Don't Hang the Future on the Editor's Taste | Jangan Gantungkan Masa Depan pada Selera Redaktur |

in #writing5 years ago



A writer friend in Aceh Utara, Indonesia, complained that his writings were always rejected by some media. This is a classic complaint among writers. Usually, complaints like this arise from novice writers who have only sent five or 10 times their work to the mass media. However, this time the author is not a beginner. He has given birth to a number of books and won several writing contests in Indonesia with famous literary judges.

I also read works that were aired in the mass media, both print and electronic and compared them to the works of the North Aceh writer. My conclusion, some of the works of North Aceh writers are indeed worthy of being aired. Some of them are better compared to works that have been aired.

I deliberately wrote better in thicker marks because I needed further explanation about the size in a literary work, both poetry and prose. Besides that, it is better also has the meaning of subjectivity which can be different from the judgment of many people.

Although there are certain sizes, the element of subjectivity cannot be avoided. Therefore, never judge yourself not talented in writing when there are works that are rejected. Rejected is not always related to quality, it could be because it does not match the mission vision of the media concerned or is not in accordance with the tastes of the editor or curator of literature. Do not let us depend on the future of one or two editors. Their refusal is not our size gifted or not, nor is the only measure of our quality work or not.

Until now, I have continued to get rejections from various media. When counted, more than 500 of my works are articles, short stories, and poems that are published in mass media, print and online. However, the rejected work may be as many. Refusal is no reason to stop writing and send work to the mass media.

Each work will find its soul mate, with publishers, and with readers. Maybe not now, it could be that his soul mate will meet in the future. The important thing is that we never stop to keep searching, digging, and evaluating. Once the author is great, so should we do it to be great. []






Jangan Gantungkan Masa Depan pada Selera Redaktur

Seorang sahabat penulis di Aceh Utara mengeluh karena tulisannya selalu ditolak beberapa media. Ini keluhan klasik di kalangan penulis. Biasanya, keluhan seperti ini muncul dari penulis pemula yang baru lima atau 10 kali mengirimkan karyanya ke media massa. Namun, kali ini sang penulis bukan seorang pemula. Dia sudah melahirkan sejumlah buku dan memenangi beberapa lomba menulis di Indonesia dengan juri-juri sastrawan terkenal.

Saya juga membaca karya-karya yang ditayangkan di media massa tersebut, baik cetak maupun elektronik dan membandingkan dengan karya-karya penulis Aceh Utara tersebut. Kesimpulan saya, beberapa karya penulis Aceh Utara tersebut memang layak tayang. Beberapa di antaranya lebih bagus dibandingkan dengan karya yang sudah ditayangkan.

Lebih bagus sengaja saya tulis dalam tanda lebih tebal karena butuh penjelasan lebih lanjut mengenai ukuran dalam sebuah karya sastra, baik puisi maupun prosa. Selain itu, lebih bagus juga memiliki makna subjektivitas yang bisa jadi berbeda dengan penilaian banyak orang.

Meski ada ukuran tertentu, unsur subjektivitas tidak bisa dihindari. Makanya, jangan pernah menghakimi diri tidak berbakat dalam menulis ketika ada karya-karya yang ditolak. Ditolak tidak selamanya berkaitan dengan kualitas, bisa jadi karena tidak cocok dengan visi misi media bersangkutan atau tidak sesuai dengan selera redaktur atau kurator sastra. Jangan sampai kita menggantungkan masa depan pada selera seorang atau dua orang redaktur. Penolakan mereka bukan ukuran kita berbakat atau tidak, bukan pula satu-satunya ukuran karya kita berkualitas atau tidak.

Sampai saat ini, saya terus mendapatkan penolakan-penolakan dari berbagai media. Kalau dihitung-hitung, lebih dari 500 karya saya berupa artikel, cerpen, dan puisi yang dimuat di media massa, cetak dan online. Namun, karya yang ditolak mungkin sama banyaknya. Penolakan bukan alasan untuk berhenti menulis dan mengirimkan karya ke media massa.

Setiap karya akan menemukan jodohnya media massa, dengan penerbit, dan dengan pembaca. Mungkin tidak sekarang, bisa jadi jodohnya akan bertemu di masa mendatang. Yang penting kita tidak pernah berhenti untuk terus mencari, menggali, dan mengevaluasi. Begitu yang dilakukan penulis hebat, begitu juga yang harus kita lakukan untuk menjadi hebat.[]






Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

menurut pendapat saya, sebaiknya tulisan yang tidak dimuat media mending dimuat di steemit, weku, atau whaleshares.... Saya setuju dengan pendapat "jangan tergantung pada selera editor". Siapa tahu dengan adanya ketekunan, saling menghargai karya orang lain, tulisan-tulisan tersebut bisa dihargai oleh para pemakai yang ada di steemit, weku, atau whalshares. Hal ini saya lihat kecenderungan kesadaran menghargai akan tulisan yang original sudah mulai muncul di kalangan pemakai steemit, weku dan whaleshares.

Semoga para penulis profesional di luar sana bisa tertarik untuk bergabung dengan platform desentralisasi social media, akan tetapi ada satu keprihatianan saya, yaitu sifat "egoisme" para jurnalis dan penulis profesional di steemit.

Artinya rata-rata para penulis profesional dan jurnalis yang tergabung di steemit dll, kurang aktif dalam menilai atau memberikan, saran atau vote pada tulisan pemakai lainnya. Dari penelitian empiris secara singkat yang telah saya lakukan rata-rata mereka tidak menyediakan waktu untuk memberikan vote atau saran kepada para pemakai di steemit, dll. Kelihatannya mereka lebih suka karya tulisan mereka sendiri yang dinilai atau divote ketimbang melakukan sebaliknya.

Kira-kira begitu pendapat saya sebagai petualang sederhana di lautan steemit.

Kalau ditolak sebuah media massa, baca lagi tulisan tersebut, perbaiki, dan kirim ke media yang lain. Banyak contoh buku-buku bestseller internasional ditolak puluhan kali sebelum kemudian direvisi dan menjadi jauh lebih baik.

Memposting di Steemit juga menjadi salah satu solusi. Saya dulu selalu mengajak mahasiswa menggunakan platform Steemi sebagai media untuk belajar, berdiskusi, dan mengembangkan kemampuan menulis. Ternyata tidak ada yang benar-benar tertarik. Terima kasih respon kerennya @happyphoenix. Saleum dari Aceh.

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Rasa kecewa pasti ada, saat tau bahwa ternyata tulisan yang kita kirim di tolak. Dan menurut saya itu hal yang wajar, karena penulis-penulis yang hebat itu, dulunya juga mengalami hal serupa. Sabar dan terus berjuang adalah prioses menuju sukses.

Keep spirit💪

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.032
BTC 63547.08
ETH 3070.13
USDT 1.00
SBD 3.83