Mencari Jalan Kebenaran

Hampir satu bulan ini aku susah sekali untuk tidur lebih awal, tak ada penyebab yang pasti mengapa mataku susah sekali di ajak berkompromi, ia terus saja memandang kesana-sini tanpa ada kejelasan yang pasti, yang ada hanya ilusi dan halusinasi, berharap seseorang datang menemui, saling bertatap mata untuk berimajinasi.

Menciptakan sebuah puisi yang indah, meski sedikit tak terarah dan pasrah tanpa ada gairah. Berpandangan wajah asalkan tak bersilat lidah, terserah. Terkadang anak hantu nakal datang menggodaku dengan sepotong kue yang ia genggam pada tangan kirinya, sesekali kakeknya menegur dengan suara yang sedikit menyeramkan, halus sekali. Dengan sebatang rokok dji sam soe di sela-sela jari-jarinya, dengan arsikan yang khas dari si kakek hantu, aku tergoda untuk mendekatinya.

Setiap malam begitu, hanya mereka temanku, meski kami tak pernah bercerita, tapi kami saling memgerti dari cara memandang satu sama lain. Sudah hampir pukul tiga pagi, angin berhembus dengan dinginnya, suara kecil yang di hadirkan rintik-rintik hujan tak juga mampu membuat mataku mengalah, ia terus saja menuntutku untuk tetap terjaga. Kadang aku berpikir apa yang akan terjadi setelah ini, setelah setiap detik yang akan ku lewatkan.

Detik yang telah ku lalui, ku rekam dengan sebaik mungkin, untuk esoknya ku kenang kembali, meski malam yang sia-sia tanpa ada iringan amal di dalamnya, dasar memang manusia, tempatnya sebuah salah dan lupa, pada akhirnya merana karena mengingat dosa yang tak terhingga, hanya karena mengejar dunia yang sudah pasti sirna, tak ada akal untuknya kekal, yang disiapkan hanya bekal yang tebal.

Sejenak aku dibangunkan dari sadarnya dosa, terdiam tanpa suara. Disaat itu pula aku sering memaksakan mata untuk menundukkannya, dan pada akhirnya ia mengalah dan memilih tertidur dalam pengawasanku, hingga pada pagi hari mataku terbuka, melihat kemegahan ciptaan yang Maha Kuasa. Sambil bersyair aku mengisyaratkan mataku untuk melihat-lihat indahnya Dhuha.

Cahaya kemudian padam, aku lenyap bersama segala dosa yang ku bawa-bawa, hingga pada akhirnya penghakiman tiba, ditimbanglah dengan timbangan yang sangat akurat kebenarannya. Dosa telah mengalahkan amal, aku di vonis abadi selamanya di Neraka, tanpa pengecualian, tanpa diberi banding untuk pembelaan lagi.

Tak lama kemudian, imajinasi jahat mengajakku untuk tidak merenunginya, ia membawa hasrat yang menggoda dari dalam diri seorang wanita, berparas cantik, menarik, elegan, dan sejenisnya. Sontak aku terkejut, tetiba wanita itu berdiri dihadapanku, jelas saja imanku kembali menua bersama dengan diriku. Aku diajak berkeliling mengarungi samudera maksiat, meniti jalan yang penuh dengan aral dan kerikil-kerikil nakal.

Anak hantu itu dan kakeknya memperhatikanku dengan mata yang sangat tajam, sepertinya ia mengisyaratkan sesuatu kepadaku, aku acuh padanya. Aku terus saja dibuat wanita yang menggoda itu. Ia menggenggam tanganku dengan sangat eratnya, ia tak membiarkanku berpaling arah selain menuju arah matanya yang bersinar. Kalung berwarna hijau lumut sangat indah pada lehernya yang putih bersih.

Terus kami berjalan menuju hutan semak belukar, berbuat sekehendak kami, berharap tak akan ada yang melihat perbuatan dan tingkah kami. Dan pada akhirnya aku tersadar kembali "Siapakah Tuhan yang Maha melihat perbuatan Hamba-Nya?" Hatiku pun menjawab Dialah Allah yang tiada tidur, seandainya biji-biji padi itu dihempaskan ke bumi, sesungguhnya Allah melihat setiap letak-letaknya tanpa cacat.