Sebuah pelajaran [fiksi] guruku, pahlawanku

in #fiction6 years ago

Suara mengaji di Masjid itu
Melambung dalam kata-kata cinta
Berhamburan dibalik toa yang menjulang
Menebar kebahagian pada siapa yang punya kuping di hati. Sabda yang terkandung diantara benih-benih cinta. Melelehkan hati yang telah membatu sebuah nyanyian birahi, kelazatannya tak tertandingi. Suara mengaji di Masjid itu, menutup seluruh ungkapan sepanjang malam. Menjawab tanyaku pada-Mu: seberapa besar cinta-Mu padaku?


![image]() [Sumber](https://islamindonesia.id/berita/muhammadiyah-waktu-salat-subuh-selama-ini-terlalu-dini-perlu-dikoreksi.htm)


Malam baru saja menuntaskan tugasnya. Dan pagi datang diantara sela-sela subuh. Jam di handphone ku menunjukkan pukul 6.10. Kota Banda Aceh masih gelap. Masih ada gempuran sunrise di kaki langit sebelah timur. Hidup segera akan tiba di permulaan. Perjalanan masih harus dilanjutkan. Aku memilih ojek untuk menuju taman Putroe Phang dari terminal Batoh. Perjalanan dengan sang ojek pagi itu mengajari ku betapa hidup ini harus melawan alam. hidup ini harus dikejar. hidup ini tidak boleh diam. Impian dan harapan yang kian membuncah harus segera ku jemput


Diatas sepeda motor butut itu aku terlibat percakapan dengan seorang tua yang hampir 20 tahun menghabiskan umurnya sebagai penarik ojek, "Udep nyoe nah yang peunteng bek beu e" ( dalam hidup ini yang penting jangan malas) ucap lelaki tua itu dengan logat Aceh Besarnya yang kala itu tidak begitu kupahami. Sebuah pernyataan yang keluar tanpa aku tanyakan. mukanya sedikit dipalingkan kekanan, memastikan aku mendengarnya. "Nyo pak!" (iya pak) jawabku keras melawan suara desir angin yang memenuhi telingaku "Pu acara bak putro phang?" (ada acara apa di putro phang) tanyanya penasaran. "ooo... hanapak. jak mita ilme bacut" (ooo enggak pak, cuma cari sedikit ilmu) jawabku masih dengan suara keras. Lelaki paruh baya itu mengangguk berkali-kali. Sepertinya ia sedang memahami kenapa aku harus pagi-pagi sekali ke taman itu dan untuk mencari ilmu pula. Setelah diam sesaat, dia membuka cerita keluarganya

"Aneuk lon yang tuha pih kuliah cit! tapi di jakarta" ( anak saya yang paling tua juga kuliah, tapi di jakarta) ucapnya penuh bangga"Nyoh? (ya) oooooooo..."jawabku panjang "Nyoe!” (ya) jawabnya sangat tegas. Sepanjang jalan aku dipaksa untuk mendengar cerita anaknya. Dan sepertinya, siapapun yang menggunakan jasa ojeknya, ia akan selalu bercerita tentang anaknya yang kuliah di jakarta dengan beasiswa dari Pemerintah Aceh

Merasa tidak mau kalah, akupun tanpa sadar menceritakan perihal kepahitan hidup diperantauan, sesekali lelaki penakluk jalanan itu terdengar batuk-batuk sambil mengangguk tanda mengiyakan segala keluh kesahku.


**Setelah beberpa menit aku bercerita, diatas sepeda motornya, lelaki paruh baya itu tiba-tiba menghentikan motornya, pakon pak, pukabeh minyeuk nyo? (kenapa pak, kehabisan bensin ya) sejenak lelaki itu terdiam, hatikupun penuh tanya, apa ada yang salah dengan ceritaku tadi, lelaki paruh baya itu dengan wajah sedikit mengiba dan sedih mulai membuka mulutnya, muno neuk (begini nak) :**

Kita belajar pada hati-hati yang mulia. Kita memang belum mampu hingga sejauh itu. Namun setidak-tidaknya kita tahu bahwa hati-hati yang mulia ada di dunia ini. Hanya kebetulan saja bahwa hati-hati yang mulia berada amat jauh dari sini, dari sisi kita. Tapi bukan tidak mungkin, esok-lusa, itu bukan lagi kebetulan, malah justru menjadi bagian dari diri dan sikap kita. Bangsa dari jenis keturunan-keturunan yang baik akan terus menerobos sekat apapun demi mencari sumber-sumber yang dapat memuliakan hatinya dalam menjalani hidup di dunia


**Itulah yang berhasil aku terjemahkan dari seorang tua, yang pada akhirnya dengan sangat terpaksa dia mengaku bahwa dia parnah menjadi seorang guru pada satu ketika, namun demi cita-cita mulia anaknya dia sampai mengorbankan sebuah totalitasnya sebagai seorang pemberi ilmu. Akupun tak bisa menjawab apa-apa lagi, diamku menerawang jauh ke angkasa, tanpa sadar aku dikagetkan oleh tarikan tangannya "boeh jak neuk, talanjut lon, bek sampe teulat troek enteuk" ( ayo nak, kita lanjut lagi, biar enggak telat sampainya) masih setengah sadar akupun naik kembali, duduk tenang tanpa bisa berkata apa-apa lagi, yang ada dipikiran ku waktu itu cuma kalimat keramatnya yang kucoba hayati**
![image]()
![image]()
Sort:  

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by aris from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 64093.86
ETH 3123.80
USDT 1.00
SBD 3.94