BUNTA
BUNTA
Bunta, banyak orang memandang dirimu sebagai ancaman, sebagai hama, dan sebagai musuh yang harus dihindari, dibasmi, dan diperangi. Tidak sebatas itu, ibarat dalam sebuah peperangan dirimu dicincang dan dikuliti agar bisa diambil senjata andalanmu untuk dijual secara ilegal.
Tapi Bunta, tidak sedikit pula orang memandang dirimu sebagai makhluk yang harus dilindungi, diselamatkan, dan diberikan perhatian layaknya makhluk lain di muka bumi. Orang-orang yang siap dan rela berkorban untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup mu.
Bunta, sampai ajal menjemput mu pada 9 Juni 2018 lalu mereka tidak lelah mengkampanyekan kepentingan habitat mu, mulai dari ketersediaan ruang dan mendorong berbagai regulasi untuk kepentingan dirimu.
Bunta, kepergian dirimu menambah catatan buruk perlakuan manusia dalam memperlakukan mu. Menjadi PR besar bagi negara untuk mengungkap dan menghukum manusia itu, manusia yang wajar kita klaim sebagai "karir" ekologis karena perbuatannya yang tidak mencerminkan seorang Khalifah.
Desa Bunin menjadi sejarah kepergian mu, Bunta. Kehadiranmu di desa Bunin bukan sebagai wisatawan, bukan sebagai tamu, dan bukan penjajah, melainkan sosok pejuang membantu makhluk egois (manusia) agar bisa hidup tenang dan nyaman dalam menafkahi keluarga dari hasil pertanian dan kebun.
Bunta, dirimu sosok pejuang yang sepantasnya mendapatkan gelar kehormatan dari negara. Gelar kehormatan yang dipahat menggunakan tulang punggung manusia yang membunuhmu. Ukiran tulisan prasasti dicat dengan darah dan dipayungi dengan kulit manusia laknat itu. Itulah balasan yang harus diberikan kepada mereka yang telah membunuh Bunta.
Bunta, semoga kasus mu menjadi catatan di lembaran terakhir kasus pembunuhan Gajah di Aceh. Karena Gajah bukanlah ancaman, hama, dan musuh yang harus dibumihanguskan. Akan tetapi Gajah sosok makhluk yang dapat hidup berdampingan dengan manusia, sejarah Aceh telah membuktikan itu.
Jadilah pelopor keselamatan lingkungan hidup di Aceh
Postingan yang sangat Bagus dalam menjaga habitat gajah