Kiat-kiat Membangun Usaha dengan Modal Doa dan Aniaya

Apakah membangun perusahaanmu sendiri merupakan hal yang mudah? Relatif. Jika bapakmu adalah Bakrie, sepertinya sih mudah belaka. Jika tidak demikian kenyataannya, maka judul tulisan ini kira-kira menyiratkan pesan yang jelas.

Jadi begini kawan-kawan,

Beberapa tahun belakangan, saya dan beberapa kawan mendirikan sebuah perusahaan kecil-kecilan. Perusahaan ini menjual apa saja yang bisa dijual. Istilah bekennya, palugada (apa yang lu mau, gua ada). Tapi palugada yang kami tawarkan sungguh teramat spesifik. Kami hanya menawarkan hil-hil yang mustahal, yang terkait dengan seni budaya. Khususnya, seni budaya nusantara.

Terlalu sering melihat orang-orang kita ngamuk (di sosial media) mengomentari betapa budaya kita yang luhur nan adiluhung diaku-aku oleh negeri jiran. Saya dan beberapa kawan sedikit bingung melihat fenomena ini. Pertama, budaya tidak sesempit mengenai yang luhur-luhur dan adiluhung saja. Kedua, negri jiran mengemasnya dengan baik dan professional, sementara kita tidak.

Sekadar catatan, kami bukan intelektual atau cendekia atau apalah. Kami hanya mau mencoba merunut masalah dengan cara kami sendiri. Yang kami rasakan, sulit untuk berbuat sesuatu terkait kebudayaan nusantara yang Kaya ini, karena data-data yang siap saji belum mumpuni untuk diolah. Selalu itu memang persoalannya, data-data berserakan yang kurang ciamik pengelolaannya. Saling berkelindan antara satu pemangku dengan pemangku lain.

Maka mulailah perusahaan kecil ini berdiri. Mencari data, mengkurasi, mengelolanya menjadi informasi, mengolahnya menjadi ide-ide yang lebih membumi, yang bisa dieksekusi. Pekerjaan yang sungguh berat. Utamanya karena kami modal nekat. Bonek, bondo nekat. Apa yang kami lakukan ini juga nggak bakal bikin Kaya mendadak. Atau bisa jadi malah nggak bisa bikin kaya sama sekali.

Tapi namanya juga nekat, ya tekadnya pasti sudah bulat. Demi bangsa dan negara, je...

Beberapa tahun berjalan, perusahaan masih berdiri, beberapa proyek keren sedang ditangani, sekali dua kali pahlawan kami di dunia seni datang menghampiri, mampir ngopi. Masih menyenangkan untuk dijalani.

"Sebentar, mas. Trus kiat-kiatnya mana ini?!"

Hmmm... Ya itu tadi kiat-kiatnya: Soal data, eksekusi, berjejaring, dan yang paling penting, jangan lupa ngopi. Niscaya...

---

^{Kelas pekerja Jakarta pada umumnya. Masyarakat kebanyakan.}

---

^{Mang Ipan, venture capital kami yang sesungguhnya. Kepadanya kami berhutang rokok dan kopi dengan bunga flat}

---