Merebut Ruang untuk Rakyat

[Desain kreatif tim advokasi dan kampanye WALHI Aceh]

Merebut ruang untuk rakyat sebuah keharusan. Jangan dulu bicarakan ketahanan pangan, jika rakyat belum berdaulat atas tanahnya. Jika lahan garapan rakyat masih dikuasai oleh perusahaan besar, jika hak kelola rakyat dirampas untuk kepentingan politik dan Investasi, maka kedaulatan pangan mustahil terwujud.

Perusahaan besar menguasai ratusan ribu lahan di negeri ini tidak memproduksi komoditas pangan. Sebaliknya, rakyat miskin yang hanya memiliki lahan kecil merekalah sebenarnya pahlawan sebagai penghasil pangan di Indonesia. Kenapa tidak lahan besar yang dikuasai perusahaan diberikan kepada rakyat sehingga kita dapat swasembada pangan. Bukan sebaliknya, justru kita harus makan beras impor.

Dalam rezim pemerintah Jokowi telah diterbitkan dua kebijakan sebagai solusi permasalahan di atas, yaitu kebijakan terhadap Perhutanan Sosial (PS) dan kebijakan terkait Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

PS sebagai skema ruang kepada masyarakat untuk mendapatkan izin pemanfaatan kawasan hutan dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, dan beberapa bentuk pemanfaatan lainnya.

Masyarakat (desa) diberikan hak untuk memanfaatkan kawasan hutan. Sedangkan TORA bagian dari solusi untuk menyelesaikan konflik agraria. Seperti lahan HGU Perkebunan yang ditelantarkan atau ada kawasan hutan yang telah mendapatkan izin tapi tidak dimanfaatkan dapat diusulkan sebagai TORA. Untuk skema PS saat ini pemerintah pusat telah menetapkan PIAP sebagai peta pedoman untuk usulan PS di Indonesia.

Dalam konteks Aceh, Pemerintah Aceh belum menyambut baik dua skema tersebut. Pemerintah Aceh lebih dominan pada skema kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah atas kawasan hutan di Aceh.

Melihat kondisi saat ini dimana rakyat sulit mendapatkan wilayah kelola, maka sudah menjadi keharusan mari bersama-sama kita perjuangkan wilayah kelola masyarakat.

Jadilah pelopor keselamatan lingkungan hidup di Aceh

Salam Adil dan Lestari