecil itu pun bakal luput dari perhatian. Apalagi, informasi detail mengenai tempat-tempat wisata di Aceh Tengah sangat sulit diperoleh.

Dari gerbang tersebut, kamu harus turun tangga dengan tingkat kemiringan lumayan tajam. Bila melangkah terburu-buru, dijamin napas bakal megap-megap. Namun, karena udara yang sejuk membuat keringat takkan bercucuran. Sekitar 100 meter, sampailah di depan mulut Loyang Koro.[]

---

---

---

Photos by @ayijufridar

---

---