Rabi'ah Al-Adawiyah; Ibu Para Sufi Pt.3, Cuplikan Pembicaraan Sufistik

in #writing6 years ago (edited)

Siapa yang tidak kenal kepada tuan? Tetapi apakan dayaku. Cinta kepada Allah telah memenuhi seluruh (jiwa dan raga) ku, hingga tidak ada ruang untuk cinta kepadamu atau benci kepada syaitan

e33xes54h4.jpg
Image

Konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah al-Adawiyah telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan. Sebab, ajaran cinta Allah ala Rabi’ah al-Adawiyah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar cinta itu sendiri. Bahkan, menurut para sufi, mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.

Beberapa Kisah Bersama Syeich Hasan al-Basri.

Seperti yang pernah saya utarakan sebelumnya, kisah tentang Rabi’ah al-Adawiyah sangat variatif dan tergolong sangat unik. Bahkan untuk kisah pernikahannya sendiri para sejarawan memilah kisah Rabi’ah al-Adawiyah dalam Versi Arab, Versi Melayu, Versi Barat (Eropa), Versi Bugis.

Di kalangan para sahabat sufi-nya itu, Rabi’ah al-Adawiyah banyak sekali berdiskusi dan berbincang siang maupun malam tentang Kebenaran. Salah seorang sahabat baik Rabi’ah, Hasan al-Bashri, misalnya menceritakan: “Aku lewati malam dan siang hari bersama-sama dengan Rabi’ah, berdiskusi tentang Jalan dan Kebenaran, dan tak pernah terlintas dalam benakku bahwa aku adalah seorang laki-laki dan begitu juga Rabi’ah al-Adawiyah, tak pernah ada dalam pikirannya bahwa ia seorang perempuan, dan akhirnya aku menengok dalam diriku sendiri, baru kusadari bahwa diriku tak memiliki apa-apa, yaitu secara spiritual aku tidak berharga, Rabi’ah al-Adawiyah -lah yang terbaik.

jsflauw0vv.jpg
Image

Berikut berapa kisah antara Rabi’ah al-Adawiyah dan Hasan al-Basri:

Kisah Pertama

Suatu hari, Hassan Al-Basri melihat Rabi’ah al-Adawiyah dikelilingi oleh binatang liar yang memandangnya dengan kasih sayang. Ketika Hassan Al-Basri pergi menuju Rabi’ah al-Adawiyah, semua binatang tersebut lari. Hasan al-Basri bertanya, “Kenapa binatang itu lari?” Bukannya menjawab, Rabi'ah al-Adawiyah justru balik bertanya, “Apa yang kamu makan hari ini?” Hasan al-Basri menjawab, “Daging.” Rabi’ah al-Adawiyah lantas berkata, “Karena kamu makan daging mereka lari, aku hanya memakan roti kering.”

Kisah Kedua

Suatu ketika, Rabi’ah al-Adawiyah pergi menjumpai Hassan Al-Basri. Hasan al-Basri sedang menangis terisak-isak karena lalai sesaat dalam berzikir (mengingat) Allah. Karena hebatnya tangisan beliau itu,se hingga air matanya mengalir sangat deras. Melihatkan kejadian tersebut, Rabi’ah al-Adawiyah berkata kepada Hasan al-Basri, “Janganlah tunjukkan perasaan yang sedemikian agar batinmu penuh dengan cinta Allah dan hatimu tenggelam dalamnya, kamu tidak akan mendapatkan Allah.”

Kisah Ketiga

Hassan Al-Basri bertanya kepada Rabi’ah al-Adawiyah bagaimana beliau mencapai taraf keruhanian yang tinggi itu. Rabi’ah al-Adawiyah menjawab, “Aku fana (hilang) dalam mengenang Allah". Hasan al-Basri bertanya lagi, “Dari mana engkau berasal?” Rabi’ah al-Adawiyah menjawab, “Aku dari Allah dan kembali kepada Allah.”

oh1qt7g66g.jpg
Image

Kisah Keempat

Dengan keinginan untuk mendapat pengakuan dari Rabi’ah al-Adawiyah, Hasan al-Basri suatu hari mencari beliau dan menemukan Rabi’ah al-Adawiyah dalam satu Majlis Ulama. Hasan al-Basri menghampiri Rabi’ah al-Adawiyah dan berkata, “Wahai Rabi’ah al-Adawiyah, marilah kita tinggalkan Majlis ini sebentar, kita duduk di atas sungai dan berbincang hal-hal keruhanian di sana.”

Hasan al-Basri berkata demikian karena ingin menunjukkan kelebihan yang diberikan Allah kepada Rabi’ah al-Adawiyah bahwa beliau mampu duduk mengapung ataupun berjalan di atas air. Rabi’ah al-Adawiyah berkata, “Wahai sahabatku, buanglah perkara yang sia-sia itu. Jika engkau hendak benar memisahkan diri dari Majlis ini, kenapa kita tidak terbang saja seperti burung dan berbincang-bincang di udara?” Rabi’ah al-Adawiyah berkata demikian sebab beliau diberikan kemampuan untuk terbang oleh Allah SWT seperti burung.

Hasan al-Basri menyadari kekeliruannya dan meminta maaf. Rabi’ah al-Adawiyah berkata, “Ketahuilah bahwa apa yang mampu kamu lakukan, ikan pun lebih mampu dan jika aku bisa terbang, maka lalat pun bisa terbang. Lakukan suatu hal yang lebih dari itu. Carilah dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap Allah.”

Demikianlah beberapa penggalan kisah antara Rabi’ah al-Adawiyah dan Hasan al-Basri, dua orang sahabat yang keagungannya tidak diragukan pada masa itu. Masing-masing dari mereka memiliki murid dan pengikut yang banyak, namun tidak ada rivalitas antara keduanya melainkan persaingan untuk menjadi hamba yang paling di cintai oleh Allah SWT.

Saya tidak menulis artikel ini dengan harapan yang membaca akan mengingat berbagai kisah tentang Rabi’ah al-Adawiyah, melainkan untuk menggambarkan sedikit tentang mahabbatullah yang dilaksanakan oleh Rabi’ah al-Adawiyah, Ibu Para Sufi, melalui beberapa kisah.

Terlepas dari berbagai pendapat para sejarawan, saya secara pribadi tidak berani mengatakan bahwa apa yang telah saya tulis merupakan sebuah kebenaran. Saya hanya mengambil resume dari beberapa sumber yang menarik untuk dibaca.

Sebagian Sumber Bacaan dari berbagai sumber acak:

http://bio.or.id/biografi-rabiah-al-adawiyah/
http://www.nu.or.id/post/read/74824/ketika-tiga-ulama-besar-melamar-rabiah-al-adawiyah
https://azharnasri.blogspot.com/2014/03/full-kisah-rubiah-al-adawiyah-dari.html

7i5vwa7bwi.png

Sort:  

Sep berkesan adun @lamkote, memang karya rabiah al adawiyah nyan that masyhu dan that menginspirasi getanjoe dlm ta meu udep..

Memang beutoi aduen. Tapi nyan tingkatan aulia, kon tingkat awam lagee geutanyoe

Coin Marketplace

STEEM 0.36
TRX 0.12
JST 0.039
BTC 70181.59
ETH 3549.53
USDT 1.00
SBD 4.74