[Motivation Story 28 April 2021] / [Kepala-Kepala yang Dielus Dengan PDL Aparat] Perlunya Rasa dalam Sebuah Karya

in Motivation Story3 years ago (edited)

IMG_20210428_113607.jpg
Lukisan "Kembang Tapak Sepatu"

"Pane na lageé nyan cara menggamba keadaan masa konflik.
Meunye lagee nyoe lukisan, kön disipak le teuntra tapi digusuek."
(Bukan seperti ini cara menggambar keadaan masa konflik, kalau begini ceritanya bukan ditendang oleh tentara tapi di elus-elus.)
Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut seorang @paskadom dengan wajah sangarnya.

Baiklah, kali ini kita rehat sejenak dari isu-isu sosial.
Saya ingin berbagi cerita pengalaman saya ketika saya belajar "Merealisasikan Imajinasi" dalam karya.
Dua kata akan terus membekas dalam benak saya sampai kapanpun, karena tugas seorang seniman adalah mampu mempertanggung jawabkan apa yang dia imajinasikan.

Pengalaman ini saya dapatkan dari seorang teman sekaligus guru saya kanda @paskadom. Kala itu kami sedang berada disebuah kegiatan pengkaryaan dimana saya sebagai salah satu pesertanya, dan @paskadom sebagai tamu undangan yang terhormat.

Ketika saya sedang asiknya meliuk-liukkan kuas di atas kanvas yang mulus. Tiba-tiba datang seseorang dan berkomentar pedas dan membuat adrenaline saya tiba-tiba meningkat dan seketika merasa tertantang.

"Jangan sok asik anda melukis, kau bukannya Sudjojono atau Cek Is." Celotehnya dengan nada nyinyir.

"Bawa sini kuasmu!" Ia meminta kuas saya dan kemudian dilemparkannya ke dinding.

Waktu itu saya merasa kalau orang ini terus saja memancing-mancing emosi saya.

"Kalau gini cara gambarnya kau bukannya lagi ditendang sama aparat, tapi lagi dielus-elus kepalanya." lanjutnya lagi.

Memang saya akui waktu itu saya tidak menemukan feel atau rasa yang tepat terhadap lukisan saya, sampai kejadian ini terjadi.

Saya bermaksud ingin membuat sebuah gambar yang menyimbolkan keadaan Aceh di era konflik RI/GAM pada tahun 2003 setelah ditetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer oleh Presiden ke 5 Indonesia, Megawati Soekarno Putri.
Dimana hampir setiap paginya masyarakat Aceh merasakan yang namanya sarapan "Tapak Sepatu PDL" aparat militer.

IMG_20210428_113504.jpg
Proses pengkaryaan bersama @paskadom.

Kita kembali lagi ke cerita pengkaryaan tadi.

Tanpa saya sadari ternyata @paskadom sangat pandai membangkitkan trauma masa kecil saya, yang kebetulan saya merupakan generasi yang lahir tahun 90-an dimana sempat sedikit merasakan gejolak peperangan dan pernah terperangkap ditengah-tengah area tempur TNI dan GAM.

"Sekarang kau celupkan tanganmu ke kaleng cat, kau penuhi kanvasnya dengan warna sesukamu. Bila perlu pakai kaki sekalian kau gambar." Serunya kepadaku.

Ia juga menyarankan ku memanfaatkan segala benda untuk pengganti kuas seperti sapu, potongan kardus, potongan botol plastik dan berbagai macam benda lainnya.

Sambil menikmati proses saya melukis, @paskadom terus saja memancing-mancing ingatan masa lalu saya ketika konflik dengan pertanyaan-pertanyaan dan celotehan dia, sampai saya memang larut dan hampir tenggelam dalam ingatan-ingatan kelam itu.

IMG_20210428_113536.jpg
Lukisan yang 99% selesai.

Sampai ketika dia menarik dan menyuruh saya untuk istirahat sejenak sembari menawari saya sebatang rokok.
Mungkin juga dia ketakutan kalau saya akan kesurupan karena ulahnya. Hahaha

Hasil karya lukisan tersebut kemudian saya beri nama "Kembang Tapak Sepatu".

IMG_20210428_113437.jpg
Christopher Schröder, wisatawan asal Jerman yang tertarik dengan lukisan "Kembang Tapak Sepatu" saat pameran di Museum Tsunami Aceh.

Setelah kejadian itu saya banyak belajar dari beliau, dalam berbagai hal.
Salah satunya adalah ketika kita melakukan suatu hal, kita harus jujur terhadap apa yang kita kerjakan.
Kita harus benar-benar berada dalam rasa dan posisi tersebut.

IMG_20210428_113624.jpg
Saya dan @paskadom ketika kegiatan rekonsiliasi korban orang hilang pada masa konflik di kantor DPRA Aceh.

Salam kenal!
@mahathir2508

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 71297.37
ETH 3698.84
USDT 1.00
SBD 3.75